Arabela, terpaksa harus berlapang hati menerima kenyataan pahit. Perempuan cantik itu harus rela meninggalkan sang kekasih demi menuruti perintah keluarga untuk menikah dengan kakak ipar nya sendiri.
Adila, kakak kandung Arabela meninggal karena melahirkan seorang putri, hingga keluarga memutuskan untuk menikahkan arabela dengan Vano Herlambang,
bagaimana kisah Arabela dengan Vano? apakah mereka menemukan kebahagiaan atau sebaliknya??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Retmiduski, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2. kepergian orang yang tersayang
" ma , semua akan baik baik saja " ucap papa mengusap bahu wanita yang telah melahirkan aku dan mbak Dila
" pah " kenapa mama malah menangis seperti itu " mama takut pah, mama takut dengan ucapan yang di lontarkan Ara di dalam mobil tadi " kenapa mama malah melirik ke arah ku dan mas Vano yang sedang mondar mandir di depan ruangan operasi dan pasti nya mas Vano tidak mendengar kan apa yang di ucapkan mama
Apa yang di bicarakan mama dan papa , aku tidak ingin tahu yang ingin aku ketahui adalah keadaan mbak Kinan sekarang.
" Keluarga mbak Dila “ panggil suster setelah pintu terbuka
" Iya bagaimana istri saya?" Mas Vano dengan suara bergetar dan memiliki rasa kwatir di matanya
" Semuanya di persilakan masuk " Enggan menjawab pertanyaan mas Vano, malah kami semua di suruh masuk
Saat memasuki ruangan dingin tersebut, aku bertambah kwatir dengan alat yang berbunyi bunyi di atas samping mbak Dila. Kenapa Kakak ku memakai alat alat seperti itu? Bukan kah itu untuk mendeteksi organ vital seseorang apa kah Kakak ku ini begitu lemah nya sekarang? Dengan cepat aku menggeleng kan kepala
" Sayang " ucap mas Vano dengan bunga di tangan. Dengan permintaan mas Vano perawat memperbolehkan nya untuk membawa buket bunga tersebut ke ruangan yang dingin ini
Seperti biasa apa pun yang di rasakan oleh perempuan yang tengah berbaring lemah tersebut dia tetap akan menampilkan senyuman cantik dan indah di bibir nya.
" Mas , anak kita " ujar mbak Dila lemah sambil melirik ke samping nya . Aku baru sadar ada bayi merah di sebelah kanan mbak Dila . Keponakan ku yang cantik sama seperti mbak Dila mereka sangat mirip.
" Cantik seperti kamu sayang" mas Vano mencium kening mbak Dila" terimakasih telah berjuang dan terimakasih telah memberikan mas seorang putri" sambung mas Vano
" Mawar nya sangat cantik mas, aku selalu menyukai nya. Tapi untuk selanjutnya boleh kah aku meminta yang lain " ujar mbak Dila, mbak kenapa bibir dah wajah mu pucat seperti itu, kenapa mbak sangat lemah
" Apa pun keinginan kamu sayang, semuanya akan mas Kabulkan" ucapan mas Vano yang tidak pernah di ragu kan oleh mbak Dila, begitu juga dengan aku beserta mama dan papa
" Untuk seterusnya aku mau mas membeli mawar merah bercampur dengan bunga anyelir putih " ucap mbak Dila di iringi dengan tawa ringan dalam senyuman. Tunggu kenapa bunga mawar merah dan anyelir putih, itu adalah dua bunga kesukaan ku dan aku akan bahagia jika Andra menggabungkan kedua bunga tersebut dalam satu buket
" Apa pun itu sayang, mas akan berikan. Tapi kenapa sekarang bunga kesukaan mu berubah hmm tapi tidak masalah yang penting kita selalu bersama" mas Vano mengusap lembut kepala mbak Dila
" Ara " tangan lemah tersebut mengulur ke arah ku
" Mbak" aku dengan cepat menyambut dan beralih di samping kiri mbak Dila
" Mbak minta maaf mungkin untuk seterusnya kamu akan kewalahan dan kecapean untuk mengurus bayi mbak, apa kamu keberatan?" Kata demi kata yang keluar dari bibir mbak Kinan tapi kenapa ini , kenapa mbak Dila malah menangis
" Tentu aku sangat senang membantu mbak untuk menjaga keponakan ku ini mbak. Tapi kalau nanti mbak udah kembali ke Jakarta tentu aku tidak bisa sering sering berkunjung karena aku tidak akan bisa meninggalkan papa mama " Jawab ku mengambang entah kemana, aku bingung suasana apa ini? Dan kenapa mama malah menangis di samping ku
" Kamu akan ikut ke jakarta bersama mas Vano Ra " ucap mbak Dila membuat mata ku membulat
" Kenapa...." Sebelum aku menyelesaikan omongan ku , mbak Ara seperti sesak nafas berat dan kondisi nya semakin lemah
" Mbak ..."
