Hari itu adalah hari yang cerah tapi mendung, dengan matahari yang bersinar di antara awan. Pagi itu embun dingin panas menempel di daun-daun hijau. Hani dari kejauhan melepaskan kepergian saudara laki-lakinya ke tempat peristirahatan terakhir.
Hani dianggap gadis pembawa sial oleh keluarganya. Pria yang dekat dengan Hani, akan mati. Sepupu dan Kakak kandungnya adalah korbannya.
Apakah Hani adalah gadis pembawa sial?
Mengapa setiap pria yang dekat dengannya selalu saja dekat dengan kematian?
Ikuti jalan ceritanya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yenny Een, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6 Hani Sadar
Valdi tanpa sengaja meninggalkan ponselnya di dalam ruangan Hani. Valdi memutuskan kembali ke ruangan Hani. Valdi melihat Hani memucat. Valdi memencet bel yang ada di atas kepala Hani. Tidak berapa lama Dokter dan Perawat masuk ke dalam ruangan Hani.
Valdi keluar dari ruangan. Valdi mengintip dari kaca pintu. Dokter dan Perawat memasangkan kembali alat bantu pernapasan, infus dan berbagai alat medis lainnya. Dokter juga memakai alat kejut jantung kepada Hani. Valdi menjadi saksi betapa berusahanya Dokter dan Perawat di dalam sana untuk kelanjutan hidup Hani.
TIIIIIIIIITTTTT!
Terdengar suara panjang datar dari monitor yang ada di sebelah Hani. Dari layar monitor juga terlihat garis panjang mendatar. Akhirnya Dokter dan Perawat menyerah. Hani dinyatakan meninggal dunia. Dokter keluar dari ruangan. Dokter meminta maaf kepada Valdi, mereka sudah berusaha tapi takdir berkata lain.
Valdi masuk ke dalam ruangan. Valdi meminta kepada Perawat agar tidak melepas alat bantu pernapasan Hani. Valdi berharap keajaiban akan terjadi. Perawat itu menuruti permintaan Valdi. Setelah membereskan alat-alat medis, para perawat keluar dari ruangan Hani.
Valdi mendekatkan dirinya berdiri di samping Hani. Valdi menundukkan setengah badannya dan berbisik di telinga Hani.
"Assalamualaikum. Hani semoga kamu mendengar salam ku. Papamu kemari menjemputmu. Hani kembalilah. Aku sangat berutang budi padamu. Kamu sudah menyelamatkan nyawaku. Jika kamu kembali, aku berjanji akan selalu menjaga mu. Hani kembalilah ke alammu. Jangan dengarkan suara-suara yang menyesatkan mu. Kembalilah Hani, kembalilah."
Valdi menggenggam tangan Hani. Valdi duduk di samping Hani dan dari mulutnya terdengar lantunan ayat-ayat suci. Valdi khusyuk membaca ayat demi ayat. Berharap Yang Maha Kuasa mengabulkan permohonannya.
🌑 Alam bawah sadar Hani.
Arash mengulurkan tangannya ke arah Hani. Arash menunjuk sebuah pintu gerbang besar di belakang Hani. Arash bilang jika Hani melewati gerbang itu, semua kesedihan akan hilang. Hani akan hidup di dalam ketenangan bersama dengan Arash.
Hampir saja Hani meraih tangan Arash. Tiba-tiba saja, air sungai yang tadinya tenang kini mengeluarkan gelembung-gelembung putih lagi. Hani melihat ke dalam sungai, bayangan papa Zaki yang menangis di samping dirinya yang terbaring di atas hospital bed.
Hani melihat kepalanya yang terbalut perban. Hani hanya mengandalkan alat-alat medis itu untuk kelangsungan hidupnya. Apa yang terjadi padanya?
"Siapa dia? Apakah itu aku?" tunjuk Hani.
"Iya, itu kamu. Ikutlah bersama ku. Lihatlah tubuh lemah mu. Kamu dalam kesakitan. Tubuhmu tidak akan kuat. Ikutlah bersama ku," Arash terus berusaha memaksa Hani.
"Aku kenapa?"
"Kamu baru saja mengalami kecelakaan pesawat. lihat betapa sialnya dirimu."
Hani kemudian melihat seorang pria yang sama sekali tidak dikenalnya duduk di sampingnya membacakan ayat-ayat suci. Hani juga mendengar apa yang dibisikkan ke telinganya. Hani mundur beberapa langkah ke belakang. Hani sejauh mungkin menghindari Arash.
"Aku memang pembawa sial. Setidaknya masih ada yang perduli padaku. Maaf aku harus kembali. Papa dan dia dengan tulus menginginkan ku kembali. Mereka pasti sangat mencemaskan ku."
Dalam sekejap, Arash yang tadinya ramah, sopan, lemah lembut mendadak menjadi jahat. Dia memaksa Hani untuk ikut bersamanya. Dengan tubuh gemetar takut, Hani berlari. Arash mengejar Hani. Arash menutup jalan untuk Hani kembali.
