NovelToon NovelToon
Altar Darah!

Altar Darah!

Status: tamat
Genre:Action / Fantasi / Sci-Fi / Tamat / Peradaban Antar Bintang / Tumbal / Permainan Kematian
Popularitas:347
Nilai: 5
Nama Author: Hana Indy

Bawa pesan ini ke keluargamu!
Teruslah maju! Walau sudah engkau tidak temui senja esok hari. Ada harapan selama nafas masih berembus.

Bawa pesan ini lari ke keluargamu!
Siapa yang akan menunggu dalam hangatnya rumah? Berlindung dibawah atap dalam keceriaan. Keset selamat datang sudah dia buang jauh tanpa sisa. Hanya sebatang kara setelah kehilangan asa. Ada batu dijalanmu, jangan tersandung!

Bawa pesan ini ke keluargamu!
Kontrak mana yang sudah Si Lelaki Mata Sebelah ini buat? Tanpa sengaja menginjak nisan takdirnya sendiri. Tuan sedang bergairah untuk mengejar. Langkah kaki Tuan lebih cepat dari yang lelaki kira. Awas engkau sudah terjatuh, lelaki!

Jangan lelah kakimu berlari!
Jika lelah jangan berhenti, tempat yang lelaki tuju adalah persinggahan terakhir. Tuan dengan tudung merah mengejar kilat.

Tuan telah mempersembahkan kembang merah untuk Si Lelaki Mata Sebelah.

Sulur, rindang pohon liar, sayupnya bacaan doa, lumut sejati, juga angin dingin menjadi saksi.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hana Indy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 4 Sang Lelaki

..."Membawa surat yang engkau tulis dengan tinta merah. Kepada siapa pengirim yang tidak nampak jelas itu? Apakah keset selamat datang kepada Altar membuat kamu ketakutan? Kami menyambutmu dengan sepenuh jiwa." -Altar....

Menyegarkan otak setelah mengistirahatkan badan selama dua belas jam. Berjalan pelan sembari mengarungi lautan manusia menuju pasar Pusat Kota. Ramai pedagang berdatangan. Sudah siap diri mereka sejak subuh. Angin yang berembus ditengah padatnya manusia merupakan anugerah pada hati yang gerah.

Mata elang Tua Zion menangkap sesosok gadis berjalan mendekat sembari menyapa Tuan Zion hormat. "Sudah lama tidak berjumpa dengan Anda, Tuan Zion." Gadis berkepang dua tersenyum gembira.

"Selamat pagi Putri Liliana."

Berjalan disamping Tuan Zion. "Apakah Anda ditugaskan di Kota ini?"

"Yah, kamu benar."

Berjalan berdampingan sesekali melirik dagangan. Berceloteh gadis itu menjelaskan keadaan kota. Samar suara yang menarik telinga Tuan Zion mendekat.

"Dewa marah." Tuan Zion mengernyitkan keningnya. Pusat Kota Homura terkenal dengan banyaknya tempat ibadah. Sedikit menelisik matanya jeli kepada gantungan dewa yang selalu berada di depan kios.

Tersadar akan sesuatu Tuan Zion berhenti ketika merasakan Clause tidak berada di dekatnya.

"Ada apa Tuan Zion?" tanya gadis yang melihat wajah kebingungan.

"Clause?" panggil penuh tanya lelaki kecil tidak berada dalam jangkauan. "Putri Liliana sepertinya aku harus menemukan wakilku. Terima kasih sudah menjelaskan." Tergesa kakinya meninggalkan gadis itu.

"Sial, apakah dia tersesat lagi. Hah, dasar merepotkan."

Belum sempat sebuah perkataan dijawab, Tuan Zion kembali pada arah dia datang. Gerbang Pusat Kota mengalihkan pandangannya ketika seseorang dengan tudung merah melewati gerbang dengan cepat. Sekilas lelaki berambut hitam ketika membuka tudung merahnya lalu berbelok pada tikungan. Tuan Zion segera berjalan dibelakang lelaki bertudung merah. Pada akhirnya hanya sekelebat bayangan lalu menghilang.

