Kecelakaan maut yang menimpa sahabat baiknya, membuat Dara Asa Nirwana terpaksa menjalani nikah kontrak dengan Dante Alvarendra pria yang paling ia benci.
Hal itu Dara lakukan demi memenuhi wasiat terakhir almarhumah untuk menjaga putra semata wayang sahabatnya.
Bagaimanakah lika-liku perjalanan lernikahan kontrak antara Dara dan Dante?
Cerita selengkapnya hanya ada di novel Nikah Kontrak.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irma, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter - 06
Satu Minggu Kemudian.
Tak banyak yang Dara ubah dari kediaman mendiang Yulia dan Max, semua foto kebersamaan Dion dan kedua orang tua kandungnya masih pada tempatnya ia hanya menambahkan satu foto mereka bertiga saat menikah kemarin.
"Foto ini mau ditaruh dimana?" tanya Dante menunjuk pada foto mereka berdua dengan ukuran yang sangat besar. Foto tersebut baru saja dikirim oleh studio foto yang mengabadikan momen pernikahan mereka.
Dara hanya meliriknya sekilas. "Kau buang saja," ujarnya tanpa ekspresi, ia beralih pada Dion yang tengah duduk di baby walkernya. "Waktunya untuk buah, Sayangku." Ia menggendong Dion menuju dapur.
Baru saja Dante hendak menyingkirkan foto pernikahannya, bel rumah berbunyi. Ia menyandarkan foto tersebut di dinding, kemudian berjalan pintu depan. "Sebentar," ujarnya.
Sebelum membuka pintu, Dante mengintip lewat jendela. Pria itu begitu terkejut karena ternyata sang pengacara datang bersama petugas dinas sosial.
"Dara... Ada Dinsos," ucapnya setengah berbisik.
Dari dapur Dara menyipitkan matanya untuk memastikan apa yang Dante ucapkan padanya.
"DINSOS," ulang Dante.
Dara pun sama terkejutnya. "Dimana cincinku?" ia menggendong Dion menuju kamarnya.
Setelah tiba di kediamannya pada malam pernikahannya, Dara langsung mencampakan cincin pernikahannya, ia tak ingin Axel, gebetan barunya yang seorang dokter bedah mengetahui dirinya sudah menikah.
Kini ia kebingungan mencari cincin tersebut. "Oh astaga, menyusahkan sekali cincin sialan itu," gerutunya sembari membongkar-bongkar sudut kasurnya, karena seingatnya ia melemparnya ke arah tempat tidur.
Sementara itu Date yang memang belum pernah melepas cincin kawinnya langsung membukakan pintu untuk tamunya.
Berbeda dengan Dara, Dante sudah berterus terang pada Anggel tentang pernikahan kontraknya dengan Dara, ia berjanji setelah kontraknya dengan Dara selesai ia akan langsung menikahinya. Dante merasa beruntung karena Anggel bisa mengerti kondisinya.
"Selamat pagi," sapa Dante begitu ia membukakan pintu untuk mereka.
Sang pengacara memperkenalkan Dante pada petugas dinas sosial yang akan dengan rutin mengunjungi mereka, memantau perkembangan Dion.
"Ngomong-ngomong dimana istri dan anakmu?" tanya sang pengacara.
"Mereka lagi ada dikamar. Dara sedang berganti baju, tadi dia memakai..." Dante memberi kode seolah Dara tadi mengenakan pakaian sexy. "Maklum, kita kan pengantin baru," lanjutnya sembari tertawa.
Tak lama kemudian Dara dan Dion datang, Dara berhasil menemukan cincinnya dikolong tempat tidur, gadis itu nampak berantakan sekali seperti seekor singa.
Sembari menggendong Dion, ia menyapa pengacara dan petugas Dinsos.
"Sepertinya Anda kelelahan sekali," Komentar Andre, sang petugas Dinsos. "Apa Dion sangat merepotkan kalian?"