Tempat yang tadinya indah bagi Hani, kini berubah menjadi hutan belantara yang penuh dengan kegersangan, kegelapan, jeritan, rintihan arwah-arwah yang tersesat tidak tahu arah pulang. Hani melihat begitu banyak arwah yang melayang-layang di atasnya.
Hani terus berlari dan bersembunyi dari Arash. Arash selalu saja bisa menemukannya.
"Sudahlah sayang. Sejauh manapun kamu berlari dan sembunyi, kamu tidak akan pernah lepas dariku. Kamu harus ikut bersama ku!" Arash kembali mengejar Hani.
Hani berlari dan terus berlari. Hani juga tidak henti-hentinya berdoa di dalam hati. Ya Allah, jika ini adalah akhir dari perjalanan hidupku, mudahkan jalan ku untuk menuju jalan-Mu. Ampunilah segala dosa-dosaku.
Setelah selesai berdoa, Hani mendengar suara orang mengaji. Hani berlari mengikuti suara lantunan ayat suci. Di ujung jalan yang gelap dan sepi, Hani melihat lubang cahaya. Hani menuju kearahnya.
Suara itu semakin nyaring terdengar. Dalam sekejap rintihan, jeritan arwah penasaran perlahan mereda. Dan tempat itu tiba-tiba saja berguncang hebat. Angin ribut melanda. Arwah penasaran itu berhamburan melayang-layang. Mereka merasakan hawa panas yang membakar roh mereka.
Hani terus menerobos tiupan angin. Hani melihat dari ujung lubang cahaya itulah pemuda itu membacakan ayat-ayat suci. Hani melompat masuk ke dalam lubang cahaya.
...----------------...
"AAAAAAAAAAAAAAAA!"
Valdi berteriak kaget, tangan Hani mendadak menggenggam erat tangannya. Mata Hani melotot. Dari layar monitor terlihat jelas garis yang naik turun disertai bunyi detak jantung.
Dokter dan Perawat yang mendengar jeritan Valdi berlarian masuk ke dalam ruangan Hani. Mereka memeriksa keadaan Hani.
Dokter mencek jantung Hani. Memeriksa kelopak mata Hani dengan senter. Tubuh Hani yang tadinya dingin kembali hangat.
"Nona Hani, Nona Hani, apakah Anda mendengar saya. Jika iya, anggukkan kepala Anda," kata Dokter.
Dengan lemah dan perlahan Hani mengangguk. Hani tidak melepaskan genggaman tangannya dari tangan Valdi. Valdi dalam keadaan berkeringat dingin. Jantungnya berdegup sangat kencang. Tubuhnya serasa melayang dan pandangnya sedikit menghitam.
BRUUUKKK!
Tubuh Valdi merosot jatuh ke lantai dingin. Pegangan tangan Hani terlepas. Hani mengaduh, tangannya tertarik. Para perawat mengangkat tubuh Valdi dan meletakkannya di tempat tidur tamu. Valdi segera diperiksa Dokter. Valdi pingsan.
Zaki yang baru saja kembali kaget melihat Dokter dan perawat di dalam ruangan Hani.
"Ada apa ini Dok? Ada apa dengan Hani?" tanya Zaki.
"Nona Hani sudah melewati masa kritis. Biarkan Nona Hani istirahat sejenak," kata Dokter.
"Dan kenapa dengan Valdi?"
"Pak Valdi pingsan, mungkin karena kelelahan dan kurang tidur az. Baiklah Pak, saya permisi," Dokter dan para Perawat meninggalkan ruangan Hani.
"Hani, Hani," Zaki menciumi kening Hani.
"Pa ... pa," lirih Hani.
"Iya ini Papa. Istirahat dulu sayang. Papa akan selalu bersamamu,"
Hani seperti ingin memberitahu sesuatu kepada Zaki. Zaki mendekatkan telinganya.
"Sayang itu tidak benar, Papa akan selalu bersamamu. Kamu bukan pembawa sial."
Hani memandangi Valdi yang istirahat di pojok ruangan.
"Tidak sayang, semua itu karena kecelakaan. Dia di sini untuk membalas budi padamu. Dia bersyukur kamu telah menyelamatkan nyawanya. Semua biaya rumah sakit dia yang menanggung. Cepatlah sembuh sayang."
Hani tersenyum ke arah Zaki. Hani yang masih di bawah pengaruh obat bius kembali memejamkan matanya.
Valdi perlahan membuka mata. Valdi bangun sambil memegang kepalanya. Zaki menghampiri Valdi menanyakan keadaannya.
"Om, Hani, Hani ...." tunjuk Valdi.
"Iya, kenapa Hani?"
"Hani, jadi setan!"
AAAAAAAAAAAAAAAA!
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...