Gagal menikah!One night stand dengan pria asing yang tak dikenalnya.
Anggun terancam dijodohkan oleh keluarganya, jika dia gagal membawa calon suami dalam acara keluarga besarnya yang akan segera berlangsung.
Tapi secara tak sengaja berpapasan dengan pria asing yang pernah bermalam dengannya itu pun langsung mengajak si pria menikah secara sipil.Yang bernama lengkap Sandikala Mahendra.Yang rupanya Anggun tidak tahu siapa sosok pria itu sebenarnya.
Bukan itu saja kini dia lega karena bisa menunjukkan pada keluarga besarnya jika dia bisa mendapatkan suami tanpa dijodohkan dengan Darma Sanjaya.
Seorang pemuda playboy yang sangat dia benci.Karena pria itu telah menghamili sahabat baik Anggun tapi tidak mau bertanggung jawab.Pernikahan asal yang dilakukan Anggun pun membuat dunia wanita itu dan sekaligus keluarga besarnya menjadi berubah drastis dalam sekejap.
Akankah pernikahan Anggun berakhir bahagia?Setelah mengetahui siapa sosok pria itu sebenarnya?Atau malah sebaliknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mitha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6 - Bertemu Maya Di Acara
Pagi pertama sebagai Nyonya Kala dimulai lebih cepat dari yang Anggun perkirakan.
Ketika matanya baru saja terbuka, seorang wanita paruh baya dengan seragam rapi sudah berdiri di dekat tempat tidur, membawa nampan berisi secangkir teh dan sepiring kecil kudapan pagi.
"Selamat pagi, Nyonya. Ini teh pagi Anda. Pak Kala meminta Anda untuk bersiap dalam waktu satu jam. Sekretarisnya sudah menunggu di ruang kerja untuk memberikan agenda hari ini."
Anggun menatap wanita itu dengan bingung sebelum melirik ke arah Kala yang masih berbaring di sebelahnya. Pria itu tampak segar meskipun baru bangun tidur, dan seolah sadar akan kebingungannya, ia hanya tersenyum tipis.
"Bangunlah, Anggun. Hari ini kita punya banyak jadwal."
Tanpa menunggu jawaban, Kala bangkit dari tempat tidur dan berjalan menuju kamar mandi. Anggun, yang masih mencoba memahami situasi, akhirnya menarik napas dalam dan bangkit juga.
Setelah mandi dan berpakaian, ia berjalan menuju ruang kerja Kala. Di sana, seorang wanita dengan penampilan profesional sudah duduk dengan beberapa dokumen di tangannya. Anggun langsung bisa menebak bahwa inilah sekretaris Kala.
"Selamat pagi, Nyonya Anggun. Saya Rina, sekretaris pribadi Pak Kala. Mulai hari ini, ada beberapa agenda yang harus Anda hadiri sebagai bagian dari keluarga besar."
Anggun berusaha menyembunyikan keterkejutannya. "Agenda?"
Rina mengangguk. "Ya, selain tugas Pak Kala dalam mengelola bisnisnya, ada juga acara keluarga yang melibatkan Anda sebagai istrinya. Pertemuan sosial, perjamuan, serta beberapa acara amal yang dikelola keluarga. Untuk hari ini, Anda akan menemani Pak Kala dalam rapat keluarga besar, lalu menghadiri jamuan makan siang dengan para istri kolega Pak Kala."
Anggun menelan ludah. Ia tidak pernah menyangka bahwa menikah dengan pria sekaya Kala berarti dirinya harus terlibat dalam semua urusan ini. Ia hanya mengira kehidupannya akan berjalan biasa saja, hanya berstatus istri seorang pria kaya. Tapi kenyataannya jauh lebih rumit.
Kala yang sedari tadi hanya mendengarkan, akhirnya membuka suara. "Jangan terlalu dipikirkan, Anggun. Kau hanya perlu bersikap seperti biasanya."
Anggun melirik suaminya. "Seperti biasanya? Aku bahkan tidak pernah menghadiri acara seperti ini sebelumnya."
Kala tersenyum. "Itulah sebabnya kau harus belajar."
Hari itu dimulai dengan rapat keluarga besar di rumah keluarga Kala yang lebih megah daripada yang Anggun bayangkan. Di sana, ia diperkenalkan kepada para anggota keluarga yang sebagian besar merupakan pengusaha dan pejabat penting. Meski berusaha tampil percaya diri, Anggun tak bisa mengabaikan tatapan menilai dari beberapa wanita yang tampaknya masih meragukan keberadaannya.
Setelah rapat yang terasa panjang, Anggun nyaris tidak punya waktu bernapas karena langsung harus menghadiri jamuan makan siang dengan para istri kolega Kala. Di sinilah ia benar-benar merasa seperti orang asing.