Dara dan Dante kompak menggeleng. "Dion sama sekali tidak merepotkan, dia anak yang sangat manis sekali," Dara memberikan kecupan sayangnya pada anak yang ada dalam dekapannya, kemudian menatap kesal pada Dante. "Dialah yang merepotkanku."
Dante terkejut. "Aku? Memangnya aku..."
Sang pengacara langsung memberi kode kepada Dante untuk diam, karena pertengkaran mereka bisa sangat mempengaruhi penilaian.
Andre berjalan lebih dalam, ia menemukan foto pernikahan Dante dan Dara yang tergeletak lantai dan bersandar didinding.
"Itu baru saja datang, aku baru saja ingin memajangnya sebelum bel rumah berbunyi," Dante langsung menjelaskannya.
Raut wajah Dara berubah menjadi semakin kesal, karena itu artinya foto itu akan benar-benar dipajang disitu dan ia akan terus melihatnya.
Andre mengangguk, mereka berkeliling untuk memastikan Dion tinggal dan di rawat dengan baik.
Selama berkeliling, secara bergantian Dara dan Dante menjelaskan kegiatan keseharian mereka merawat Dion. Dara menjelaskan apa-apa saja menu yang dimakan oleh Dion, dan makanan apa yang paling Dion sukai dan tidak sukai.
"Lalu makanan kesukaan suamimu?" tanya Andre.
Dara terdiam, ia tidak tahu apa makanan kesukaan Dante, bahkan ia tidak peduli pria itu makan atau tidak.
"Aku selalu memakan apapun yang Dara masak," sahut Dante. "Semua yang dia masak adalah favoritku," dustanya. Dara hanya tersenyum ragu.
Memasuki area taman belakang Dante mengungkapkan jika Dion tidak hanya bermain didalam, tapi juga diluar. "Dia suka sekali bermain gelembung sambung," ungkapnya sembari mengambil Dion dari gendongan Dara, ia kemudian menunjukan bagaimana ia dan Dion bermain.
Terakhir, mereka menuju kamar tidur Dion. Kamar yang didesign oleh orang tua kandung Dion begitu rapih, nyaman dan wangi. Dara selalu merapihkan kamar tersebut, hanya ada beberapa mainan yang tergeletak di atas tempat tidur. "Itu mainan kesayangan, pengantar tidurnya," ujar Dara.
Andre mengangguk mengerti, memang ada beberapa anak yang tak bisa lepas dari benda kesayangannya. "Lalu kamar kalian dimana?"
Dengan cepat Dara dan Dante menujuk kamar masing-masing. "Maksud kami," ujar Dara, ia menujuk ke arah kamar Dante, sementara Dante menujuk ke arah kamar Dara.
Hal ini membuat petugas heran dan curiga. "Kalian tidak satu kamar?" tebaknya.
Dante dan Dara sangat terlihat sedang mencari-cari alasan. "Sebagai produser profesional aku sangat sibuk, aku sering tertidur diruang kerjaku. Sehingga istriku yang sangat baik hati ini menyediakan tempat tidur diruang kerjaku," dustanya kembali, sembari menujuk ke arah kamarnya.
"Boleh aku melihatnya?"
"Ten.. Tentu saja," ujarnya Dante ragu, namun ia tetap mengantarkan mereka menuju kamarnya.
Kamar Dante terlihat seperti kamar pria pada umumnya. Baju-baju, handuk, tas hingga sepatu berserakan dimana-mana.
"Lalu kamar kalian? Boleh aku melihatnya?" pinta petugas kembali.
"Ten.. Tentu." Dara pun sama ragunya, meski ia yakin kamarnya masih jauh lebih rapih dari kamar Dante.
Ya, hanya bagian tempat tidur saja yang terlihat berantakan, itu semua karena mencari cincin kawinnya yang hilang. Namun selebihnya semua tertata rapih di lemari dan meja riasnya, bak kamar anak gadis yang sangat rajin.
