Info novel ada di ig syifa_sifana
Kelanjutan dari novel Terpaksa Menikahi Mantan
Niat kembali ke tanah air untuk melanjutkan kuliah, namun malah menguakkan sebuah rahasia besar.
Pertemuan yang tak disengaja membuat mereka saling memusuhi karena sebuah kejadian yang memalukan. Bersumpah tak ingin mengenal malah terjerat sebuah ikatan.
Inilah lika liku sepasang kekasih yang mejilat air ludahnya sendiri.
Bila cinta sudah berbicara, seberapa hebat dan sombongnya kamu maka akan tunduk pada orang yang kamu cintai.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Syifa Sifana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Taruhan
Hari yang indah sesuai dengan mood Kiara pada pagi ini. Setelah turun dari mobil, ia langsung pergi menghampiri mobil Amel.
Amel tersenyum kala melihat Kiara, ia buru-buru turun dari mobil dan menyapanya. “Hai!” sapa Amel mendekat.
“Hai juga!” balas Kiara tersenyum.
Amel dan Kiara berbincang-bincang sebentar di depan mobil Amel. Dari jauh Kiano melihat Amel, dia langsung memakirkan mobilnya. Lalu dengan segera ia menghampiri Amel.
“Mel!” panggil Kiano.
Amel menoleh ke arah sumber suara. “Kenapa lo pagi-pagi udah panggil gue?” tanya Amel dengan nada cuek.
“Memangnya gak boleh gue panggil pacar gue sendiri?” balas Kiano menggodanya.
“Udah ah. Malas banget gue berdebat sama lo,” ucap Amel mengakhiri pembicaraannya, menarik tangan Kiara lalu beranjak pergi.
Beep! Beep!
Mendengar suara klakson mobil, Kiano seketika menepi. Mobil Samuel melaju di depan Kiano, lalu memakirkan dengan rapi, tepat di samping mobil Amel.
Doni dan Samuel turun dari mobil dan menghampiri Kiano.
“Lo kenapa? Sepertinya gue lihat cewek yang tadi itu nyuekin lo?” tanya Doni menatap Kiano sambil melirik Amel dan Kiara yang sudah pergi jauh.
“Udah lah, yuk kita masuk!” Kiano tak ingin melanjutkan pembicaraan itu. Dia merangkul pundak kedua sahabatnya dan beranjak pergi.
Selama Amel masuk kuliah, Doni dan Samuel tidak pernah masuk sehingga mereka tidak mengenal Amel. Berbeda halnya dengan Samuel yang sudah pernah bertemu dengan Amel sebelumnya di depan sebuah restoran, tapi ia tidak terlalu fokus sehingga dari jarak jauh ia tidak mengenal Amel.
Kini mereka semua masuk ke dalam kelas. Dari sejumlah mahasiswi yang ada di dalam kelas itu, hanya Amel dan Kiara yang mengenakan hijab, selain itu mereka semua memakai pakaian yang terbuka. Amel dan Kiara sama-sama berhijab, tapi mereka memiliki karakter dan fashion yang berbanding terbalik. Amel lebih trendy dan lebih suka tegas dalam berbicara, sedangkan Kiara penampilanya sangat cupu, memakai kacamata tebal dan lebih kalem. Kiara sangat mudah ditindas, sedangkan Amel sangat mudah menindas. Persahabatan yang terjalin diantara mereka benar-benar seperti simbiosis mutualisme, sama-sama saling menguntungkan, meskipun mereka berteman tak berharap bisa memanfaatkan satu sama lain.
“Bro, itu bukannya cewek yang waktu itu gue lihat sama lo di depan restoran?” tanya Samuel saat melihat wajah Amel dengan jelas. Ingatannya langsung kembali pada saat itu.
“Iya bener. Kenapa? Lo naksir dia?” Kiano langsung nyablak dan melirik Samuel dengan serius.
“Ya gak lah. Gue mana mungkin suka cewek tertutup kayak dia. Selera gue itu body-nya harus seksi,” jawab Samuel menggambarkan lekuk tubuh wanita dengan kedua tangannya.
“Kalau gue lihat-lihat, cewek itu cantik juga,” ucap Doni tersenyum kecil saat menatap Amel yang sedang fokus membaca buku.
“Lo jangan coba-coba dekati dia!” tegas Kiano melirik sinis.
“Lah, kenapa?” tanya Doni penasaran.
“Di kampus ini semua orang tau kalau dia itu pacar gue,” jawab Kiano santai.
“What?” pekik Samuel dan Doni tersentak kaget. Matanya membelalak saat menatap Kiano. Semua mahasiswa yang ada di dalam ruanganpun ikut kaget dan seluruh mata tertuju pada mereka.
“Kalian bisa pelankan suara kalian gak sih?” gerutu Kiano celingukan dengan perasaan yang sudah kesal setengah mati.
