. Tak terasa saat Farah melihat jam ditangannya waktu sudah menunjukkan pukul 12: 00 siang. saatnya jam makan siang. Farah yang kelaparan pun langsung turun kebawah untuk menuju kantin, namun! Dia terusik dengan perkataan salah satu tamu disana yang mengatakan ada dokter psikiater baru yang datang, seketika jantungnya mulai berdebar kencang . “Apakan itu kakak?“ ucap batinnya.Dan disaat yang bersamaan,
Farah hampir menabrak seseorang.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ariadna Vespera, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 6
Hanya dalam sekali percobaan Iplan menembak semua
balon yang ada dan mendapatkan kelinci putih itu. “Jangan cemberut lagi dong,
mungkin Xargus memang tak akan bisa membalas ku
dalam permainan bumper car.” Ucap Iplan sambil
memberikan boneka kelinci putih
yang dia dapatkan.
Permainan ketiga yang di mainkannya adalah sky
swinger, ternyata bukannya tertawa bahagia saat menaiki itu Iplan malah pusing
dan mabuk karna terus berputar-putar. Akhirnya Iplan muntah saat turun dari
permainan sky swinger, Farah yang khawatir membelikan air mineral untuk Iplan.
“Sudah cukup untuk bermainnya, ayo kita pulang!” ucap Farah sambil membuka
penutup air
mineral lalu memberikannya kepada Iplan.
Iplan menolak karna masih ada yang
ingin di mainkannya sambil meminum minuman
pemberian Farah.
permainan ke empat
yang akan dimainkan Iplan adalah roller coaster,
Farah sangat bersemangat untuk
menaikinya. Saat sedang di permainan itu Farah
berteriak sekencang yang dia bisa
untuk mengeluarkan seluruh emosi yang telah dia
pendam, sedangkan Iplan menutup
matanya.
Permainan sudah selesai Iplan turun dengan tangan
gemetar, Farah yang menyadari hal itu langsung meraih kedua tangan Iplan.
Memegang hangat kedua tangan Iplan “Okey, sekarang kita pulang!” ucap Farah.
Iplan menggelengkan kepala menolak tawan tersebut.
Masih tersisa satu permainan lagi yang ingin.
dicoba oleh Iplan yaitu bianglala.
“Bukannya kamu takut ketinggian, sudah dua kali
kita menaiki wahana yang tinggi dan kamu tak tahan.” Ucap Farah.
“Bukannya tak tahan hanya tidak terbiasa.” Ucap
Iplan. Farah akhirnya menuruti permintaan Iplan dengan segala persedian plastik
dan air mineral. Farah khawatir kalau ada hal yang tak diharapkan.
Mereka menaiki bianglala saat matahari mulai
tenggelam, Farah yang melihat takjub tak bisa memalingkan pandangannya keluar,
sedangkan Iplan yang terdiam kaku hanya
menatap Farah sambil tersenyum. Permainan akhirnya
selesai, Farah ingin mentraktir makan Iplan tapi Iplan menolak.
Mereka tidak pulang bersama Farah
pergi menggunakan mobilnya sedangkan Iplan berjalan
kaki kearah yang
berlawanan. Farah sudah menawarkan tumpangan tapi
Iplan kembali menolak.
Farah pun pulang ke rumahnya. “Dari mana saja?”
tanya Ayahnya.
“Taman hiburan.”
“Dengan siapa?”
“Teman.”
“Tidur dimana semalam?”
“Kantor.” Jawab Farah. Sungguh percakapan yang
canggung antara ayah dan anak.
Farah memang tak banyak menghabiskan waktu dengan
orang tuanya karna sebagai dokter meluangkan waktu itu memang sulit, harus siap
24 jam untuk panggilan darurat ke rumah sakit. Farah sudah terbiasa dengan hal
itu.
