Demi menjalankan misinya mencari tahu mengenai pelaku pembantaian massal keluarga Anthony, dengan rela Tuan Vigor menikahkan putri tunggalnya dengan seorang mafia yang merupakan putra sahabatnya untuk melancarkan misinya dan mendapatkan harta yang ia inginkan. namun lain halnya dengan si mafia, yang mempunyai tujuan lain dengan adanya ia masuk kedalam keluarga elit itu untuk bisa menguasai dan mengendalikan keluarga itu lewat Calon istrinya yang saat ini mendapat julukan Bloody Queen.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vionnaclareta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
akhir cerita
20 tahun yang lalu.
Setelah mendorong Gadis kecil itu Keluar dari dalam mobil, mobil hitam itu terus melaju begitu cepat tanpa haluan hingga pada akhirnya menerobos pembatas jalan dan terjun bebas ke jurang, namun sebelum itu anak laki laki itu berhasil melompat keluar dari dalam mobil, tubuhnya terbentur begitu keras di jalanan aspal, ia merasakan sakit yang begitu luar biasa di kaki kanan dan tangan kirinya hingga membuat nya begitu melemah dan menangis.
Anak laki laki itu menangis sejadi jadinya di tempat gelap itu, rasa sakit, kecewa dan takut tercampur aduk di dalam hatinya.
"Ya tuhan apa kau baik baik saja?" Tanya seorang anak laki laki yang kini sedang berdiri menyaksikan kejadian yang baru saja terjadi di sana.
Anak itu berpenampilan begitu lusuh dan berantakan dengan celana pendek dan baju compang camping. " Apa kau baik baik saja," tanyanya yang kedua kali sebab ia melihat sendiri anak itu melompat keluar dari dalam mobil.
Varo menghentikan tangisnya dan berusaha bangkit dengan kakinya, ia berjalan pincang ke arah anak itu sembari menatap tajam ke arahnya.
"Maukah kau membantuku?"
"Membantu mu apa?"
"Membantuku menjaga adik perempuan ku." Jawabnya sembari terus mendekat kearah anak itu yang semakin berjalan mundur menghindari nya.
"Adik perempuan mu? Bagaimana caranya?"
"Dengan cara menggantikanku." Ucapnya yang kemudian mendorong kuat anak itu hingga jatuh ke jurang bersama mobil yang sudah terbakar di bawah sana.
Varo menatap tajam ke arah kobaran api yang begitu besar di bawah sana seakan kobaran api itu kini juga menyulut api amarah yang ada di hatinya.
***
Kini matahari bersinar begitu teriknya menyambut dunia yang selalu ceria. Kini masih di posisi yang sama Yoona kini perlahan membuka kedua matanya di atas kasur empuknya menatap langit langit atap yang masih terlihat sangat asing baginya.
Gadis itu melihat ke sekelilingnya dan hanya mendapati dirinya yang saat ini tengah sendirian di ruang kamar yang begitu remang remang sebab cahaya matahari yang tidak bisa masuk karena tirai .
Yoona menatap kearah jam dinding dan terlihat jam telah menunjukkan pukul 10 pagi. "Ahh siall dia benar benar menghajar ku hingga jam empat pagi, sekarang dimana dia." Kesalnya sembari bangkit dari tidurnya dan merasakan rasa sakit di seluruh tubuhnya.
Dia beranjak turun dari tempat tidurnya dan berjalan menuju ke arah kamar mandi. Gadis itu meredam tubuhnya di bathtub yang berisi penuh air hangat untuk menghilangkan rasa sakit dan pegalnya.
Setelah puas bermain air, ia pun akhirnya keluar dari kamar mandi dan memakai pakaian yang Leo bawakan.
Gadis itu berjalan ke arah dapur sembari memainkan ponselnya bermaksud untuk mengambil air minum di kulkas, namun saat ia ingin membuka pintu kulkasnya itu, pandangannya tiba tiba teralihkan pada makanan yang ada di atas meja makan.
"Apa itu, apa dia yang membuatkannya untukku." Ucapnya saat melihat sepiring pancake dengan di lengkapi telur goreng dan sosis disana.
Yoona menyeringai singkat sembari duduk di kursi yang ada disana. Gadis itu mengambil secarik kertas yang terlipat rapi di bawah piring.