“Ok-ok, kami minta maaf. Tapi apa benar lo pacaran sama cewek itu?” tanya Doni menurunkan nada suaranya dengan tatapan serius meminta penjelasan.
“Bro, dia kuno kayak gitu. Masa lo mau sama dia? Lo sehat, kan? Otak lo masih jalan, kan?” cerocos Samuel masih tidak percaya dengan sahabatnya itu.
“Kalian ini apa-apaan sih? Kayak emak-emak rempong aja,” tatap Kiano kesal.
“Terserah lo dah mau katain kita apa. Yang penting lo jawab dulu pertanyaan kita ini,” ujar Doni menatap butuh kepastian.
Kiano mulai menjelaskan semua kejadian yang telah terjadi antara dirinya dan Amel. Mereka berdua mengangguk-anggukkan kepalanya, menandakan mereka paham dengan apa yang disampaikan Kiano.
“Jadi, lo pacaran sama dia hanya karena mau bikin Farah jauh dari lo?” tanya Samuel.
“Yap! Bener banget,” jawab Kiano menganggukkan kepala.
“Awas! lo nanti malah suka beneran lagi sama dia.” Doni memperingati.
“Iih... amit-amit dah gue suka sama dia. Jauh banget dari ekspetasi gue,” sahut Kiano dengan ekpresi jijik.
“Kita taruhan ya,” ucap Doni serius.
“Mau taruhan apa?”
“Kalau suatu saat nanti lo beneran suka sama itu cewek, lo harus bayar kita-kita ini 10 juta,”
“Kalau gue menang gimana? Kalian yang ngasih uang untuk gue masing-masing 10 juta,” balas Kiano menatap mereka berdua.
“Ok. Deal,” ucap Doni.
“Deal.” Kiano tersenyum, ia sangat yakin dengan kemampuan dirinya sendiri. Hatinya tak akan terketuk dengan Amel, meskipun Amel berinisiatif menggodanya.
“Lo yakin kita akan menang?” bisik Samuel pada Doni.
“Tenang aja, gue yakin banget kita akan menang. Coba lo lihat aja itu cewek! Gue rasa dia punya karisma tersendiri yang bikin lelaki tertarik dengan dia,” jawab Doni tatapan tak pernah berpaling dari wajah Amel.
“Jangan bilang lo suka sama dia juga?” Samuel menduganya.
Doni tersenyum kecil dan beranjak pergi. Dia mencari kursi kosong yang berada di samping kiri Amel, lalu duduk di sana.
“Eh, anak itu ngapain duduk di sana?” Kiano mulai kesal dengan sikap Doni yang seakan menikung dirinya.
“Lo kan gak suka sama cewek itu. Biarin aja Doni mendekati dia,” sindir Samuel menepuk pundak Kiano.
“Iya tapi gak gini jugalah. Apa kata orang-orang nanti?” balas Kiano berdalih tentang apa yang ia rasakan saat ini.
“Haa... jangan bilang lo udah mulai suka sama cewek itu,” celetuk Samuel menyeringai.
“Gak lah. Apa-apaan sih lo.” Kiano gugup dan beranjak pergi.
“Selangkah lagi kita bakalan menang, Cuy.” Samuel terkekeh dan mengikuti Kiano.
Doni meletakkan tasnya. Dia menompang kepalanya dengan tangan kiri, lalu menatap wajah Amel dari samping. Amel merasa ada yang mentap wajahnya, seketika ia berpaling.
“Hai cewek!” sapa Doni tersenyum kecil.
Amel hanya meliriknya dengan ujung mata lalu kembali fokus pada buku di tangannya.
“Sombong banget sih?” ucap Doni terus berusaha agar bisa mengobrol dengan Amel.
Amel menganggapnya tidak penting dan tak ingin meladeni lelaki seperti itu.
“Kita ini teman sekelas, masa iya lo nyuekin gue?” sambung Doni tak pantang menyerah.
Amel mendengus kasar, lalu menoleh dan menatap Doni. “Ada apa?” tanyanya cuek.
“Kita belum kenalan sebelumnya. Kenalin dulu, nama gue Doni,” ucap Doni mengulurkan tangannya.
“Amel!” jawab Amel singkat tak menyambut uluran tangan Doni.
“Nama yang bagus,” ucap Doni meletakkan tangannya kembali dia atas meja.
“Hmm... makasih,” jawab Amek cuek dan kembali fokus pada buku.
“Lo tinggal dimana?”
Amel tak lagi menjawabnya. Kiano terkekeh saat melihat usaha Doni merayu Amel hanya sia-sia.
“Rasain lo. Emang enak dikacangin,” gumam Kiano puas.
