Pada mulanya, sebuah payung kecil yang melindunginya dari tetesan hujan, kini berubah menjadi sebuah sangkar. Kapankah ia akan terlepas dari itu semua?
Credits:
Cover from Naver
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon AYZY, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
40km/h
Dia akan membawaku ke rumahnya, dan aku terpaksa menuruti keinginannya agar tidak menciptakan hal-hal yang tidak diinginkan. Di luar dugaan, Andrew tidak banyak protes ketika mendapati aku tanpa sengaja bersama Sean, bahkan dia tidak memberikan komentar apapun tentangnya seolah-olah dia tidak mengenal Sean sebelumnya. Jujur, jika saja Andrew tidak tahu aku baru bertemu dengan Sean, aku tidak akan mau menurutinya. Tadi itu kondisinya sangat tidak memungkinkan untukku berdebat dengannya. Padahal, seharusnya aku yang saat ini marah padanya. Namun, berkat itu semua, Andrew tidak menghiraukan keberadaannya.
Kini aku duduk di kursi penumpang mobil bersama Andrew. Bedanya, ia tidak menyetir secara pribadi kali ini, Andrew duduk tepat di sebelahku. Baik di antara kami, tidak ada yang memulai pembicaraan. Kami berdiam diri semenjak masuk ke dalam mobil. Sementara itu, Pak Jo—tangan kanan Andrew di perusahaan tempatnya bekerja juga tidak banyak berbicara semenjak dia tengah fokus menyetir. Aku duduk di dekat jendela, lebih memilih untuk melihat keadaan di luar sana untuk menghilangkan rasa kejenuhanku. Di luar masih hujan meskipun sudah tidak sederas tadi.
Sejujurnya aku masih merasa canggung dengannya. Ini aneh, beberapa saat yang lalu, Andrew benar-benar membuatku membiru dan hujan itu semakin menggoyahkan perasaanku. Namun, aku tidak berani berkomentar tentang hal itu, biarlah itu menjadi urusannya sendiri. Aneh jika tiba-tiba aku membuat perhitungan dengannya sementara belum lama ini aku pernah memintanya untuk mengakhiri hubungan kami.
Namun, bukankah aku juga sudah menyatakan perasaanku? Malam itu, aku mengungkapkan perasaanku tanpa sadar, dan aku benar-benar menyesal telah mengakuinya. Mungkin wajar jika sepasang kekasih saling mencintai, akan tetapi akulah yang selalu menyatakan perasaan. Aku benar-benar mencintainya, bahkan saat ini pun perasaan itu masih ada dan tidak pernah hilang. Sedangkan dia? Dia sama sekali tidak pernah menyatakan perasaannya, dan hanya memintaku untuk tetap tinggal dan tinggal. Aku tidak pernah tahu apa alasannya begitu tidak ingin melepasku, sementara ia sendiri belum tentu memiliki perasaan yang sama denganku. Aku tidak pernah tahu apapun mengenai dirinya, atau perasaannya. Dulu aku berpikir bahwa kami memiliki perasaan yang sama, oleh sebab itu kami menjadi sepasang kekasih. Akan tetapi, seiring berjalannya waktu, aku semakin meragukannya. Sejauh ini yang aku tahu, ia selalu bersamaku dan tidak pernah bersama dengan wanita lain, persetan dengan sifatnya yang sangat dingin, aku tidak masalah. Dan pengetahuanku itu ternyata salah. Salah total.
Puas memandangi jalanan, aku menoleh ke samping kanan. Aku melihatnya sedang memejamkan mata, tubuhnya sepenuhnya bersandar pada punggung bangku mobil, sementara itu wajahnya menghadap ke jendela. Ia sudah melepas jas formalnya, menyisakan sebuah kemeja putih bersih yang lengannya sudah menyingsing hingga ke atas siku, dan juga dasinya hilang entah kemana.
Sudah beberapa menit berlalu, akhirnya aku dapat mendengar suara Pak Jo saat mobil ini berhenti di perempatan jalan.
"Nona Stella, apa perlu saya matikan AC-nya?"
"Oh!" Aku menegakkan punggung seraya melihat Pak Jo di cermin. Kurasa dia menyadari jika sedari tadi aku menggigil kedinginan, "tapi Andrew ...."
Pak Jo tiba-tiba terkekeh, aku tidak mengerti, apanya yang lucu?
"Matikan saja!" Itu suara Andrew, apa dia tidak tidur? Aku menoleh ke samping dan langsung bertatapan mata dengannya. Apa sedari tadi dia melihatku? Tiba-tiba saja jantungku berdetak kencang, meskipun kami sudah terbiasa bersama, aku masih saja tidak terbiasa dengan tatapannya. Tatapannya seolah sedang menggali isi pikiran dan hatiku meksipun dia tidak mengatakan apapun.