Yoona menyantap hidangan yang sudah Leo buatkan untuknya, namun saat ia baru memakan dua suap tiba tiba pintu kamar itu terbuka oleh seseorang.
"Good morning kakak ipar"
"Vina, bagaimana kau bisa masuk kemari."tanya nya sebab yang punya kunci kamar itu hanyalah dia dan juga Leo.
"Kak Leo memberikan kartu kamar ini tadi padaku, dia menyuruhku untuk menemanimu sebentar, tadi sebenarnya aku sudah kemari, tapi kau masih tidur." Jawabnya sembari duduk di kursi samping Yoona.
"Wahh apa itu kau yang membuat sendiri?" Tanyanya saat sorot matanya menatap ke arah sepiring makanan milik Yoona.
"Tidak, Leo yang membuatnya."
"Apa, kak Leo yang membuatnya?" Tanyanya dan membuat gadis di depannya itu mengangguk.
"Apa kau mau sup Vina, Leo tadi juga membuat sup, kebetulan aku tidak terlalu suka sup" tawarnya.
"Boleh, kalau dipikir-pikir sudah lama sekali aku tidak memakan masakan kak Leo, aku sedikit terkejut dia mau memasak untukmu kakak ipar." Celotehnya sementara Yoona mulai bangkit dari tempat duduknya untuk mengambil sup yang masih ada di dalam microwave.
Namun saat ia berdiri entah kenapa tiba-tiba kepala nya begitu pusing, semua makanan yang baru saja masuk kedalam perutnya entah kenapa ingin terdorong lagi untuk keluar dari dalam mulutnya, pandangannya seketika buram sehingga membuatnya tidak bisa menyeimbangkan kedua kakinya dan hanya bisa mencengkram erat ujung meja agar ia tidak terjatuh.
"Astaga Kakak ipar, kenapa? Kau baik baik saja?" Tanyanya yang khawatir dan sontak menyangga tubuh Yoona.
Vina mendudukan kembali Yoona di tempat duduknya "apa kau baik baik saja, apa kau sakit?"
Yoona menggeleng "ambilkan aku air Vina." Pintanya dan membuat gadis itu langsung mematuhi perintah iparnya itu.
"Apa kau sedang sakit, apa kak Leo tahu kondisi mu saat ini?" Tanyanya lagi sebab mengingat kejadian semalam juga hanya Vina yang tahu.
"Meskipun dia tahu pun, tidak ada gunanya, apa pedulinya padaku" jawabnya, Vina sedikit terkejut dengan jawaban kakak iparnya, dia tidak pernah menyangka akan mendengar jawaban seperti itu.
Vina duduk di kursi yang ada di samping Yoona, "kakak ipar, aku memang tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi pada kalian, bagaimana hubungan kalian dan aku juga tidak ingin mengetahuinya karena itu privasi rumah tangga kalian."
"Tapi ketahuilah sejahat jahatnya kak Leo, sekejam kejamnya kak Leo pada wanita menurutku dia memperlakukan mu begitu spesial beda dari yang lainya, dia hanya menggertak dari omongan tapi tidak dengan tindakannya iya kan, sekarang katakan dibagian mana kak Leo pernah melukai mu?" Tanyanya hingga membuat Yoona berpikir.
Vina menghela nafas panjang sembari menatap hidangan yang tersaji di meja lalu mengambil semangkuk sup yang ada di dalam microwave. "Kak Leo bukan tipe orang yang suka bangun pagi hanya untuk memasak, dia lebih baik kelaparan dari pada harus memotong bawang, tapi lihatlah dari hal kecil ini saja aku bisa menyimpulkan batapa pedulinya dia padamu kakak, aku yakin dia pasti akan sedih jika melihat mu kelaparan apalagi sampai sakit." Lanjutnya.
Vina tersenyum tipis sembari mengambil sesendok sup dan menyodorkan nya pada Yoona. "Makanlah, mungkin ini bisa membuat kondisi mu lebih baik." Pintanya sehingga membuat Yoona menerima suapan yang Vina berikan padanya.
"Aku sebenarnya heran, kenapa kau dan Leo terlihat begitu berbeda." Ucap Yoona setelah membandingkan Leo dan adiknya, menurut nya sifat Vina begitu bertolak belakang dengan kakak laki lakinya.