Wanita-wanita itu berbicara tentang bisnis, mode, dan rencana amal dengan bahasa yang seolah memiliki kode tersendiri. Sesekali mereka menatapnya dengan senyum ramah, tapi Anggun bisa merasakan bahwa mereka sedang menilai dan menguji dirinya.
"Jadi, Nyonya Anggun," salah satu wanita akhirnya berbicara langsung padanya. "Apakah Anda memiliki pengalaman dalam mengelola yayasan amal? Atau mungkin pernah aktif dalam komunitas sosial?"
Anggun terdiam sesaat. Ia tahu ini pertanyaan jebakan. Ia bisa saja mengatakan tidak dan membiarkan mereka meremehkannya, atau mencoba memberikan jawaban yang lebih diplomatis.
Dengan tenang, ia tersenyum. "Saya memang belum memiliki pengalaman langsung, tapi saya yakin bisa belajar dengan cepat. Apalagi, saya memiliki suami yang bisa membimbing saya dalam memahami dunia ini."
Beberapa wanita tampak terkejut dengan jawabannya, sementara yang lain saling bertukar pandang. Kala, yang duduk di sampingnya, tersenyum tipis dan meletakkan tangannya di atas tangannya, memberikan dukungan dalam diam.
Hari itu terasa begitu panjang bagi Anggun, dan ketika akhirnya mereka kembali ke rumah, ia merasa tubuhnya benar-benar lelah.
Kala menatapnya dengan ekspresi tenang. "Bagaimana harimu?"
Anggun mendesah. "Melelahkan. Dan aku masih harus beradaptasi dengan semua ini."
Kala mengangkat alis. "Tapi kau melakukannya dengan baik. Aku melihat bagaimana kau menangani para istri kolega tadi. Jawabanmu cukup cerdas."
Anggun menatapnya lelah. "Apa kau meragukanku sebelumnya?"
Kala tersenyum samar. "Bukan meragukan. Hanya ingin melihat bagaimana kau beradaptasi."
Anggun menggeleng, lalu duduk di tepi ranjang. "Aku hanya ingin tidur. Jangan katakan kalau besok ada agenda lagi."
Kala tertawa kecil. "Tentu saja ada. Selamat datang di kehidupanku, Anggun."
Anggun menatapnya dengan lelah sebelum akhirnya merebahkan diri. Ia tahu hidupnya telah berubah, dan ia harus siap menghadapi segala tantangan yang akan datang.
"Kau, akan terbiasa mengikuti semuanya."
Anggun mengangkat alis. "Aku harus ikut semuanya?"
Kala akhirnya menatapnya. "Kau sekarang adalah istriku. Orang-orang ingin melihat kita bersama."
Anggun menahan desahannya. Ini baru hari pertama, dan ia sudah merasa lelah.
Malam bukanlah akhir, karena kini Anggun sudah bersama dengan Kala di sebuah acara.
Acara amal yang berlangsung di sebuah hotel mewah itu tampaknya menjadi pusat perhatian banyak kalangan. Para sosialita, pebisnis, dan keluarga berpengaruh hadir di sana. Kala dengan mudah membaur di tengah mereka, berbincang dengan wajah-wajah penting.
Anggun berusaha tetap tenang, meski ia merasa canggung. Ia berjalan menuju meja minuman, mencoba menikmati suasana. Namun, langkahnya terhenti ketika seseorang memanggil namanya.
"Nyonya Kala."
Suara itu membuatnya menoleh. Seorang wanita bergaun merah berdiri di hadapannya dengan senyum sinis.
Maya.
"Anggun, akhirnya kita bertemu lagi dengan suasana yang lebih baik," kata Maya dengan nada manis yang terdengar palsu.
Anggun mengeraskan rahangnya. "Apa yang kau inginkan?"
Maya tertawa kecil. "Santai saja. Aku hanya ingin mengenal wanita yang menggantikan posisiku."
"Kau tidak perlu mengenalku," balas Anggun. "Kala sudah membuat pilihannya."
Senyum Maya tidak luntur. "Kau pikir semua ini sudah selesai hanya karena cincin di jarimu? Percayalah, pernikahan dengan Kala tidak semudah itu."
"Dan kau pikir aku takut?" Anggun menantangnya.
Mata Maya menyipit. "Kita lihat saja siapa yang akan bertahan lebih lama di sisi Kala."
Sebelum Anggun bisa membalas, Maya berbalik dan pergi, meninggalkan udara penuh ketegangan di antara mereka.
Saat Anggun kembali ke sisi Kala, pria itu menatapnya dengan tatapan tajam. "Apa yang dikatakannya padamu?"
Anggun menatapnya sejenak sebelum menjawab, "Bahwa aku tidak akan bertahan lama."
Kala menghela napas dan meraih tangannya. "Sayang, jangan dengarkan dia. Aku tidak akan membiarkan siapa pun menyentuhmu."