"Tingkat kejahatan di Kota Homura cukup tinggi. Mewaspadai seseorang jelas akan memicu pertengkaran."

Menggelengkan kepala lalu kembali mencari wakilnya. Berkumpul pada sebagian orang membeli jeruk. Rambut hitam dengan seliwir abu-abu mengacaukan pandangannya. Mendekat dengan segera. Terlihat lelaki itu sedang berbincang dengan seorang pedagang. Ada banyak tanda harimau, ular, kura-kura, dan burung vermilion pada dinding ruangan. Pada akhirnya menunggu, melipat tangan didepan dada lalu membuka pendengaran.

"Apakah itu benar?" Terlihat wajah antusias Clause. "Apakah ada yang mengatakan jika pernah terjadi pembunuhan serupa?"

Tuan Zion menelisik cara berpakaian Clause. Sejak kapan dia melepas jas lalu mengenakan baju kasual dengan celana pendek setengah paha.

"Iya anak muda. Aku sudah banyak berkelana dari kota ke kota. Ada juga mayat yang serupa. Dia juga memiliki ciri khas seperti yang kamu sebutkan tadi. Kehabisan darah. Aku hanya mengira bahwa dia adalah korban dari tumbal seseorang."

Ada juga bibi sayur yang ikut nimbrung. "Banyak kasus kehilangan di Kota Homura. Yang paling menggegerkan adalah ketika Nona Shyui dikabarkan hilang dan ditemukan dalam keadaan yang mengenaskan."

"Memangnya kapan Paman melihat ada kasus yang sama tetapi tidak dilaporkan?"

"Ah sudah lama sekali. Sekitar setahun yang lalu ketika aku berada di pinggiran Kota Sir. Di sana ada juga mayat yang dikuburkan secara paksa dan ala kadarnya."

Bibi sayur nampak mengernyitkan keningnya. "Apa kamu berbohong?"

"Itu sama sekali tidak meyakinkan." Clause mencoba menyangkal.

"Apa kamu tidak percaya? Lihat, aku juga selalu berdoa kepada Tuhan agar selalu diberikan perlindungan kepada mayat yang aku lihat."

Setelah lamanya berbincang dari pedagang. Clause membawa sekresek buah dan sayur. Tersentak ketika melihat Tuan Zion menanti dirinya di sebelah ruko kosong. "Apa kamu sudah selesai?" tanyanya malas.

"Apa kamu menungguku?"

"Tidak. Aku menunggu Liliana mengambil pakaian."

Clause menoleh sekitar, mencari toko pakaian yang mungkin dia temukan. Bukankah plot yang dibangun adalah ruko buah dan sayur saja.

"Aku jelas menunggumu." Berjalan mendahului menenteng tas bersama dengannya. Clause mengeluarkan rekaman suara yang berada di saku kanannya. "Sedikitnya aku juga sudah mendengar. Jadi apa yang akan kamu lakukan?"

"Aku hanya penasaran."

"Dan?"

Seakan menagih tanya dikepala Clause. "Aku akan menyuruh anak buahku untuk menggali informasi ini. Seperti Nona Shyui yang menghilang di Kota Homura dan ditemukan jasadnya di kota lain. Aku hanya ingin menyelidiki sejauh mana perkataan pegadang itu menyampaikan."

"Dan jika benar?"

"Maka, sebenarnya kejadian ini sudah sangat lama terjadi," jawab Clause. "Dan selama itu kita bisa hidup nyaman, padahal di luar sana sudah beriak. Apakah kamu bisa memaafkan jika itu teman atau saudaramu sendiri?"

Tuan Zion tersenyum sekilas. "Seperti kamu sudah memiliki keluarga saja."

"Aku memilikinya, di sini."

Jangan dikatakan jika ruangan Pusat Kota hanya memiliki furniture murah. Karpet semerbak wangi, jalan licin marmer menyambut Tuan Zion dan Clause. Sudah menunggu dalam ruangan seorang ayah dan ibunda menangis. Mengingat kejadian mengerikan yang menimpa putrinya.

