Pagi yang cerah di suatu pulau bagian utara Jawa, desiran ombak dan suara burung-burung pagi sudah menghiasi dermaga, beberapa nelayan yang baru pulang melaut sedang memilah-milah hasil tangkapan, seorang pemuda yang tegap dan gagah terlihat sibuk dengan perahu cadiknya.
“hoooyyy... Wahai laut, hari ini aku akan mengarungimu, aku akan menjadi penjaga laut Kesultanan, kan ku berantas semua angkara murka yang ingin menjajah tanah Jawa, bersiaplah menerima kekuatan otot dan semangatku, Hahahaha..
”Rangsam berlayar penuh semangat mengarungi lautan, walau hanya berbekal perahu cadik, tidak menurunkan semangatnya menjadi bagian dari pasukan pangeran Unus. Beberapa bulan yang lalu, datang Prajurit Kesultanan ke pulau Bawean, membawa selembar kertas besar yang berisi woro-woro tentang perekrutan pasukan Angkatan laut pangeran Unus Abdurrahman, dalam pesan itu tertulis bahwasanya pangeran akan memberantas kaum kuning yang selama ini sudah meresahkan laut Malaka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dimas riyana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
KEGELISAHAN JIM
Anne memang sudah memiliki seseorang yang ia cintai, mereka sering bertemu, namun satu sama lain masih belum mengungkapkan isi hati, ialah Arthur Huang, seorang pemuda keturunan Inggris-Tionghoa, ia bekerja sebagai kelasi kapal di tempat usaha pengiriman porselen ayahnya.
Mereka sering mengobrol dan jalan-jalan di pelabuhan, inilah sebabnya Jim menanyakan perihal pernikahan kepada Anne, karena karyawan lain sudah mengetahui hubungan mereka, dan lambat laun sampailah ke telinga Jim.
Arthur anak yang baik dan manis, ia sopan dan juga tidak banyak bicara, ia putra ke-dua dari seorang pejabat rendah Kekaisaran bernama Huang zy yi dan ibu seorang Inggris bernama Grace MacArthur. Jim tidak mempermasalahkan seseorang dari ras atau keturunan apa, yang ia pedulikan adalah sifat dan prinsipnya, dan Jim sudah mengenal betul siapa Arthur Huang.
Setelah perbincangan singkat Jim dan Anne di depan perapian, Jim mendatangi kamar Anne.
“Anne ku sayang, tolong sampaikan pesan ayah pada Arthur, ayah ingin bicara dengannya”
“ayah!?” Anne kaget dan tersenyum tanggung, sambil terlihat di wajahnya bertanya-tanya.
“sudahlah, sampaikan saja, ayah tunggu pada hari minggu”
Jim pergi meninggalkan kamar Anne, setelah Jim benar-benar pergi, Anne jingkrak-jingkrak kegirangan, bibirnya mengapit tanda tidak sabar, namun sekarang ia resah, takut nanti Arthur tidak menyukainya, dan sekarang hatinya takut kalau-kalau Arthur salah bicara pada ayah.
Begitulah wanita yang sedang jatuh cinta, apalagi cinta nya di dukung oleh keluarga, sekarang perasaan Anne campur aduk, kadang senang dan beberapa menit bisa berubah menjadi cemas, begitulah wanita, susah untuk diprediksi suasana hatinya, butuh jutaan jilid kitab untuk memahami wanita.
Anne pagi-pagi sekali sudah mengayuh sepedanya, hatinya berbunga-bunga, Jim hanya mengintip dari jendela, sepedanya meluncur melewati pasar-pasar, dan menembus asap dari kedai Bakmi, ia tetap mengayuh sepedanya, walau setiap ia melewati jalan, semua mata terus tertuju padanya, mereka terkesiap, mungkinkah dewi Quan Im menjatuhkan sedikit keindahannya dan menjelma berupa wanita bersepeda itu.
