Amora, seorang gadis bangsawan yang muak dengan semua aturan yang mengekang pada awalnya hanya ingin keluar dari kediaman dan menjelajahi dunia bersama pelayan pribadinya
Menikmati kebebasan yang selama ini diambil secara paksa oleh kedua orang tuanya pada akhirnya harus menerima takdirnya
Sebagai gadis yang terlahir dengan berkat kekuatan suci, dia memiliki kewajiban menjaga perdamaian dunia.
Amora yang pada awalnya masih berusaha menghindari takdirnya dihadapkan pada kenyataan pahit.
Fitnah keji telah menjatuhkan keluarga Gilbert.
Amora Laberta de Gilbert, merubah niat balas dendamnya menjadi ambisi untuk menegakkan keadilan karena kekuatan suci dalam tubuhnya, menghalanginya.
Demi memuluskan tujuannya, Amora menyembunyikan identitasnya dan bergabung dalam tentara.
Mengawali karir militernya dari tingkat paling rendah, Amora berharap bisa menjadi bagian dari pasukan elit yang memiliki tugas menegakkan keadilan dimana itu selaras dengan tujuannya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon julieta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BERUSAHA MENGIKHLASKAN
Amora melatih elemen alam yang baru saja didapatkannya bersama sang guru di padang rumput yang berada di halaman belakang balai pengobatan.
Dalam tengah-tengah latihan, dada Amora tiba-tiba terasa sangat sakit sehingga diapun melambaikan satu tangan kearah gurunya, tanda menyerah.
Solan yang baru pertamakali melihat Amora menyerah dalam latihan yang baru berjalan selama lima menit merasa sedikit bingung.
Melihat wajah pucat dan nafas tersengal-sengal Amora, Solan merasa ada sesuatu yang tidak beres sehingga diapun berjalan mendekati muridnya yang kini tubuhnya sedikit membungkuk sambil berusaha menstabilkan pernafasannya.
"Ada apa, kenapa wajahmu sangat pucat? ",tanya Solan penuh kekhawatiran.
"Dadaku sangat sakit guru",ujar Amora sambil menepuk-nepuk dadanya yang terasa sangat menyesakkan, seakan ada beban berton-ton yang menghantamnya, membuatnya kesulitan bernafas.
Solan memeriksa nadi Amora. Tak menemukan apapun yang salah, dia yang melihat Amora masih terlihat kesulitan bernafas mencoba membantunya.
"Tarik nafas dalam dan hembuskan secara perlahan. Hilangkan rasa marah dan dendam dalam hatimu",ujar Solan.
Begitu perintah sang guru dijalankan, batu besar yang tadi seolah menghimpit dadanya tiba-tiba menghilang tanpa bekas.
Melihat dugaannya benar, Solan pada akhirnya bisa bernafas dengan lega.
Hati manusia adalah sesuatu yang rumit dan mudah terkontaminasi. Menjaga hati agar tetap bersih sangatlah sulit, akan ada banyak hal yang senantiasa menggoda untuk mengotorinya.
Tampaknya, pengalaman pahit yang baru saja Amora rasakan cukup membuat gadis kecil itu terpukul sehingga secara tak sadar telah mengotori hatinya yang bersih.
Sebagai guru, Solan patut untuk mengingatkannya. Apalagi sekarang, Amora telah menjadi gadis terpilih, dimana beban berat akan segera berada dipundaknya.
Menjaga kedamaian dunia dari angkara murka dan keserakahan manusia serta hasutan iblis yang terus datang menghampiri orag-orang yang serakah dan haus kekuasaan sangatlah tidak mudah, maka dari itu Solan pun harus mulai membimbing Amora dari sekarang.
Setelah melihat Amora sudah terlihat lebih tenang, Solan segera menyuruh muridnya itu untuk duduk di sebuah kursi beton yang ada ditepi padang rumput.