"Baiklah, hasil kunjungan ini akan aku laporkan untuk dievaluasi lebih lanjut," ujar sang petugas, kemudian ia pamit dari kediaman Dara dan Dante.
Pengacara mengantar petugas hingga mobilnya, kemudian kembali lagi pada Dara dan Dante. "Aku tahu kalian menikah hanya pura-pura," ujarnya. "Tapi berusahalah menjadi pasangan yang normal, karena kalau sampai hasil penilaiannya buruk. Kalian gagal mendapatkan hak adopsi atas Dion, dan Dinsos akan mencarikan orang tua yang ideal untuk Dion."
"Tidak!" ujar Dara dan Dante bersamaan.
"Aku mohon jangan ambil Dion," ucap Dara memelas.
"Kami akan berusaha memberikan yang terbaik untuk Dion," sambung Dante.
"Penilaian bukan hanya berdasarkan fasilitas dan makanan apa yang kalian berikan untuk Dion, tapi apakah kalian mampu menjadi pasangan yang baik, karena anak bukan hanya butuh kebutuhan lahir tapi juga keluarga yang harmonis." Tutup sang pengacara, ia pun kemudian pamit pergi.
***
Baru saja Dante menutup pintu depan, dan Dara berserta Dion menghempaskan tubuh di sofa. Bel rumah kembali berbunyi.
Kali ini yang datang adalah kedua orang tua Dante. "Tumben sekali kalian datang mengunjungiku," ujar Dante mempersilahkan kedua orang tuanya masuk. "Bukankah Mama sedang tidak ada uang?"
Kedua orang tua Dante hidup didesa, mereka hampir tidak pernah mengunjungi Dante ke Jakarta, selain karena sibuk mengurus lahan di desa, kontrakan Dante yang begitu sempit membuat mereka tidak ingin merepotkan anaknya.
"Tidak, kami datang bukan untukmu," ujar Alice. "Kami datang untuk cucu dan menantu kesayangan kami." Ia dan suaminya menghampiri Dara dan Dion di sofa di ikuti oleh Dante.
"Kami baru saja menjual hasil kebun agar bisa datang kemari," ungkap Bobi.
Dara begitu tersentuh atas kebaikan kedua orang tua Dante.
"Kau pasti sudah selesai kan mensturasinya?" tanya Alice. "Kami rasa Dion tak keberatan jika memiliki adik perempuan," ia mengambil Dion dari pangkuan Dara. "Ia kan Sayang?"
Dion tertawa seolah ia telah siap menjadi kakak.
"Selama satu minggu, kami akan di sini menjaga Dion agar kalian bisa menikmati malam pengantin kalian," ucap Bobi maksud kedatangannya.
"APA???"
Dara dan Dante begitu terkejut, artinya selama satu minggu mereka harus satu kamar.
sepandainya org yg paham parenting harusnya tauu bahwa anak pasti akan keget ditempat hal2 baru
jangan2 mereka punya maksud nihh
klu menantukan seorang anak hrusnya kalian sebdiri yng mengurus bukannya pengasuh
nihh Dinsos nyaa gimana sihh
kok cepat banget yaa, langsung minta Dion gitu..emang tidak ada survei atau pengenalan thdap anaknya dulu kah..? bagaimana klu anknya tidak cocok? ini anak udah kayak barang ajaa
pleasee dehhh..BERANI KOTOR ITU BAIK
anak2 juga perlu diajarin mwngenal alam
truss salahnya dimanaa 🤣🤣
kamu tinggal balik, ambil baju kamu lalu kamu juga terbang ke Jogya menyusul Dante laaah
emang kok ya...kalian itu senangnya kok malah bikin masalah yang mudah jadi ribet kayak gini
jika ego kalian itu bisa kalian tekan maka saat ini kalian masih bisa bersama Dion tuuuuh