Malam pun telah berlalu, langit pun menyambut
hangatnya matahari perlahan. Farah pergi ke toko bunga dekat rumahnya. Pemilik
toko itu menggunakan kursi roda, saat melihat-lihat bunga yang ingin dia pilih,
ada salah satu tanaman yang tergantung tiba-tiba jatuh tepat di atas kepala
pemilik toko.
Syukurlah Farah sempat untuk melindungi
pemilik toko itu “Kamu tidak papa?” tanya pemilik
toko.
“Iya, saya tidak papa, bagaimana keadaan anda
terluka?”
“Saya tidak papa, terima kasih banyak yah sudah
menolong saya.”
“Saya senang bisa menolong.”
“Sedang mencari Bungan untuk siapa, saya bisa
merekomendasikannya.”
“Bukan untuk siapa-siapa, hanya membeli untuk diri
sendiri.”
“Bagaimana kalau bunga lily, menurut saya itu
cocok.” Bunga lily
yang melambangkan kehangatan dan kelembutan.
Farah pun menerima bukan membeli
tetapi diberi oleh pemilik toko itu. Farah yang
sudah keluar dari toko itu
tiba-tiba mendengar “TUNGGU…” teriak seseorang dari
belakang. Farah membalikkan
badan, saat melihat siapa yang memanggil “Pangeran
ku telah datang.” Ucap Farah
dalam hati.
“Saya ingin berterima kasih karna anda sudah
menyelamatkan ibu saya.” Ucap pria itu. Farah yang masih terpukau dengan
ketampanan pria itu pun hanya terdiam. Pria itu menepuk pelan bahu Farah. “Ah…
maaf, bisa ulangi lagi!” ucap Farah.
“Saya hanya ingin berterima kasih karna anda sudah
menyelamatkan ibu saya.”
“Pemilik toko bunga yah, senang bisa menolong.”
“Kalau begitu saya permisi.”
“TUNGGU… ini kartu nama saya, mungkin kalau anda
membutuhkannya.”
Pria itu menerima kartu nama yang diberikan Farah.
“Anda adalah seorang Psikologi.”
“Iyah, tapi maksud saya memberikan kartu nama itu…
ae… mungkin anda ingin menghubungi saya, atau jika anda tidak memerlukannya,
anda bisa membuangnya.” Farah menjadi gugup dan bingung dengan perkataannya
sendiri. Farah menundukkan kepala memberi hormat lalu bergegas pergi.
“Ada apa denganku?” ucap Farah dalam hati.
Farah berniat untuk pergi ke panti asuhan hari ini,
beberapa hari yang lalu Farah ke sana namun, anak-anak sedang jalan-jalan.
Farah menyempatkan diri untuk berbelanja buku,
memilih buku yang cocok untuk dibaca anak-anak.
Setelah kurang lebih satu jam Farah memilah milih
buku yang ingin dia beli akhirnya selesai juga, ada lima
kotak kardus yang sedang dia bawa dalam mobilnya.
Sesampainya Farah di panti asuhan, halaman tampak
sunyi apakah anak-anak sedang jalan-jalan lagi pikir Farah. Farah pun
menghampiri pengurus di sana lalu bertanya dimana anak-anak dan ternyata anak –
anak sedang belajar melukis dangan seorang
relawan yang baru saja datang. Mengetahui hal itu
Farah merasa bahagia karna
masih ada orang yang mau meluangkan waktu serta
tenaga untuk mengajari
anak-anak di panti asuhan.
Farah mengubah lima kotak kardus itu menjadi rak,
setelah selesai merapikan semua buku itu Farah berpikir untuk mengintip
anak-anak yang sedang belajar melukis.
Saat di depan ruangan anak-anak mengenali Farah dan
meneriaki dia untuk ikut bergabung dengan mereka. Betapa terkejutnya Farah saat
masuk melihat Reno di sana, ternyata relawan yang sedang mengajari anak-anak
melukis adalah Reno.
“Kakak Farah saja... kakak Farah saja… “ ucap
anak-anak.