"Selamat siang Tuan Jun dan Nyonya Jun. Maaf sudah lama membuat Anda menanti."

"Tidak juga, Tuan Zion." Saling berjabat tangan.

"Sepertinya ada yang ingin Anda sampaikan, Tuan Jun."

"Kami lega jika itu Anda yang menangani kasus kami. Tolong temukan segera siapa yang membunuh anak kami seperti ini."

"Tentu saja. Saya juga akan berusaha dengan sebaik mungkin. Maaf jika menyinggung, untuk keperluan kasus, saya berharap jika Anda mengijinkan untuk dilakukan autopsi ulang."

Setelah lamanya menimbang keputusan. Angin siang juga kesedihan menyetujui keputusan Tuan Jun.

...***...

Slogan terpampang nyata di pintu masuk ruang dipenuhi dengan warna tentram. Lelaki berperawakan sedang mengambil jasnya, bersiap memasuki ruangan. Bergelut nyaman dengan pisau bedah. Dua orang yang setia mengekorinya juga memakai perlindungan diri yang sama.

"Tuan Julian, persiapan sudah selesai."

Ruangan berlapis telah dilewati. Menyapa jasad yang sudah mengering diatas meja operasi. Julian menyentuh sebagian tubuh. Kasar yang dia rasa. Tulang rusuknya seperti dipaksa menonjol. Mayat itu memiliki luka dibagian perutnya. Dilihat dari tangan kaki terdapat bekas ikatan. Giginya yang masih utuh. Matanya juga masih segar. Kaki tangannya memiliki tulang bagus. Tidak adanya kekerasan vital yang ditemukan.

Julian mendekatkan wajahnya pada tangan kanan mayat itu. Sebuah lubang jarum menembus kulitnya tepat dipergelangan tangan. Tidak ada pembekuan darah yang tersisa.

Setelah lamanya berkutat dengan mayat, Julian melepaskan masker dan penutup wajahnya. Keringat tertempel dikulitnya masih dia rasa. Rasa pusing mendera seketika melepaskan baju rangkap. Julian terduduk lemas di sofa. "Baru aku temukan kasus yang seperti ini. Yang menarik hanyalah...

"Ada residu yang tertinggal dihidung korban. Serbuk besi, pasir, atau apalah itu."

Tidak sampai mati jika harus menyelesaikan penelitian sekarang. Diberangkatkan kakinya menuju laboratorium. Tempat yang paling nyaman selain rumah adalah tempat kerja yang bersih. Mengamati secara mikroskopik residu yang Julian curigai sebagai pasir.

"Ternyata masih tidak mengerti."

Segera menulis laporan yang akan dia kirimkan kepada Tuan Zion. Berharap ditengah malam lelaki itu masih terjaga dalam tidurnya. Julian menutup pintu ruang kerjanya. Menatap bulan yang semakin meninggi. Malam sedikit terang dengan langit bersih. Hal yang sangat dia sukai dari malam adalah pemandangan gelapnya.

Julian beruntung, karena rumah yang menjadi tempat tinggal Tuan Zion berada tidak jauh dari tempatnya bekerja. Melihat penerangan yang sudah redup dari kedua kamar yang sebelumnya menyala membuat Julian mengurungkan niatnya untuk mengetuk.

"Apa yang akan kamu sampaikan?" Suara sedikit asing menyapa indra pendengarannya. Julian segera berbalik dan menemukan Tuan Zion dengan kopi hangatnya.

"Saya mengurungkan niat untuk mengetuk pintu karena melihat kamar Anda sudah gelap."

"Clause tidak suka tidur dalam terang. Aku menghormatinya."

Julian melototkan matanya terkejut. "Jadi Anda mematikan semua lampu?"