Beberapa menit kemudian Anne sudah sampai di pelabuhan, kota Shanghai sudah sibuk sejak subuh tadi, pedagang dari berbagai negara sudah terlihat. Anne menghampiri sebuah kapal galiung sipil yang besar, matanya mencari-cari, di mana kah orang yang sedang ia cari, yang semalam selalu menghantui pikirannya, dan akhirnya ekor mata Anne menemukan Arthur sedang memperbaiki layar, ia melambaikan tangan, namun Arthur tidak melihat lambaiannya, Anne sedikit kesal, namun ia tidak menyerah, Anne berusaha melambaikan tangan lagi kepada Arthur, namun sekali lagi ia tidak berhasil, Anne putus asa, ia duduk di tiang tambatan kapal, namun tidak beberapa lama Dong ma datang, Anne memanggilnya.
“Hey Dong ma, kesini”
“oh nona, sejak kapan nona berada di sini?”
“aku butuh bantuanmu Dong ma” Anne tersenyum penuh maksud, Dong ma menjadi agak takut.
“apa yang Nona inginkan dari, kalau disuruh untuk menangkap ubur-ubur lagi aku tidak mau, kau lihat kulitku beberapa hari yang lalu, gatal-gatal semua, aku jadi tidak bisa tidur”
Anne tersenyum jahat kepada Dong ma, “tenang saja kawan, aku tidak akan membuatmu menderita” Anne berdiri sambil merangkul pemuda gemuk itu.
“lalu apa yang Nona inginkan dariku, aku mau kerja Nona, nanti aku dimarahi atasan ku” Dong ma semakin cemas.
Sambil mendekatkan bibirnya ke telinga Dong ma, Anne berbisik, “tolong panggilkan Arthur kemari”
“kalau itu sih mudah Nona, aku juga mau kesana hehehehe Nona membuat aku takut saja” Dong ma merasa lega.
“Kalau begitu cepat jalan” Anne menepuk bokong Dong ma, Dong ma yang terkejut langsung berjalan cepat menuju kapal.
Dong ma berjalan sambil menggerutu, Anne berteriak dari jauh “hey jangan menggerutu, aku dengar!!!”.
“iya Nona, kau cerewet sekali” Dong ma menambah kecepatannya.
Anne hanya tersenyum manis melihat Dong ma, tak berapa lama kemudian Arthur sudah berada di depan Anne.
“Ada apa kau mencariku, bukannya kau tau kalau aku sedang kerja”
“iya aku tau” Jawab Anne singkat sambil melihat ujung sepatunya.
“lalu, apa yang kau inginkan?” tanya Arthur.
“aku ingin bertanya padamu” Anne menatap Arthur dengan tajam, membuat Arthur salah tingkah, “ayah memanggilmu, ia mengira kita memiliki hubungan sepesial” Arthur gelagapan, ia tidak bisa berkata-kata lagi, “jika kau sependapat dengan ayah, maka datanglah besok minggu, jika kau tidak sependapat dengan ayah maka relakan aku menjadi milik orang lain” setelah berbicara dengan Arthur, Anne langsung pergi tanpa menoleh sedikit pun pada Arthur.
Arthur hanya terdiam terpaku memandangi Anne yang terus mengayuh sepedanya, tubuhnya dingin, bahkan terik matahari di pelabuhan tidak mampu menghangatkannya.
Minggu pagi, Anne sudah rapi dengan gaun terbaiknya, warna putih dipadukan hitam, dengan sedikit renda yang menghiasi, menambah keanggunan nya, Jim pun sudah menunggu, tapi di sini yang paling berdebar adalah Anne, tidak berselang lama terdengar suara pintu di ketuk dengan cincin besar yang terpasang di daun pintu, terdengar suara dua orang laki-laki memanggil nama Jim dengan aksen British.
“apa kabar Jim, lama tidak bertemu” seorang pria dengan setelan jas hitam dengan dalaman putih menyapa Jim.
“Oh rupanya anda Mayor Edward Neville, dan ini pasti Lincoln Neville, putra anda, benar kan?”
“kau memiliki pengamatan yang bagus Letnan Jim Watson, memang kegagahan seorang ayah pasti menurun pada anaknya”
“anda benar sekali Mayor, baiklah mari masuk, kita bicara di dalam” Jim mempersilahkan ayah dan anak Neville untuk masuk.
“berita apa yang telah membuat tuan-tuan yang terhormat ini datang ke rumah kami yang kecil ini” Jim memulai pembicaraan.
“Bukan sebuah berita yang akan kami antarkan, tapi apa yang ada di rumah ini lah yang membawa kami kemari” Mayor Edward Neville menjawab pertanyaan Jim.