" Sayang "
" Dila " ujar mama papa dan mas Vano berbarengan
" Aku akan memanggil dokter" namun tangan ku di tahan kuat
" Ti tidak ada waktu lagi Ra"
" Ma pa aku minta maaf dan terimakasih telah menjadi kedua orang tua ku, Dila bahagia menjadi anak papa mama" suara mbak Dila lemah
" Papa mama tolong wujud kan keinginan Dila , Dila hanya percaya kepada Ara " kenapa mama papa hanya menangis, ada apa ini . Sedangkan mas Vano yang mengerti akan situasi ini dia hanya menggeleng kan kepala
" Sayang dari tadi kamu bicara ngelantur, seperti nya efek bius. Aku disini bersama mu kita akan selalu bersama" ujar mas Vano menggenggam tangan mbak Adila
" Mas terimakasih telah memilih aku sebagai istri dan menjadi kan aku seorang istri. Aku ikhlas ridho dan bahagia mas selama hidup bersama kamu beberapa tahun ini. Sekarang aku sudah tidak sanggup lagi , aku titip kan anak kita Alana ya mas , aku hanya percaya kepada Ara Adik kandung ku sendiri sebagai pengganti aku mas , tolong Kabulkan keinginan ku " ujar mbak Dila tertatih-tatih untuk menyelesaikan bicaranya
" Tidak sayang, mas hanya ingin kamu tidak yang lain nya untuk menjadi ibu dari anak kita " roboh sudah pertahan mas Vano yang sedari tadi ia bangun . Air mata lelaki tersebut runtuh seperti air mengalir
" Sudah tidak ada waktu lagi mas"
" Nak bertahan lah , mama papa menyayangi mu " mama mencium mbak Dila dengan lembut
" Sudah tidak ada waktu lagi ma, maafkan kesalahan Dila pah mah "
" Mbak Dila aku mohon bertahan dan kuat lah " tangis ku pecah
" Ja jangan menangis Ra, mbak titipkan Alana ya Ra, hanya kamu yang mbak percaya, berbahagia lah bersama mas Vano " tiiiitttttttttttt alat yang ada di atas samping mbak Dila itu berbunyi panjang.
Semuanya roboh, dunia ku gelap. Mama menangis histeris di dalam pelukan papah yang juga meneteskan air mata. Mas Vano, lihatlah dia menangis sambil memeluk mbak Dila.
***
Disinilah kami sekarang, onggokan tanah merah yang masih basah . Rasanya air mata ku tidak pernah habis menangisi kepergian mbak Dila.
Papa yang selalu mencoba kuat demi bisa memberi kekuatan kepada mama yang drop dan jatuh pingsan sesekali menyeka air mata nya . Mas Vano dengan mata yang memerah dengan tangan mengepal , entahlah sepertinya mas Vano yang paling hancur atas kehilangan mbak Dila.
Mas Vano hanya banyak diam , dia ingin marah tapi tidak tahu kepada siapa ia meluapkan kemarahannya. Mas Vano ingin memaki tetapi dia bingung siapa yang ingin ia maki, itulah yang aku lihat sekarang
" Vano ikhlas kan Dila nak" ujar Tante Astrid mama nya mas Vano , mertua mbak Dila
" Kita harus pulang, sebelum hujan " ujar perempuan paro baya tersebut
" Sebentar lagi mah, vano masih ingin disini " jawab dingin mas Vano, beberapa jam yang lalu pria ini dengan sikap hangat dan humble nya bisa menghibur semua orang tetapi lihat lah sekarang jangankan mendengarkan dia berbicara, melihat matanya saja sangat menakutkan
" Beri dia waktu mah, lebih baik kita menunggu di mobil" ujar lelaki paro baya yang masih muda di bandingkan umur nya om Bram papah nya mas Vano.