Menyeruput kopi hangatnya, menuju taman kecil dengan penerangan sedang. Membaca keseluruhan hasil autopsi. Setelahnya menautkan kedua tangannya. Sejenak berpikir untuk menggabungkan peristiwa. "Clause mengatakan bahwa dia sudah menemukan lokasi dimana mayat lain dikuburkan secara ala kadarnya. Besok pergilah kalian berdua menuju lokasi yang dimaksudkan."

"Apakah aku ketinggalan sesuatu?"

"Clause akan menjelaskannya kepadamu nanti. Sekarang pulang dan beristirahatlah. Kamu pasti lelah."

Berat hati walau menumpuk segala tanya. Pada akhirnya Julian kembali pada rumahnya.

Dunia malam dengan secangkir kopi hangat bukan kebiasaan Tuan Zion dalam berpikir. Banyak titik yang masih membutuhkan benang merah. Tetapi, diantara semua hal yang terjadi kasus yang menggugah otaknya menjadi sebuah tantangan yang harus dipecahkan namun, ada sekecil kekhawatiran diwajahnya. Seperti yang pernah dikatakan oleh Clause. Bagaimana jika saudara atau teman yang kehilangan? Tuan Zion jelas tidak akan siap merasakannya.

"Aku juga tidak mau kehilangan siapa pun, Clause."

"Tidak seperti dirimu yang sudah kehilangan segalanya. Aku masih memiliki banyak teman berharga dan juga keluarga."

...***...

Bersedeku, tidak mau berbicara, suasana hati yang buruk. Di pagi hari sudah disuguhkan oleh dua manusia yang saling beradu pandang. Tidak mau menunggangi kereta mesin yang sama. Hanya mau berpisah dan saling merajuk.

"Apakah kalian akan melakukannya sepanjang hari?"

"Mengapa kami harus bekerja sama?" Rengekan Clause terdengar.

Sedang Julian hanya memalingkan wajahnya. "Aku tidak suka bekerja dengan dia. Dia bahkan memusuhiku tanpa sebab."

"Yah, aku juga. Apalagi kamu adalah orang yang membelikan kami tiket ekonomi dan berdesakkan dengan pengunjung lainnya."

"Hei Tuan. Itu juga bagian dari kereta. Setidaknya kamu dapat merasakan bagaimana menjadi orang normal yang menghemat uang."

"Apa kamu bilang? Hanya selisih berapa mata uang kamu menghitungkannya. Kamu tahu! Aku mabuk dekat banyak orang."

"Aku tidak peduli! Kewajibanku sudah gugur!"

"Ju-"

"Clause, Julian." Yang merasa terpanggil kini menghentikan perdebatannya. "Bisakah kalian tenang?" Tuan Zion menatap wajah Clause yang membuang muka kesembarang arah. "Hanya masalah sepele Clause, jangan bertengkar." Berpindah menuju wajah Julian yang menatap ke bawah kakinya. "Julian, jangan menyalahgunakan uang negara untuk hal yang tidak perlu."

"Baik," jawab Julian.

"Iya," jawab Clause.

"Pergilah. Kalian membuang waktu."

Kereta mesin yang sudah siap semenjak 30 menit yang lalu hanya terparkir rapi. Menunggu kedua Tuan yang berdebat masalah sepele. Clause heran dengan pakaian Tuan Zion yang terlihat kasual namun rapi. "Tunggu, kamu akan ke mana?"

"Pergi ke rumah bordil."

Julian menoleh dengan cepat ketika kakinya baru saja masuk separuh. "Apa yang Anda lakukan Tuan Zion? Apakah Anda menugaskan kami dan Anda bersenang-senang?" Terlihat jelas nada sengit didalamnya.

Tuan Zion mengatur amarahnya. "Tidak, aku kesana untuk bertemu dengan dayang Indriyana."

"Siapa itu?"

"Terlalu penasaran itu tidak baik, adik kecil." Usap Clause diatas puncak kepala Julian.

"Aku lebih tua dari kamu!"

Sepanjang perjalanan hanya sunyi yang mengisi. Julian sibuk dengan laporannya sedangkan Clause mencoret bukunya sana-sini. Sepanjang perjalanan hanya ditemani dengan rusaknya jalan menuju lokasi pertama. "Lokasi pertama ada di depan. Bagian Utara."

