NovelToon NovelToon
Obsessed With My Handsome Duke

Obsessed With My Handsome Duke

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Fantasi / Transmigrasi ke Dalam Novel
Popularitas:15.6k
Nilai: 5
Nama Author: Melsbay

Emily terkejut saat menyadari bahwa dia telah transmigrasi ke dalam sebuah novel yang dia baca sebelumnya. Lebih mengejutkan lagi, dia menyadari bahwa dia tidak menjadi tokoh utama seperti yang dia harapkan, melainkan menjadi seorang putri pendukung yang sombong, bernama Adeline. Adeline dikenal sebagai seorang putri sombong dan arogan yang akhirnya mati keracunan karena perselisihan cinta antara protagonis wanita, yang disebabkan oleh ulah antagonis wanita.

"Kenapa aku harus mati konyol?" batin Emily. "Dari pada hanya menjadi pemeran pendukung, sekalian saja aku yang jadi protagonis! Hey, aku seorang putri raja!"

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Melsbay, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Ruang Sempit, Pernyataan yang menggemaskan.

Adeline merasakan wajahnya memanas seperti terkena bara api, menyadari bahwa kata-katanya dapat diartikan dengan cara yang berbeda.

Tanpa ragu, dia memutuskan untuk menjelaskan kepada Duke Emeric apa yang sebenarnya dia maksudkan, memilih jalan kejujuran daripada membiarkan kesalahpahaman berkembang.

"Duke," kata Adeline dengan suara yang sedikit gemetar,

"Maafkan aku jika kata-kataku tadi menyebabkan kebingungan. Yang aku maksud adalah bahwa kita harus terbuka satu sama lain, berbagi perasaan dengan jujur tanpa menyembunyikan apa pun."

Duke Emeric, yang merasa malu karena salah pahamnya terhadap ucapan Adeline sebelumnya, merasa lega mendengar penjelasan Adeline.

"Aku juga minta maaf, Putri," katanya dengan lembut, "Aku tidak bermaksud memahaminya dengan cara yang salah. Aku hanya ingin kita berdua saling memahami dan terbuka."

Suasana di dalam ruangan istirahat terasa tegang dan canggung setelah kesalahpahaman mereka. Keduanya merasa malu atas interpretasi yang salah, dan atmosfer yang tadinya penuh gairah kini berubah menjadi kebingungan.

Adeline, mencoba mengatasi kecanggungan itu, berusaha mencairkan suasana dengan mengeluarkan candaan.

"Kau tahu, Duke," ucapnya dengan senyum kecil, "Kau memang tampan dan seksi. Aku tidak bisa membantah itu."

Namun, upaya Adeline untuk mencairkan suasana malah membuat keadaan semakin rumit. Duke Emeric merasa hatinya berdebar kencang mendengar kata-kata itu, dan kepolosan Adeline hanya membuatnya semakin terpesona oleh wanita di hadapannya.

Dia merasa begitu tergoda untuk meraih Adeline dalam pelukannya dan menciumnya, tetapi dia menahan diri karena mereka berada di tempat yang tidak tepat.

Kedua belah pihak merasakan ketegangan yang melingkupi mereka, dengan perasaan yang campur aduk dan keinginan yang menggelora di hati masing-masing.

Namun, mereka tahu bahwa saat yang tepat untuk mengekspresikan perasaan mereka akan datang, dan mereka bersedia menunggu hingga waktu itu tiba.

Duke Emeric memancing Adeline dengan candaannya yang khas, mencoba menguji sejauh mana kepolosan Adeline.

"Kau tahu, Putri," ucapnya dengan senyum menggoda, "Jika kau merayuku seperti itu, itu berarti kau memiliki perasaan suka padaku sebagai seorang pria, bukan?"

Tanpa disangka, Adeline yang polos dan jujur, tidak menangkap candaan itu.

Dia menatap Duke Emeric dengan serius, matanya penuh dengan kejujuran yang tulus, dan dengan suara yang ringan tetapi tegas, dia mengungkapkan apa yang ada di dalam hatinya.

"Benar," katanya dengan polos, "Aku benar-benar menyukaimu, Duke."

Duke Emeric terkejut dengan kejujuran yang tulus dari Adeline. Matanya memperhatikan wajah Adeline, mencari tanda-tanda kebohongan, tetapi tidak menemukannya.

Dia merasakan getaran emosi yang kuat di dalam dirinya, campuran antara kegembiraan dan kebingungan. Akhirnya, dia tersenyum, hatinya dipenuhi dengan perasaan yang campur aduk.

Dia merasa bersyukur karena Adeline memiliki keberanian untuk mengungkapkan perasaannya, meskipun itu membuatnya sedikit kebingungan tentang bagaimana meresponsnya.