"Elemen cahaya adalah elemen yang suci. Diperlukan hati yang bersih agar kekuatan tersebut bisa bekerja dengan baik"
Apa yang Solan ucapkan membuat Amora tersadar. Ternyata, kehilangan seseorang yang sangat berarti baginya membangkitkan api kemarahan dan dendam yang tanpa sengaja telah mengotori hatinya.
Selama latihan tadi, Amora telah bertekad dalam hatinya akan mencabik-cabik semua orang yang telah memfitnah dan membunuh keluarganya.
Ternyata rasa sakit dan amarah yang berkobar telah menodai kemurnian hatinya yang selama dua belas tahun ini dia jaga dengan baik.
Bahkan perlakuan tak adil yang selama ini didapatkannya, juga perlakuan berbeda yang diterapkan oleh kedua orang tuanya, sama sekali tak membuat Amora merasa iri hati.Dia memaklumi semua hal yang terjadi padanya dan menerima semuanya dengan hati lapang.
Tapi kini, ketika dia mengingat bagaimana Klara mati didepan matanya, dengan puluhan anak panah menancap dipunggungnya hingga tembus kebagian dadanya, rasa marah, benci dan sakit hati berlomba-lomba datang tanpa bisa dia cegah.
Kehilangan Klara membuat Amora merasa hancur, bahkan berita kematian ayah dan kakaknya serta kematian sang ibu yang dia lihat didepan matanya, tak membuatnya terpuruk, hingga kematian Klara, membuat dunianya terasa hancur.
Amora yang sudah tersadar akan kesalahannya, kini mulai bangkit, menatap sang guru dengan sendu."Maafkan aku guru", ucapnya penuh penyesalan.
Solan yang mengerti akan kemarahan serta kesedihan yang Amora rasakan, hanya bisa mengangguk pelan. Kehilangan keluarga dan orang-orang yang kita sayangi, dalam waktu satu malam akibat fitnah keji yang dibuat oleh para manusia tak bermoral yang serakah, tentu akan membuat kita sangat terpukul.
Menanggung beban seberat itu diusianya yang masih kecil, kondisi Amora yang masih bisa ceria seperti ini sudah merupakan hal yang sangat baik.
Jika orang normal, mungkin Amora sudah akan menjadi gila. Jika tidakpun, mentalnya pasti tidak baik-baik saja melihat semua orang yang disayanginya meninggal didepan matanya.
Sebenarnya, menyimpan dendam adalah hal yang wajar bagi orang normal pada umumnya, tapi hal itu merupakan pantangan bagi pemilik elemen cahaya seperti mereka, karena setiap kali hati mereka kotor maka kekuatan tersebut akan berbalik menyakiti diri mereka sendiri, seperti apa yang baru saja Amora rasakan.
Menyadari jika penyakit hati membuatnya merasa sakit dan lemah, dengan sekuat tenaga, Amora berusaha memadamkan api amarah yang masih berkobar setiap kali dia mengingat kematian Klara dan orang tuanya serta teman-temannya.
Selain memadamkan api amarah dalam hatinya, Amora juga berusaha menghilangkan dendam dalam hatinya.
Meski sulit, namun dia akan berusaha keras untuk membersihkan hatinya dari segala hal yang mengotorinya.
“Aku tidak boleh kalah. Demi pengorbanan Klara, dan juga semua orang, aku harus bisa ikhlas melepaskan semuanya”, batinnya penuh tekad.
Amora yang membutuhkan waktu sendiri, segera berdiri, "Guru, aku akan bermeditasi untuk menjernihkan pikiran dan membersihkan hatiku agar latihan yang akan kulakukan nanti bisa maksimal", ujarnya sambil membungkuk hormat sebelum berbalik pergi menuju ruang pribadinya.
Begitu sampai didalam kamar, Amora segera naik keatas ranjangnya, dan duduk dalam posisi lotus.
Begitu kedua matanya tertutup, suara Klara terdengar nyaring ditelinganya, membuat butiran bening mengumpul dipelupuk mata yang terpejam.