Julian nampak mengernyitan keningnya. "Kita menuju ke Barat!" teriaknya kemudian.

"Bisakah jika kamu tidak berteriak!"

"Tidak bisa!"

Clause akan marah dan melampiaskan jika bocah yang ada dihadapannya bukan berasal dari kalangan elite. Pada akhirnya senyuman terpaksa yang dia pasang. Dua orang polisi yang berjaga juga ada beberapa mobil patroli. Julian tidak lupa membawa tas juga jasnya. Memakai masker dan melindung kepalanya, tangan serta, kaki.

"Siapa kamu?" Clause terkejut dengan kehadiran lelaki di sampingnya.

"Tidak usah berpura ah. " Julian mengabaikan Clause dan menuju titik lokasi.

"Dia betulan secepat kilat."

Beberapa orang tidak mengenali Julian sebagai detektif, Tuan Muda Klan Vegas biasanya hanya akan muncul di koran dengan ayahanda ibundanya dalam suatu acara resmi. Tidak menyangka, lelaki berusia 24 tahun itu menjadi forensik. Disaat yang lainnya sudah menimang anak bahkan memiliki cucu, Julian Vegas meraih gelar forensik muda yang bertalenta. Didikan orang tuanya jelas tidak diragukan lagi.

Clause hanya mengawasi ketika lelaki muda itu berjongkok menyelesaikan pekerjaannya. Ada satu mayat yang sudah terkubur dalam pendeknya galian. Dibungkus dengan kain merah dengan pakaian yang masih menempel. Rambut yang rontok masih belum sepenuhnya terurai. Pakaian dengan bercak darah juga lengan yang patah. Setelah mengambil sampel, barang bukti yang reka adegan penguburan.

"Dari kerangka kemaluannya aku memperkirakan jika dia wanita berusia sekitar 21 atau 23, dan memilik rambut yang cukup panjang. Ada bagian yang unik, struktur gigi berlubang bagian kanan bawah, berkacamata. Untuk memastikan seperti apa wajahnya kita harus membersihkan kerangka wajahnya terlebih dahulu. Aku butuh bantuan."

Dilihatnya lelaki yang sibuk dengan papan gambarnya duduk dibatang kayu yang sudah lama lumutan. Melapisinya dengan kain hitam yang sering dia bawa di kereta mesinnya untuk duduk. Takut-takut celananya akan kotor. Dan alasan yang membuat Julian percaya siluman wanita penyihir ada di sini. "Apa yang kamu lakukan Clause?"

"Menggambar."

Membuat kerutan di dahi Julian, bergegas menghampiri Clause. "Kau!" sungutnya ketika dia mengambil gambaran. Matanya sedikit tersentak, lukisan yang indah dengan goresan pensil. Menggambarkan seorang wanita berkacamata dengan rambut panjang. "Apa ini?"

"Aku menambahkan kacamata karena kamu mengatakan bahwa dia berkacamata."

"Kamu bisa menggambar sketsa wajah. Itu cukup menganggumkan." Julian juga baru saja menyadari jika yang berada di lokasi hanyalah polisi yang bisanya mengendus, anak buah Clause yang gerak cepat informasi, dan beberapa sopir juga tukang gali kubur. "Pantas jika Tuan Zion sangat mengistimewakan lelaki satu ini. Kita tidak membutuhkan profiler"

Membawa bersama sekantong sampel yang sudah dikumpulkan, menuju laboratorium sederhana yang berada di pinggir Kota Homura. Setelah mengarungi dua titik yang dimaksudkan oleh para pedagang. Satu titik merupakan tepat penguburan mutilasi kasus pembunuhan.