"B-baiklah ...," Aku segera mengalihkan pandangan ke arah jendela, "hujannya sudah berhenti, bolehkan aku buka jendelanya?" tanyaku.
"Ya, terserah. Anggap saja ini mobilmu juga!" Aku bisa mendengar satu persatu kata yang dia ucapkan dengan jelas. Karena perkataannya, kami sudah seperti orang asing yang baru saling mengenal, tapi bukankah ucapannya tidak terlalu berlebihan untuk menyuruhku menganggap itu demikian?
Saat Pak Jo sudah mematikan AC, aku menurunkan kaca jendela mobil dengan tombol yang ada di dekat tempat menaruh botol minum, saat itu juga aku bisa merasakan udara segar efek hujan yang masuk ketika mobil ini juga mulai berjalan kembali.
"Ngomong-ngomong, Nona tadi baru saja pergi membeli cat aklirik ya?" tanya Pak Jo.
Dia pasti telah mengetahui isi tas plastik berisi cat aklirik yang aku bawa ke dalam bagasi mobil.
"Iya, Pak Jo. Saya beli untuk membuat tugas praktik di kampus."
Pak Jo terlihat tersenyum tipis saat aku melihatnya di balik kaca. "Wah, pasti kehidupan sekolah Anda sangat menyenangkan! Saya dulu juga ingin masuk ke dalam jurusan seni rupa seperti Nona, tapi apa daya saya tidak pandai melukis!" ucapnya dengan nada sedikit bergurau.
"Itu tidak masalah Pak Jo, niat Anda sudah sangat baik, bukannya tidak ada kata terlambat untuk belajar?" kataku dengan nada optimis agar tidak terlalu terkesan menggurui.
Pak Jo tersenyum simpul. "Yah, hanya jika Nona berkenan mengajari saya melukis?"
"Johan!" Tiba-tiba saja Andrew menginterupsinya.
Pak Jo tertawa kecil. "Maaf, bos!"
"Meskipun kau juga temanku, tetapi jangan melewati batas," lanjut Andrew. Aku sudah terbiasa dengan sifatnya yang sedikit posesif. Sebenarnya aku tidak ingin mengakuinya, tetapi pada kenyataannya itu adalah fakta.
"Ya, aku tahu. Aku hanya bercanda, lagipula aku hanya memintanya untuk mengajariku melukis, bukan mengajaknya berkencan!"
"Itu sama saja!" sahutnya ketus.
"Huh?"
"Stop it, you better focus on driving!"
"Yeah."
Selama aku mengenal Andrew, tidak ada di antara teman-temannya yang berani padanya kecuali Pak Jo. Pak Johan adalah teman Andrew, usianya hanya terpaut dua tahun lebih tua darinya, akan tetapi mereka benar-benar seperti teman sebaya. Karena Andrew sering berpergian bersama Pak Jo, aku jadi sering bertemu dengannya juga. Meksipun demikian, kami tidak terlalu akrab karena Andrew pasti akan selalu berada di tengah-tengah kami.
"Andrew ... apa benar-benar tidak masalah jika aku tidak membawa hadiah apapun untuk ibumu?"
"Tidak masalah!"
Sebentar, apa yang mereka bicarakan ini?
"Tapi aku merasa tidak enak, bagaimanapun ibumu kan hari ini ulang tahun!"
Andrew menghela napas, dia menopang dagu dengan telapak tangan. "Santai saja, ibu justru tidak suka jika ulang tahunnya dirayakan, apalagi sampai memberikan hadiah."
Jadi dia akan membawaku ke rumah orangtuanya karena ibunya sedang berulang tahun? Mengapa ia tidak memberitahukanku sebelumnya?
"Andrew," ujarku setelah beberapa saat, "ibumu—"
"Jangan khawatir, kita hanya perlu datang dan makan bersama."
"Ta—tapi, a-aku kan belum pernah b-bertemu dengan ibumu sebelumnya, bagaimana jika nanti—"
"Tenang saja, ibu pasti akan senang bisa bertemu denganmu!"
Aku sungguh khawatir, benar-benar khawatir. Ini diluar dugaanku. Kami sudah lama menjalin hubungan, tapi baru kali ini aku akan bertemu dengan ibunya, apalagi hari ini adalah hari ulang tahunnya, dan aku tidak membawa apapun selain tangan kosong. Dan bagaimana Andrew bisa berkata demikian?
"Nona Stella, jangan khawatir, saya juga diundang!" Perkataan Pak Jo sedikit membuatku tenang.
...CHAPTER END...
tapi sukaaa.. gimana dong..
boleh banyak2 dong up nya..
/Kiss//Kiss/
saran aja nih.. kalau buat cerita misteri, updatenya sehari 3 x.. supaya pembacanya ga kentang.. /Chuckle//Kiss/