“Kebahagiaan nona adalah kebahagiaan saya”
“Nona harus kuat agar bisa membawa kebanggaan bagi keluarga Gilebert”
“Nona, saya akan selalu bersama dengan nona. Kemanapun nona pergi, saya pasti akan ikut. Seperti buntut yang menempel ditubuh nona”
“Bagaimanapun keadaan nona nanti, saya akan selalu menyayangi nona dengan sepenuh hati. Jadi nona jangan pernah merasa takut, karena saya akan selalu ada untuk nona”
“Saya sangat menyayangi nona karena nona adalah hidup saya”
Semua kata-kata yang selama ini selalu Klara lontarkan dengan wajah tulus terus muncul dalam kepala Amora, bagaikan slide film yang terus berputar tanpa henti, hingga satu kalimat terakhir, sebuah kata yang tak pernah Amora dengar terlintas dalam benaknya.
“N-nona...maaf, saya tak bisa menepati janji saya untuk selalu bersama anda. Meski begiu, nona jangan takut, saya akan selalu menjaga anda dari atas sana”
Ucapan Klara yang tersendat-sendat, seolah menahan rasa sakit yang teramat sangat, meruntuhkan pertahanan diri Amora yang langsung jatuh, menangis tersedu-sedu didalam kamarnya.
Suara tangisan Amora cukup keras hingga Solan dan beberapa muridnya yang berada dalam ruangan tak jauh dari kamarnya mendengar tangisan menyayat hati itu.
“Guru, apa tidak apa-apa membiarkannya sendiri?”, tanya salah satu murid perempuan yang duduk diseberang meja dimana Solan sedang berdiskusi dengan para murid seniornya.
Wanita bernama Marry tersebut, pernah menangani beberapa pasien yang mengalami kejadian hampir serupa dengan Amora.
Rata-rata orang yang pernah mengalami kejadian buruk seperti itu, akan mengalami traumatis yang hebat.
Luka didalam hati mereka tak akan benar-benar sembuh meski kewarasan mereka telah kembali.
Amora, gadis kecil itu masih berusia dua belas tahun. Usia yang masih sangat muda untuk bisa menanggung semua beban hidup yang berat itu sendirian.
“Amora adalah gadis yang kuat. Biarkan dia melepaskan semuanya agar ganjalan didalam hatinya menghilang”
Solan sangat yakin, ini adalah cara gadis kecil itu untuk melepaskan rasa sakit dan dendam yang ada dalam hatinya.
Meluapkannya seperti dengan menangis, mungkin bagi Amora merupakan cara yang ampuh sebelum dia pada akhirnya bisa bangkit dan kembali menjalani hidup dengan semangat yang baru.
Marry yang mendengar ucapan gurunya, mengurungkan diri untuk melihat kondisi Amora dan tetap diam melanjutkan rapat yang sempat tertunda oleh suara tangisan Amora yang menyayat hati.
Tubuh Amora luruh, kepala gadis itu tertunduk dalam, surai hijau kehitaman bagaikan lumut yang menutupi wajahnya yang banjir air mata.
Kedua tangannya, bertumpu pada sprei putih didalam kamarnya, mencengkeram kuat hingga hampir robek saking kuatnya cengkeraman itu.
“Klara”, isaknya pelan.
Pagi itu, puluhan burung yang hinggap didahan pohon yang ada tepat disamping kamar Amora, menjadi saksi keterpurukan seorang gadis yang selama beberapa waktu terakhir ini, berusaha terlihat tegar.
Sementara sang mentari, memilih menyembunyikan sinarnya dibalik awan mendung yang tiba-tiba muncul dilangit, membuat pagi yang semula cerah menjadi sendu, seolah alam juga ikut merasakan kesedihan yang Amora rasakan.
Solan yang melihat perubahan fenomena alam, tersenyum penuh makna. Tampaknya, alam telah mengakui sepenuhnya gadis itu sehingga mereka juga turut merasakan duka yang gadis kecil rasakan saat ini.