Adeline menyadari bahwa dia dengan jujur telah menyatakan perasaan nya pada duke emeric, merasa sangat malu dan memukul-mukul kepala nya dan membisikan bodoh pada diri nya sendiri.

Adeline merasa betapa kikuknya situasi yang dia ciptakan dengan kejujurannya. Sementara Duke Emeric, dengan penuh kelembutan, mengambil tangan Adeline, mencoba menenangkan kecemasannya.

Matanya penuh dengan kehangatan saat dia menatap Adeline, merasa terpesona oleh kepolosan dan kejujuran yang ada di hadapannya.

"Janganlah melukai dirimu sendiri, Putri," bisik Duke Emeric dengan lembut, suaranya mengalun seperti melodi yang menenangkan.

Dia menyampaikan kata-kata tersebut dengan penuh lembut dan penuh kehati-hatian, membuat Adeline merasa dihargai dan dilindungi.

Adeline menangkap tatapan penuh kebaikan dari Duke Emeric, membuatnya merasa sedikit lebih baik meskipun masih merasa malu.

Namun, senyum yang timbul di wajah Duke Emeric mencairkan ketegangan di antara mereka, menawarkan sedikit kelegaan di tengah-tengah kecanggungan yang menyelimuti mereka.

Dengan lembut, Duke Emeric mengusap kepala Adeline, membiarkan sentuhan lembutnya menyapu rambutnya dengan penuh kasih sayang.

Mereka berdua tenggelam dalam momen kecil itu, membiarkan kehangatan dan kebaikan saling mengalir di antara mereka, menyatukan mereka dalam kedamaian sementara.

Meskipun kecanggungan masih hadir di antara mereka, ada juga sentuhan harapan yang menyala di dalam hati mereka.

Dalam suasana yang penuh canggung dan rasa malu yang meluap, Adeline menahan napasnya sejenak sebelum akhirnya memberanikan diri untuk mengucapkan kata-kata yang selama ini telah terpendam dalam hatinya.

Suaranya bergetar, mencerminkan kecemasan dan keraguannya, tetapi juga penuh dengan keberanian yang luar biasa.

"Um, Duke Emeric..." gumam Adeline, suaranya hampir tidak lebih dari bisikan di dalam ruangan yang terasa semakin remang. Matanya menatap penuh harap, mencari jawaban dari pria yang hadir di depannya.

Duke Emeric, yang sebelumnya terpesona oleh kepolosan Adeline, seperti terbangun dari lamunan.

Dia merasakan denyut jantungnya berdegup semakin kencang, seolah-olah mencoba menemukan kata-kata yang tepat untuk merespons pernyataan cinta Adeline.

Kecanggungan terasa begitu kuat di antara mereka, membuat udara di sekitar mereka terasa semakin tegang.

"M-Maafkan aku, Putri..." balas Duke Emeric dengan suara yang serak.

Matanya mencoba mencari keberanian di dalam dirinya untuk menyampaikan perasaannya. "Aku juga merasa... merasa hal yang sama... tentangmu..."

Suara jantung mereka berdua seakan memecah keheningan yang menyelimuti ruangan itu, menciptakan dentuman yang hampir bisa terdengar.

Adeline tertawa canggung "Aku benar-benar merasa lega, Duke. Aku khawatir sekali bahwa perasaanku akan ditolak... Apalagi dengan sikapku yang terkadang... terlihat seperti membencimu."

"Tidak, Putri. Kau tidak pernah terlihat membenciku. Aku justru merasa bahwa sifatmu yang begitu tulus dan polos itulah yang membuatku semakin terpikat padamu. Kau begitu manis dan menggemaskan bagiku." Duke Emeric menggeleng lembut.

Adeline menggigit bibirnya "Aku... Aku tidak pernah berpikir bahwa kau akan merasa begitu."

"Tentu saja, Putri. Bagaimana mungkin aku tidak terpikat olehmu? Kau adalah segalanya bagiku."

"Terima kasih, Duke. Aku... Aku merasa sangat bahagia mendengarnya."

Duke Emeric mendengarkan dengan penuh perhatian, matanya terfokus pada wajah Adeline yang dia anggap begitu cantik.

Adeline meraih ujung lengan baju Duke Emeric dengan gemetar, matanya terlihat malu saat dia mencoba mengumpulkan keberanian untuk berbicara.

"Ehm, Duke..."

Duke Emeric, yang sedang tersesat dalam pikirannya sendiri, terkejut mendengar panggilan Adeline dan membalas dengan tatapan penuh perhatian.

"Ya, Putri? Apa yang ingin kamu katakan?" Duke Emeric memperhatikan Adeline dengan penuh perhatian.