"Yahh karena kita memang berbeda, sangat berbeda, itulah kenapa aku disini" jawabnya singkat sementara Yoona hanya diam menatap gadis yang raut wajahnya kini penuh dengan beban dan kegelisahan.
Drttt drrttt
Suara dering telepon terdengar di antara mereka sehingga membuyarkan suasana disana. Yoona mengambil ponsel genggamnya dan melihat ada sebuah telepon masuk disana.
"Apa kak Leo yang menelpon mu?" Tanya Vina dan Yoona menggelengkan kepalanya sembari mengangkat panggilan yang masuk ke ponselnya itu.
yoona mulai mendengar suara yang kini berbicara padanya melalui ponsel genggam nya, percakapan mereka mungkin terlihat begitu singkat namun membuat raut wajah Yoona seketika berubah dan membuat suasana disana semakin canggung.
"Tidak mungkin, kirimkan lokasinya padaku, aku akan segera kesana." Ucapnya Yoona yang terakhir kalinya sebelum ia menutup teleponnya itu.
"Ada apa kak, apa terjadi sesuatu?" Tanyanya namun Yoona sama sekali tidak menjawab pertanyaan-pertanyaan itu dan pergi begitu saja meninggalkan Vina seorang diri disana.
"Kakak ipar tunggu." Panggilnya yang langsung berlari menyusulnya.
Langkah Yoona begitu cepat melewati lorong hotel yang kini terlihat begitu sunyi. Gadis itu memencet tombol lift dan ketika pintu lift itu terbuka terlihat dua pria yang terlihat tidak asing baginya.
"Ohh Yoona, Vina, kalian mau kemana?" Tanya Laurent sembari keluar dari dalam lift itu.
Namun Yoona tetap tidak menghiraukan mereka dan langsung masuk begitu saja ke dalam lift itu. Vina menghela Nafas panjang sembari bergegas masuk bersama Yoona. Sementara Laurent dan Luan hanya melihat kepergian mereka.
"Sepertinya akan ada rumah tangga yang hancur setelah ini." Ucap Luan sembari menyeringai tipis lalu pergi melanjutkan perjalanannya, sementara Laurent masih diam di tempatnya.
Di sepanjang jalan Vina terus mengoceh menanyakan apa yang sedang terjadi sembari terus menyeimbangkan langkah kakinya dengan Yoona, namun Yoona sama sekali tidak menggubrisnya dan menghiraukannya
"Kakak ipar, sudah cukup hentikan, coba jawablah salah satu dari pertanyaan ku, apa yang sedang terjadi sebenarnya hmm!" Kesalnya yang langsung meraih pergelangan tangan Yoona hingga berhasil menghentikan langkahnya.
"Kalian bukan yang sudah merencanakan semua ini iya kan? Kau jangan coba coba memasang wajah munafik di depanku Vina." Jawabnya dan membuat wanita di depannya itu sekali lagi tidak paham dengan apa yang ia bicarakan itu.
"Apa maksudmu kak, apa yang kau bicarakan, rencana apa yang kau maksud aku tidak mengerti."
"Kalau kau tidak mengerti maka diamlah disini, jangan halangi jalanku."
"Tidak, aku memang tidak tahu apa apa kakak, tapi aku tidak akan membiarkan mu pergi sendirian dengan kondisi seperti ini, katakan padaku kau mau kemana aku akan mengantarmu." Sahutnya.
"Kau hanya akan menjadi penghalang bagiku, jadi akan lebih baik kau tidak ikut campur Vina." Ucapnya.
"Tidak, aku janji tidak akan menghalangi, melarang ataupun ikut campur urusan mu kak, aku janji aku hanya akan mengantarmu saja."
"Sebentar, tunggu sebentar aku akan mengambil mobilku." Lanjutnya yang langsung pergi begitu saja dan tidak lama kemudian wanita itu kembali dengan mobil miliknya. Melihat hal itu Yoona pun masuk kedalam mobil itu untuk mengemudi kan mobil milik Vina, sementara sang pemilik mobil pasrah saja ia mau dibawa kemana oleh kakak iparnya itu.
Yoona mengemudikan mobilnya dengan begitu cepat melintasi jalan raya italia dan hanya berpacu pada maps yang sudah ia dapatkan sebelumnya.
