NovelToon NovelToon
Warm Life

Warm Life

Status: sedang berlangsung
Genre:Tamat / Wanita Karir
Popularitas:3k
Nilai: 5
Nama Author: Ariadna Vespera

. Tak terasa saat Farah melihat jam ditangannya waktu sudah menunjukkan pukul 12: 00 siang. saatnya jam makan siang. Farah yang kelaparan pun langsung turun kebawah untuk menuju kantin, namun! Dia terusik dengan perkataan salah satu tamu disana yang mengatakan ada dokter psikiater baru yang datang, seketika jantungnya mulai berdebar kencang . “Apakan itu kakak?“ ucap batinnya.Dan disaat yang bersamaan,
Farah hampir menabrak seseorang.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ariadna Vespera, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Episode 6

Hanya dalam sekali percobaan Iplan menembak semua

balon yang ada dan mendapatkan kelinci putih itu. “Jangan cemberut lagi dong,

mungkin Xargus memang tak akan bisa membalas ku

dalam permainan bumper car.” Ucap Iplan sambil

memberikan boneka kelinci putih

yang dia dapatkan.

Permainan ketiga yang di mainkannya adalah sky

swinger, ternyata bukannya tertawa bahagia saat menaiki itu Iplan malah pusing

dan mabuk karna terus berputar-putar. Akhirnya Iplan muntah saat turun dari

permainan sky swinger, Farah yang khawatir membelikan air mineral untuk Iplan.

“Sudah cukup untuk bermainnya, ayo kita pulang!” ucap Farah sambil membuka

penutup air

mineral lalu memberikannya kepada Iplan.

Iplan menolak karna masih ada yang

ingin di mainkannya sambil meminum minuman

pemberian Farah.

permainan ke empat

yang akan dimainkan Iplan adalah roller coaster,

Farah sangat bersemangat untuk

menaikinya. Saat sedang di permainan itu Farah

berteriak sekencang yang dia bisa

untuk mengeluarkan seluruh emosi yang telah dia

pendam, sedangkan Iplan menutup

matanya.

Permainan sudah selesai Iplan turun dengan tangan

gemetar, Farah yang menyadari hal itu langsung meraih kedua tangan Iplan.

Memegang hangat kedua tangan Iplan “Okey, sekarang kita pulang!” ucap Farah.

Iplan menggelengkan kepala menolak tawan tersebut.

Masih tersisa satu permainan lagi yang ingin.

dicoba oleh Iplan yaitu bianglala.

“Bukannya kamu takut ketinggian, sudah dua kali

kita menaiki wahana yang tinggi dan kamu tak tahan.” Ucap Farah.

“Bukannya tak tahan hanya tidak terbiasa.” Ucap

Iplan. Farah akhirnya menuruti permintaan Iplan dengan segala persedian plastik

dan air mineral. Farah khawatir kalau ada hal yang tak diharapkan.

Mereka menaiki bianglala saat matahari mulai

tenggelam, Farah yang melihat takjub tak bisa memalingkan pandangannya keluar,

sedangkan Iplan yang terdiam kaku hanya

menatap Farah sambil tersenyum. Permainan akhirnya

selesai, Farah ingin mentraktir makan Iplan tapi Iplan menolak.

Mereka tidak pulang bersama Farah

pergi menggunakan mobilnya sedangkan Iplan berjalan

kaki kearah yang

berlawanan. Farah sudah menawarkan tumpangan tapi

Iplan kembali menolak.

Farah pun pulang ke rumahnya. “Dari mana saja?”

tanya Ayahnya.

“Taman hiburan.”

“Dengan siapa?”

“Teman.”

“Tidur dimana semalam?”

“Kantor.” Jawab Farah. Sungguh percakapan yang

canggung antara ayah dan anak.

Farah memang tak banyak menghabiskan waktu dengan

orang tuanya karna sebagai dokter meluangkan waktu itu memang sulit, harus siap

24 jam untuk panggilan darurat ke rumah sakit. Farah sudah terbiasa dengan hal

itu.