“Aku tidak mengerti apa yang tuan-tuan maksud” Jim mengernyitkan dahi.
“Baiklah, langsung saja, ku dengar putrimu kini sudah dewasa, dan kecantikannya menjadi buah bibir di mana-mana, ku kira kau sangat beruntung anakku yang tampan ini menyukai putrimu Anne, selain putraku menjadi idola gadis-gadis, ia juga baru di promosikan jabatan, belum lagi bulan depan ia akan ditugaskan ke Goa di India, sepertinya tidak ada alasan lagi kita untuk tidak berbesanan”.
Jim kebingungan, ia tidak tau harus menjawab apa.
“sungguh sebuah kehormatan bagi kami mendapatkan pinangan dari keluarga Neville, tapi dengan tidak mengurangi sedikit pun rasa hormat kami, biarkan Anne sendiri yang menentukan, berikan kami waktu”
Air muka Mayor Edward Neville seketika berubah, “seperti inikah perlakuanmu terhadap kami?”
“maaf Mayor, jangan salah sangka dulu, aku tidak bermaksud menyinggung kalian” Jim bertingkah serba salah. Mayor Neville dan putranya lalu berdiri.
“baiklah, ku beri kalian waktu hingga lusa, ku harap jawaban yang terbaik untuk kami, dan tentunya untuk kalian juga” Mayor Neville beranjak pergi, Jim mengantarnya sampai depan pintu, saat pintu dibuka, rupanya sudah ada Arthur yang berdiri di sana, Tiba-tiba Anne datang dari belakang, tanpa basa-basi ia langsung memeluk Arthur, rupanya Anne mendengar semua percakapan mereka bertiga, dan dengan kejadian yang sedang terjadi, semuanya sudah jelas, Anne memilih Arthur, Jim tidak bisa berkata-kata lagi, wajah Mayor Neville semakin memerah, begitupun Lincoln Neville, sama tidak sukanya.
“Sepertinya ini jawaban yang jelas Jim, jadi kami tidak perlu menunggu lagi, tapi ingat, kau sudah melakukan kesalahan yang fatal” mereka langsung pergi dan menaiki kereta kudanya, Jim menjadi lemas, ia teringat bagaimana situasi setelah kejadian di kapal dulu, ia tidak mau putrinya kenapa-napa.
Arthur yang tidak tau menahu menjadi bingung sendiri dan canggung, apalagi Anne tidak mau melepaskan pelukannya.
“oh Arthur, maaf kan ayah, si... Silahkan masuk” Jim mencoba mengendalikan dirinya.
“Tunggu ayah” sergah Anne, “tadi kau memanggilkan dirimu sendiri dengan sebutan ayah pada Arthur?” Anne tersenyum meminta penjelasan pada ayahnya.
“halah sudahlah-sudahlah, ayah sedang memikirkan hal lain, sekarang langsung pada intinya saja, ayah restui hubungan kalian berdua dan segera lah menikah, namun sebelum itu, kita pikirkan ancaman dari Mayor Neville” Jim masuk ke dalam rumah, dikuti Anne yang menggandeng tangan Arthur.
“maafkan aku Arthur” Jim berbicara pada Arthur yang duduk di seberang ia duduk. “keadaan kita sedang terancam, Mayor Neville adalat orang yang berpengaruh di koloni Inggris, bahkan ia punya koneksi dan kekuasaan atas pejabat-pejabat Kekaisaran, aku menyetujui hubungan kalian, tapi demi terwujudnya itu, kita hari memikirkan cara untuk keluar dari masalah ini”.
“ma.. Maaf tuan”, Tiba-tiba Jim menyelak, “jangan panggil aku tuan, panggil aku ayah”
“i.. i.. iya, ayah,” jawab Arthur dengan terbata-bata.
“nah begitu lebih baik, sekarang apa yang ingin kau katakan?” sambung Jim.
“sekarang lebih baik kita pergi dari koloni tuan, eh maksudku ayah”.
“hmmmm... Benar juga katamu anak muda, baiklah, akan ku pikirkan, sekarang aku mau tidur dulu, kepalaku pusing, kalian berdua ngobrol saja” Jim pergi menuju kamarnya sambil memegangi dahi.