Kiano memberi isyarat pada Kiara untuk pindah. Tatapan Kiano sangat mengerikan bagi Kiara, ia langsung pindah ke kursi kosong yang tidak jauh dari Amel.
“Sayang!” sapa Kiano sambil duduk.
Amel menoleh dan melihat Kiara tak lagi duduk di kursi sebelahnya.
“Lo ngusir Kiara, ya?” tanya Amel menatap serius.
“Iya, kenapa?” balas Kiano.
“Gak ada sopan-sopannya main ambil kursi orang aja,” hardiknya.
“Masa bodoh.”
“Dasar gila,” gerutu Amel kesal dengan sikap Kiano yang semena-mena.
Baru saja Kiara menduduki kursi, tiba-tiba Farah datang menghampirinya. “Cepat pindah!” titahnya dengan gaya sombong.
Kiara terkejut, dia melihat ke seluruh ruangan untuk mencari kursi kosong, ternyata itu ada di belakang. Dengan kondisinya yang saat ini, ia sama sekali tidak bisa duduk di belakang, karena ia tidak bisa fokus dengan pelajaran yang akan diperolehnya dari dosen.
“Cepatan pindah!" tegas Farah meninggikan suaranya.
“I–iya,” ucap Kiara gemetaran sambil membereskan buku yang ada di atas meja.
“Lama banget sih.” Farah mengambil buku Kiara dan melemparnya ke sembarang arah, lalu menarik paksa tangan Kiara dan mendorongnya hingga Kiara terjatuh ke lantai.
Brak...
Amel mengebrak meja dan menghampiri mereka dengan murka. Tanpa menegur, Amel langsung mendorong Farah hingga terjatuh ke lantai.
“Aww...” pekik Farah.
Semua orang terkejut melihat mereka kejadian itu. Sedangkan Kiano hanya tersenyum.
“Kamu gak apa-apa?” tanya Amel membantu Kiara bangun.
“Aku baik-baik saja. Makasih ya.” Kiara tersenyum.
“Sekarang kamu duduk disini!” ucap Amel menuntun Kiara duduk di kursi semula.
“Kalau ada yang berani menindasmu disini, bilang sama aku. Biar aku yang membalasnya untukmu,” ucap Amel memperingati mereka dengan tatapan murka.
Yesi dan Zira membantu Farah bangun. “Hei, lo berani ya sama gue? Lo gak tau kalau lo dikeluarin dari kampus ini?” kecam Farah menatap Amel.
“Siapa yang berani keluarin gue dari kampus ini?” tanya Amel dengan tatapan menantang.
“Gue,” jawab Farah spontan.
“Lo? Anak gak akhlak? Siapanya lo mau keluarin gue dari sini?” sahut Amel mengejeknya.
“Berani sekali dia, apa dia gak tau bokapnya Farah sangat berpengaruh di kampus kita,” bisik mahasiswa lain.
“Berani lo nentangin gue? Lo akan menyesal,” kecam Farah menggepal tangannya.
“Dengar ya yang ada disini! Siapapun kalian, gue gak akan takut. Mungkin iya kalian dari keluarga yang berkuasa di sini, tapi bukan berarti kalian bisa nginjak harga diri kita. Setau gue ini bukan lagi masa penjajahan yang bisa kalian tindas orang seenaknya saja. Jangan kira kami miskin gak bisa melawan kalian, tapi mari kita buktikan dengan kemampuan otak kita. Siapa yang bisa memiliki IPK tertinggi dialah yang berkuasa, gimana?” ucap Amel menatap mereka semua dengan serius.
“Gue setuju,” ucap Kiano mengacungkan tangan.
Melihat Kiano, merekapun ikut-ikutan mengacungkan tangan.
“Semua orang sudah menyetujuinya, gimana menurut lo?” tanya Amel menatap Farah dengan senyuman di bibirnya.
“Ok, gue setuju,” jawab Farah.
"Lo yakin mau lawan dia dengan cara kayak gini?" bisik Yesi.
"Udah lah, lo tenang aja. Dia gak seberapa dengan gue, dia pikir dia siapa mau tantangi gue dengan IQ rendahan dia itu," jawab Farah sombong.
"Gue percaya sama lo," ucap Zira.
Amel pergi mengambil buku Kiara, lalu menyerahkan padanya.
“Makasih banyak,” ucap Kiara.
“Sama-sama.” Amel tersenyum dan kembali duduk di kursinya.
"Ngapain masih berdiri di sana? Sana duduk!" ucap Kiano menatap Farah.
Farah menggepal tangan, dengan perasaan kesal setengah mati, ia pun duduk di kursi belakang bersama dengan teman-temannya itu.
Itu bersaudara.
panggilan itu, aku tidak bisa melupakannya sampai sekarang.
jika aku merindukannya aku sangat berdosa, tp apa yg harus aku lakukan? maafkan aku tuhan, i really miss him:')