Di sepanjang jalan Vina hanya diam tidak bergeming sama sekali. Ia benar benar tidak berani bertanya ataupun mengajak kakak iparnya itu berbicara.
Setelah menempuh perjalanan jauh akhirnya mobil itu berhenti di tengah hutan yang begitu lebat, pintu mobil itu terbuka dan dua gadis itu keluar dari dalam mobilnya untuk melanjutkan perjalanan yang saat ini Medan jalurnya tidak bisa di lewati oleh mobil ataupun oleh kendaraan lainnya.
Dan disaat mobil mereka berhenti disana mereka juga melihat 2 mobil hitam yang terparkir rapi.
'mobil itu seperti milik kak Leo, tapi tidak dengan mobil putih itu milik siapa?' batin Vina yang begitu mengenal selera mobil kakak laki lakinya.
Yoona berjalan begitu cepat melewati pepohonan rindang mengikuti petunjuk arah yang ada di ponselnya, sementara Vina hanya mengikuti nya dari belakang tanpa bertanya kemana ia akan pergi.
Hingga 15 menit kemudian mereka pun sampai di sebuah gedung tua yang berada di tengah hutan tepat nya berada di bawah sebuah kaki gunung.
"Wahh tempat apa ini. Apa kak Leo juga ada di sini." Gumamnya ketika melihat ke sekelilingnya begitu kotor dan berantakan, sementara Yoona semakin mempercepat langkahnya untuk masuk kedalam.
"Pa! Papa!" Panggilnya sembari memasuki setiap ruangan yang ada di tempat itu.
"Papa! Mama!" Ucapnya yang terus mengulangi kalimat yang sama namun sama sekali tidak ada respon dari pemilik nama itu. Suara lantang Yoona terus menggelegar hingga terdengar di setiap ujung ruangan.
'sebenarnya ada apa ini, apa juga ada kaitannya dengan kak leo' batinnya yang semakin lama semakin merasakan firasat yang aneh dan buruk dari dalam hatinya.
Yoona menuruni anak tangga yang menuju ke sebuah ruangan yang cukup gelap, pencahayaan nya hanya dibantu dengan beberapa lubang kecil yang tersorot cahaya matahari.
Dan ketika sampai di ujung tangga tiba tiba tubuhnya diam membeku, kakinya benar benar lumpuh saat kedua bola matanya melihat seorang wanita yang tergeletak begitu mengenaskan di ujung ruangan dengan lubang kecil yang menembus kepalanya.
"Tidak mungkin, Mama." Ucapnya sembari perlahan berjalan pelan menghampiri Mayat wanita yang hampir kaku disana.
"Tidak ma,apa, apa yang sudah terjadi, siapa yang melakukan semua ini." Lanjutnya yang terus meraba tubuh ibunya itu.
Perasaan Yoona saat ini benar benar kacau, hatinya begitu hancur, pikirannya kosong saat melihat kondisi ibunya itu. Ia begitu bingung seakan akan ia ingin menangis marah dan berteriak namun tidak bisa, air matanya tidak bisa keluar seakan akan lautan air matanya sudah terkuras habis hingga yang ada di dalam dirinya saat ini hanyalah amarah.
"Dimana Papa." Ucapnya sembari melihat ke sekelilingnya namun disana hanya ada dia dan juga mayat ibunya.
Dan disaat yang bersamaan Vina pun sampai di tempat gelap itu dengan menggunakan lampu senter di ponselnya.
"Astaga, ya tuhan apa yang terjadi." Ucapnya saat melihat apa yang belum pernah ia lihat di seumur hidupnya.
"Apa yang kalian lakukan disini?" Tanya seorang laki laki yang baru keluar dari ruangan yang ada di belakang Yoona.
"Kak Leo."
"Dimana papa Leo?" Tanyanya lirih.
"Bukankah sudah ku katakan Vina, jangan keluar hotel sebelum aku pulang! Sekarang apa yang kalian berdua lakukan disini!"
"Maafkan aku kak."
"JAWAB AKU DULU, DIMANA PAPA LEO! APA KAU TULI." Bentaknya dan sontak membuat Vina seketika terdiam.
"Aku tidak tahu dimana paman sekarang." Jawabnya.
Yoona menyeringai sinis sembari berjalan menghampiri Leo. "Kau tidak tahu atau memang kau yang tidak tahu cara menyembunyikan nya dariku, katakan dimana kau membuangnya atau mungkin kau sudah membakarnya hmm." Tekannya.