“Apa, kakak kenapa?” tanya Farah. Reno mengarahkan
Farah untuk duduk di tengah, Farah kebingungan kenapa dia disuruh untuk
duduk di tengah. Reno hanya menyuruhnya untuk duduk dan diam.
“Apakah aku boleh bernafas?” tanya Farah, menatap
polos Reno.
“Lakukanlah sesukamu.” Jawab Reno dengan tatapan
yang penuh
dengan keseriusan.
Reno menatap hangat anak-anak meski tanpa senyum.
Namun, saat menatap Farah. Reno bagaikan hewan buas yang ingin menerkam
mangsanya sungguh menakutkan. Sangat berbeda dengan pertemuan pertama mereka,
saat itu Farah melihat tatapan kesepian dari Reno. Mungkin karna nyawanya
hampir melayang jadi dia bisa membuat ekspresi seperti itu pikir Farah.
Anak-anak sudah selesai melukis dan saatnya mereka
memilih buku. Anak-anak sangat senang melihat buku yang sangat banyak, mereka
mengantri dengan rapi menunggu giliran mereka. Semua sudah mendapatkan buku
yang mereka inginkan lalu mereka berlarian mencari tempat yang nyaman untuk
membaca buku. Ada yang di bawah pohon, ada yang di ayunan, ada yang di bawah
seluncuran sambil berbaring dan ada juga yang di tengah halaman. Farah sangat
senang melihat antusias dari anak-anak yang ingin belajar.
Namun, saat Farah melihat kearah pintu masuk panti
asuhan ada anak yang menangis. Farah bergegas
menghampirinya “Kenapa kamu menangis?” tanya Farah.
“Saya berencana mengikuti semua yang ada di buku,
di pagi hari seorang anak bagun lalu merapikan tempat tidurnya dan menggosok
giginya tapi saat anak itu ingin berangkat sekolah dia mencium pipi orang
tuanya.”
Jawab anak itu sambil menangis.
“Kamu mau ada yang mencium pipimu sebelum berangkat
sekolah?” tanya Farah kembali. Anak itu hanya
menganggukkan kepalanya perlahan.
“Bagaimana kalau kakak saja yang mencium pipimu,
bukankah kakak lebih cantik dari wanita yang ada di dalam buku itu.” Ucap
Farah.
“Tapi bagaimana dengan pria yang mencium di pipi
sebelahnya?”
“Tunggu sebentar! Kakak akan membawakan pria yang
lebih tampan dari pria di buku itu.”
Farah berlari menuju parkiran “RENO…” teriak Farah
memanggil Reno yang sudah di depan mobilnya.
“Dia sudah membeli mobil baru.” Ucap Farah sambil
berlari. Farah langsung menarik tangan Reno, tapi Reno menolak dan menarik
tangannya kembali. “1 menit, hanya 1 menit aku janji.” Ucap Farah membujuk
Reno. “Aku
harus segera pergi ke rumah sakit.” Sahut Reno.
“Kumohon…” bujuk Farah.
“30 detik saja dari sekarang.” Farah menarik tangan
Reno sekuat yang dia bisa bergegas berlari menghampiri anak itu, di saat yang
bersamaan Reno mulai menghitung “1, 2, 3, 4, 5, ….”
Mereka akhirnya sampai kehadapan anak itu pada hitungan Reno yang ke lima
belas. Kebetulan Farah juga sedang membawa kamera. “Dalam hitungan 1, 2,3,
chiiiiis.” Ucap Farah sambil menekan tombol di kameranya.
Di saat yang bersamaan Farah menekan wajah Reno
agar seolah Reno sedang mencium pipi anak itu. Farah mencium pipi sebelah kanan
sedangkan Reno menempelkan pipi kanannya ke pipi kiri anak itu.
Saat itu hitungan Reno sudah sampai ke dua puluh,
Farah langsung berdiri dan berlari membawa Reno depan mobilnya. Dan pada
akhirnya tepat pada hitungan ke tiga puluh mereka sampai di depan mobil Reno.