Malam pun telah berlalu, langit pun menyambut

hangatnya matahari perlahan. Farah pergi ke toko bunga dekat rumahnya. Pemilik

toko itu menggunakan kursi roda, saat melihat-lihat bunga yang ingin dia pilih,

ada salah satu tanaman yang tergantung tiba-tiba jatuh tepat di atas kepala

pemilik toko.

Syukurlah Farah sempat untuk melindungi

pemilik toko itu “Kamu tidak papa?” tanya pemilik

toko.

“Iya, saya tidak papa, bagaimana keadaan anda

terluka?”

“Saya tidak papa, terima kasih banyak yah sudah

menolong saya.”

“Saya senang bisa menolong.”

“Sedang mencari Bungan untuk siapa, saya bisa

merekomendasikannya.”

“Bukan untuk siapa-siapa, hanya membeli untuk diri

sendiri.”

“Bagaimana kalau bunga lily, menurut saya itu

cocok.” Bunga lily

yang melambangkan kehangatan dan kelembutan.

Farah pun menerima bukan membeli

tetapi diberi oleh pemilik toko itu. Farah yang

sudah keluar dari toko itu

tiba-tiba mendengar “TUNGGU…” teriak seseorang dari

belakang. Farah membalikkan

badan, saat melihat siapa yang memanggil “Pangeran

ku telah datang.” Ucap Farah

dalam hati.

“Saya ingin berterima kasih karna anda sudah

menyelamatkan ibu saya.” Ucap pria itu. Farah yang masih terpukau dengan

ketampanan pria itu pun hanya terdiam. Pria itu menepuk pelan bahu Farah. “Ah…

maaf, bisa ulangi lagi!” ucap Farah.

“Saya hanya ingin berterima kasih karna anda sudah

menyelamatkan ibu saya.”

“Pemilik toko bunga yah, senang bisa menolong.”

“Kalau begitu saya permisi.”

“TUNGGU… ini kartu nama saya, mungkin kalau anda

membutuhkannya.”

Pria itu menerima kartu nama yang diberikan Farah.

“Anda adalah seorang Psikologi.”

“Iyah, tapi maksud saya memberikan kartu nama itu…

ae… mungkin anda ingin menghubungi saya, atau jika anda tidak memerlukannya,

anda bisa membuangnya.” Farah menjadi gugup dan bingung dengan perkataannya

sendiri. Farah menundukkan kepala memberi hormat lalu bergegas pergi.

“Ada apa denganku?” ucap Farah dalam hati.

Farah berniat untuk pergi ke panti asuhan hari ini,

beberapa hari yang lalu Farah ke sana namun, anak-anak sedang jalan-jalan.

Farah menyempatkan diri untuk berbelanja buku,

memilih buku yang cocok untuk dibaca anak-anak.

Setelah kurang lebih satu jam Farah memilah milih

buku yang ingin dia beli akhirnya selesai juga, ada lima

kotak kardus yang sedang dia bawa dalam mobilnya.

Sesampainya Farah di panti asuhan, halaman tampak

sunyi apakah anak-anak sedang jalan-jalan lagi pikir Farah. Farah pun

menghampiri pengurus di sana lalu bertanya dimana anak-anak dan ternyata anak –

anak sedang belajar melukis dangan seorang

relawan yang baru saja datang. Mengetahui hal itu

Farah merasa bahagia karna

masih ada orang yang mau meluangkan waktu serta

tenaga untuk mengajari

anak-anak di panti asuhan.

Farah mengubah lima kotak kardus itu menjadi rak,

setelah selesai merapikan semua buku itu Farah berpikir untuk mengintip

anak-anak yang sedang belajar melukis.

Saat di depan ruangan anak-anak mengenali Farah dan

meneriaki dia untuk ikut bergabung dengan mereka. Betapa terkejutnya Farah saat

masuk melihat Reno di sana, ternyata relawan yang sedang mengajari anak-anak

melukis adalah Reno.

“Kakak Farah saja... kakak Farah saja… “ ucap

anak-anak.