"Aku tahu akan seperti ini jika kau kesini Yoona, aku tahu itu, karena memang kau tidak pernah mempercayai ku." Ujarnya.
"Mempercayai mu, kurang percaya apa papa padamu, dia sangat percaya padamu Leo sampai dia memasrahkan aku padamu, dia selalu menasehati ku agar bisa percaya kalau kau adalah yang terbaik untuk ku, tapi apa yang kau lakukan."
"Yoona."
"Sebelumnya aku berpikir bahwa kau memang berbeda dari pria lain, sikap, dan perhatian mu selalu membuatku semakin membuatku ingin mengenal lebih tentang mu, tapi kenapa ketika aku mulai membangun perasaan ini kau malah seperti ini, kau menghancurkan semuanya."
"Kau benar benar menghancurkan semuanya Leo." Lanjut nya dan membuat pria itu terdiam menatap nya, dan berusaha mencerna perkataan istrinya itu.
Leo merogoh kantong jaket miliknya dan mengeluarkan sebuah pistol dari dalam sana. "Jika memang menurutmu aku yang sudah melakukan semua ini, membunuh bibi Evie dan menyembunyikan paman Vigor, maka lakukanlah apa yang ingin kau lakukan pada ku." Ucapnya sembari menyodorkan pistol itu padanya.
"Aku akan menerima apa yang kau berikan padaku Yoona, sebab aku tidak akan pernah pergi dan mengalah jika memang aku tidak bersalah." Lanjut nya sementara Yoona pun menerima pemberian Leo itu padanya.
"Kak Leo!" Teriaknya sembari berlari lalu menarik kakak laki lakinya itu.
Plakk!!
Satu tamparan keras mendarat di pipi Leo. "Apa kau gila, kau sudah lelah hidup!"
"Vina!"
"Tidak kakak ipar, dengarkan aku, jangan pedulikan kak Leo hmm, kumohon jika dia sudah berkata seperti itu berarti dia tidak sedang berbohong, kumohon percayalah padaku."
"Vina."
"Sekali ini saja percayalah padanya, aku tahu kau mencintainya kan kak, tidak ada salahnya jika kau percaya dengan kata hatimu, cinta tidak pernah berbohong kak."
"Vina sudah hentikan, jangan bicara lagi, jangan ikut campur mengerti." Ujar Leo sebab ia takut adiknya itu akan menjadi sasaran korban selanjutnya.
"Ikut campur katamu? Kau ingin aku hidup sendiri? Kak Leo aku baru saja senang bisa melihat mu setelah sekian lama, sekarang kau ingin mati begitu saja tanpa memikirkan ku?" Ucapnya Sembari mulai meneteskan air mata.
"Kakak mu benar Vina jangan terlalu ikut campur jika kau tidak ingin bernasib sama." Sahut Yoona sembari menodongkan pistolnya itu.
Leo menarik dan menyembunyikan tubuh Vina di balik tubuhnya "Vina tidak ada kaitannya dengan semua ini Yoona, jika kau marah bunuh saja aku, jangan orang lain." Ujarnya.
"Aku memang akan membunuhmu Leo."
"Kak Leo !" Teriaknya dan membuat pria itu membalikkan tubuhnya menatap ke arah nya.
"Percayalah padaku."
Dorr!
Satu peluru akhirnya melesat keluar dari wadah nya dan menancap di punggung kanan nya.
"Tidak kak"
Leo kembali menatap wajah Yoona sembari tersenyum manis terhadap nya. "Bisa bisanya kau masih bisa tersenyum Leo."
"Jika pun aku mati aku tidak akan menyesali nya Yoona, sebab aku bersyukur manusia yang terakhir kali aku lihat adalah dirimu sayang." Ucapnya hingga membuat Yoona sedikit terdiam mendengarnya.
"Dan Jika dengan membunuh ku bisa membuat mu senang dan meredakan amarahmu maka lakukanlah." Lanjutnya.
"Kalau begitu lihatlah aku sepuas hati mu." Ucapnya yang kembali menodongkan pistolnya ke arah Leo.
Dorr! Dorr! Dorr!