Ditemani dengan camilan dan teh hangat, koran bekas, majalah usang, serta buku puisi, menyegarkan dirinya yang sudah menempuh perjalanan panjang. Meragukan apakah Julian akan datang cepat dan memberikan hasilnya. Papan infromasi yang mengisahkan orang hilang dua tahun ke belakang juga sudah ditumpuk sedemikian rupa. Berurutan tanggalnya, kasus yang sudah diangap selesai atau masih dalam pencarian sampai sekarang.

"Tuan Clause Anda di minta memasuki ruangan penelitian oleh Tuan Julian."

Seorang dayang membantu Clause mengenakan pakaian lalu memasuki ruangan, membawa mayat yang dia bawa dari lokasi pertama. Julian masih sibuk dengan pinset yang merogoh hidung mayat. "Ada apa?"

"Lihat!" Begitu antusias Julian mengisyaratkan Clause mendekati dirinya. "Apa kamu sudah melihat hasil penelitian yang aku berikan kepada Tuan Zion?"

"Sudah," jawab Clause.

"Hal yang sama terulang kembali. Serbuk menyebalkan ini juga berada di jasad Nona Shyui."

Clause mendekat lebih jelas, serbuk yang sudah sepenuhnya berada pada kain merah, terlihat mengkilap, sedikit memantulkan cahaya. "Apa ini? Besi?"

"Mirip besi tapi untuk waktu yang sangat lama mengapa tidak kembali ke alam. Aku perkirakan sudah 1 tahunan mayat ini terkubur di sana. Sedangkan, besi umumnya akan memudar. Jika adanya serbuk besi dalam hidung, seseorang telah meracuni korban dengan sesuatu yang mengandung serbuk besi atau mungkin mesiu. Aku belum bisa memastikan."

Julian mengambil nafas leganya. "Aku akan meneliti kedua bubuk yang ada di hidung korban. Dan akan mengirimkan hasilnya segera. Sedangkan untuk struktur wajah wanita ini...." nampak begitu banyak jeda.

"Rahangnya tipis, hidungnya mancung, rambutnya berwarna sedikit kemerahan, kemungkinan anak orang berada."

Clause mengangguk mengerti. "Sementara keluarganya belum ditemukan aku akan memindahkan mayatnya ke pusat."

"Baiklah."

...***...

Seseorang masuk dengan wajah tegangnya. Pada sekumpulan asap yang mengepul di udara bersih membuat engap siapa saja yang menghirupnya. Tetapi, mungkin bagi orang yang terbiasa dengan hal itu akan menjadi sebuah parfum yang bernilai ratusan.

Berinvestasi pada kecantikan, kepuasan nafsu dunia, bukan gaya dari Tuan Zion yang sudah memesan kamar. Ruangan bersih dekat dengan jendela, menikati senja yang hampir saja tenggelam.

Suara ketukan samar yang membuyarkan lamunan, seorang lelaki masuk dengan setelan jas hitam. "Tuan Zion, pesanan Anda akan segera datang. Di mohon kesabarannya."

Selendang merah yang khas, rumah yang dipenuhi dengan aroma menyegarkan mengundang selera. Menu makan siang kali ini adalah seorang wanita cantik yang sudah dipesan sejam yang lalu dengan bayaran mahal.

Airis yang bintang utama hadir.

Bersambung...

1
Kicauan burung di pagi hari, menjadi musik bagi para santri di pondok terasing dalam hutan sunyi.

Meski hati terserang rindu akan rumah tapi canda teman sesama menjadi penghangat lara, namun mereka tak tau ada sesuatu yang tengah mengincar nyawa.~~ Samito.

numpang iklan thor/Chuckle/
@shithan03_12: gakpapa iklan dong .. bebasmah saya
total 3 replies
Pecahnya dinding dimensi diatas altar darah yang mengantarkan pemangku Sijjin melintasi alam, hingga airmata darah menjadi awal dalam sebuah ketakutan yang mengerogoti para generasi pemeran opera. Namun para penonton sibuk menertawakannya tanpa tau, nyawa merekalah balasan bagi altar darah. ~SAMITO.

Iklan dikit ya thor🤭
@shithan03_12: Busyed... bisa juga kau ini menyambungknnya ya
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!