Sambil menggenggam ujung lengan baju Duke Emeric "Biasanya, setelah seseorang menerima pernyataan cinta, mereka memberikan ciuman manis pada yang lainnya..."

Duke Emeric merasakan wajahnya memanas karena kebingungan. Dia mencoba menjaga ketenangan, meskipun merasa sedikit malu dengan pembicaraan yang tiba-tiba ini.

Duke Emeric mencoba tersenyum sambil merasa canggung "Oh, begitu ya? Hmm, itu... menarik. Bagaimana kamu tahu tentang itu, Putri?"

"Ehm, aku... aku mengetahuinya dari buku novel..."

Duke Emeric, dengan kebingungan yang berat, mencoba menahan dirinya sendiri saat melihat Adeline yang imut seperti kucing manis di hadapannya.

Dengan napas tersendat dan suara berat "Putri..."

Duke Emeric memegang kepala nya, berusaha keras menahan diri ketika melihat gadis imut di hadapannya. Tetapi mata besar dan pesona yang memancar dari Adeline membuatnya tak bisa lagi menahan diri. Dengan gerakan tiba-tiba, dia menarik tubuh Adeline ke pangkuannya, mengalihkan perhatiannya pada kecantikan dan kepolosan gadis itu.

Adeline, terkejut oleh tindakan mendadak Duke Emeric, mengeluarkan jeritan pelan yang langsung dia tutupi dengan kedua tangannya. Tatapannya penuh dengan kebingungan dan ketakutan.

Dengan suara yang gemetar "Duke..."

Dengan suara berat dan penuh hasrat "Shh, tenanglah, Putri..."

Duke Emeric merasa sedikit menyesal atas tindakannya yang terlalu mendadak, dan dia mencoba menenangkan Adeline dengan suaranya yang lembut.

Berbisik lembut "Putri, bolehkah aku menciummu?"

Dengan suara pelan dan wajah yang tersipu malu "Ya, Duke..."

Adeline menatap mata Duke Emeric dengan wajah yang merona merah karena malu.

Ekspresi Adeline mencerminkan kombinasi antara kepolosan dan keinginan yang halus, menunjukkan bahwa dia juga merasakan daya tarik yang sama kuatnya terhadap Duke Emeric.

Duke Emeric dengan lembut mengusap wajah Adeline, kasih sayang terpancar dari setiap sentuhan jarinya. Matanya penuh dengan kelembutan saat dia mendekatkan bibirnya ke arah Adeline.

GLUG!

Duke Emerik menelan ludah nya, merasa begitu gugup.

Udara di sekitar mereka terasa hangat, cahaya remang memperindah suasana, dan aroma wangi parfum Adeline memenuhi ruangan.

Perlahan, bibir Duke Emeric menyentuh bibir Adeline dengan lembut, seperti mendewakan momen itu. Ada kelembutan dalam gerakannya, sebagai ungkapan dari perasaannya yang mendalam. Adeline, dengan perasaan yang campur aduk, membalas ciuman Duke Emeric dengan canggung, tetapi juga penuh dengan kehangatan dan rasa penasaran.

1
salwi
/Chuckle/
Melsbay
Halo... terima kasih sudah menjadi pembaca setia. Untuk mendukung author, mohon di like, subscribe, komentar, kasih bintanng dan di vote ya... terima kasih banyak...
Melsbay
mohon di like, subscribe, bintang dan follow akun ya gaess ya...😇 biar authir lebih semangat up karya dan jangan lupa di komen juga ya😇😇😇 Sankyuuu...
Olive
/CoolGuy//CoolGuy/
Niaa🥰🥰
Luar biasa
Niaa🥰🥰
😁😁🥰🥰
Melsbay
mohon bantu support author dengan like, subscribe, follow dan bintang ya... jangan lupa dikomen ya, teman2... sankyu😇😇😇
Bird
👣👣👣
Keyzie
👣👣👣👣
Pembaca Setia
update terus ya thor👍👍
Pembaca Setia
gentle👍👍
Pembaca Setia
/Hey//Facepalm/
Ryfca
🥰🥰🥰
Vallleri Abel
up up up
Suryavajra
Saintes itu apa kak?
Melsbay: sama sama😄
Suryavajra: wah keren.. insight baru.. thanks kak
total 3 replies
Suryavajra
buat aku, author yang bisa bikin cerita kerajaan itu sesuatu banget.. keren ah kak.. baca pelan2 ah 👍👍👍
Suryavajra
wow.. produktif sekali kak.. udah keluar karya baru lagi 👍👍👍👍👍
Ryfca
🥰🥰🥰🥰
Keyzie
keren👍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!