Tiga puluru keluar secara berturut melesat ke arah tubuh pria yang ada di depannya. Besi kecil itu berhasil mencapai di bidang dada kanan dan kiri Leo serta di di bagian perutnya hingga membuat pria itu sontak memuntahkan darah dari dalam mulutnya.
"Tidak, tidak kakak!" Teriak Vina yang langsung menopang berat tubuh Leo yang runtuh itu.
"Tidak kak Leo, kau baik baik saja bukan, hiks kumohon bertahanlah." Tangisnya.
"A aku baik baik saja."
"Hiks bohong."
Leo perlahan menatap ke arah Yoona dengan mata sayu nya dan nafasnya yang begitu sesak seakan akan paru parunya sudah tidak berfungsi lagi baginya. Kedua ujung bibir Leo terangkat hingga menciptakan senyum yang begitu manis di antara cairan darah yang memenuhi mulutnya.
"K kau wanita yang sangat cantik Yoona." Ucapnya yang kemudian mata sayu nya itu perlahan tertutup, seluruh tubuhnya melemas diatas pangkuan adik perempuannya yang kini menangis sejadi jadinya. Sementara Yoona hanya berdiri menatap pria itu di tempat yang sama. Hatinya kini terasa lebih sakit, harusnya ia lega dan puas, namun tidak wanita itu kini terasa hampa.
"Hiks hiks tidak kak, kak Leo kumohon, hiks kumohon jangan seperti ini." Tangisnya.
Yoona menatap diam ke arah dua orang yang ada di depannya itu dan entah kenapa tiba-tiba sebuah air mata keluar dari dalam kantung matanya dibalik raut wajahnya yang datar itu. "Kau menangis Vina, apa kau ingin ku bantu bertemu kakakmu?" Ucapnya.
"Hiks Kenapa kau tega melakukan semua ini kakak ipar, apa kau tidak sadar dengan air matamu, kau juga menangis, sebenarnya hatimu sedang menangis, hiks tapi kenapa kau melakukan semua ini." Jawabnya yang sontak membuat Yoona mengusap air mata yang mengbenargelinang di pipinya.
"Kau benar wanita yang banyak bicara Vina." Sahutnya sambil memasukan kembali pelurunya dan mengarahkan nya pada Vina.
"Bunuh, bunuh saja aku kakak ipar, kak Leo benar, setidaknya kau tidak melukai orang lain." Ucapnya.
Namun saat Yoona ingin melepaskan peluru terakhir tiba tiba saja seseorang tiba tiba saja meraih pergelangan tangannya dan menariknya ke dalam dekapannya.
"Sudah Yoona, cukup hentikan." Ucapnya.
"Lepaskan aku Laurent, biarkan aku membunuhnya, lepaskan aku." Berontak nya namun pria itu semakin mempererat dekapannya.
"Maafkan aku Yoona, tidak ada gunanya membunuhnya, sudah hentikan." Sahutnya sembari merebut pistol yang Yoona pegang itu.
"Sudah tenanglah hmm, semuanya sudah berakhir."
"Tapi papa Laurent, dia sudah membunuh papa."
"Shutt, sudah Yoona tenangkan dirimu." Lerainya sembari membelai lembut helai rambutnya.
Namun entah kenapa tubuh Yoona semakin lama semakin berat, kedua kakinya tiba tiba melemas dan pingsan begitu saja.
"Astaga Yoona, apa yang terjadi pada mu." Ucapnya sembari menahan tubuh Yoona.
"Ada apa Laurent?" Tanya Luan.
Laurent menggendong tubuh gadis itu yang sudah tidak sadarkan diri itu. "Entahlah tiba tiba pingsan begitu saja."
Laurent menatap ke arah Vina yang kini masih menangis sembari memangku kakak laki lakinya itu. "Aku baik baik saja Laurent, segera bawa kakak ipar, dia memang sudah sakit dari kemarin" ucapnya saat menyadari pria itu yang seperti nya sedang mengkhawatirkan dirinya.
"Luan, bawa Yoona ke hotel, aku akan mengurus mereka sebentar." Pintanya dan membuat Luan pun segera menggendong tubuh Yoona.
"Ingat jangan berani macam macam dengannya Luan." Camnya.
"Cihh, terserah diriku." Jawabnya yang kemudian bergegas keluar dari tempat itu sembari menggendong tubuh Yoona.