“Apa, kakak kenapa?” tanya Farah. Reno mengarahkan

Farah untuk  duduk di tengah, Farah kebingungan kenapa dia disuruh untuk

duduk di tengah. Reno hanya menyuruhnya untuk duduk dan diam.

“Apakah aku boleh bernafas?” tanya Farah, menatap

polos Reno.

“Lakukanlah sesukamu.” Jawab Reno dengan tatapan

yang penuh

dengan keseriusan.

Reno menatap hangat anak-anak meski tanpa senyum.

Namun, saat menatap Farah. Reno bagaikan hewan buas yang ingin menerkam

mangsanya sungguh menakutkan. Sangat berbeda dengan pertemuan pertama mereka,

saat itu Farah melihat tatapan kesepian dari Reno. Mungkin karna nyawanya

hampir melayang jadi dia bisa membuat ekspresi seperti itu pikir Farah.

Anak-anak sudah selesai melukis dan saatnya mereka

memilih buku. Anak-anak sangat senang melihat buku yang sangat banyak, mereka

mengantri dengan rapi menunggu giliran mereka. Semua sudah mendapatkan buku

yang mereka inginkan lalu mereka berlarian mencari tempat yang nyaman untuk

membaca buku. Ada yang di bawah pohon, ada yang di ayunan, ada yang di bawah

seluncuran sambil berbaring dan ada juga yang di tengah halaman. Farah sangat

senang melihat antusias dari anak-anak yang ingin belajar.

Namun, saat Farah melihat kearah pintu masuk panti

asuhan ada anak yang menangis. Farah bergegas

menghampirinya “Kenapa kamu menangis?” tanya Farah.

“Saya berencana mengikuti semua yang ada di buku,

di pagi hari seorang anak bagun lalu merapikan tempat tidurnya dan menggosok

giginya tapi saat anak itu ingin berangkat sekolah dia mencium pipi orang

tuanya.”

Jawab anak itu sambil menangis.

“Kamu mau ada yang mencium pipimu sebelum berangkat

sekolah?” tanya Farah kembali. Anak itu hanya

menganggukkan kepalanya perlahan.

“Bagaimana kalau kakak saja yang mencium pipimu,

bukankah kakak lebih cantik dari wanita yang ada di dalam buku itu.” Ucap

Farah.

“Tapi bagaimana dengan pria yang mencium di pipi

sebelahnya?”

“Tunggu sebentar! Kakak akan membawakan pria yang

lebih tampan dari pria di buku itu.”

Farah berlari menuju parkiran “RENO…” teriak Farah

memanggil Reno yang sudah di depan mobilnya.

“Dia sudah membeli mobil baru.” Ucap Farah sambil

berlari. Farah langsung menarik tangan Reno, tapi Reno menolak dan menarik

tangannya kembali. “1 menit, hanya 1 menit aku janji.” Ucap Farah membujuk

Reno. “Aku

harus segera pergi ke rumah sakit.” Sahut Reno.

“Kumohon…” bujuk Farah.

“30 detik saja dari sekarang.” Farah menarik tangan

Reno sekuat yang dia bisa bergegas berlari menghampiri anak itu, di saat yang

bersamaan Reno mulai menghitung “1, 2, 3, 4, 5, ….”

Mereka akhirnya sampai kehadapan anak itu pada hitungan Reno yang ke lima

belas. Kebetulan Farah juga sedang membawa kamera. “Dalam hitungan 1, 2,3,

chiiiiis.” Ucap Farah sambil menekan tombol di kameranya.

Di saat yang bersamaan Farah menekan wajah Reno

agar seolah Reno sedang mencium pipi anak itu. Farah mencium pipi sebelah kanan

sedangkan Reno menempelkan pipi kanannya ke pipi kiri anak itu.

Saat itu hitungan Reno sudah sampai ke dua puluh,

Farah langsung berdiri dan berlari membawa Reno depan mobilnya. Dan pada

akhirnya tepat pada hitungan ke tiga puluh mereka sampai di depan mobil Reno.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!