Karena sudah bosan dengan hidup susah, akhirnya Dinda memilih jalan pintas mengikuti teman-temannya yang menjadi wanita simpanan para pria kaya di luar sana. Sebutan kerennya sugar baby.
Mereka bisa hidup mewah dan banyak uang bahkan temannya ada yang dibelikan mobil hingga membuat Dinda tergiur untuk melakukan hal itu saat sekolah demi membantu ekonomi keluarganya karena dia mulai bosan makan dengan tahu dan tempe saja.
Lalu, akankah Dinda mendapatkan apa yang diinginkannya dengan standar yang begitu tinggi untuk calon sugar Daddy-nya karena dia tidak ingin laki-laki tua dan perut buncit seperti sugar daddy-nya Intan teman sekolahnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tessa Amelia Wahyudi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6. Pagi
Dinda benar-benar merasa bingung saat ini, dia tidak tahu harus memakai pakaian apa. Pagi ini dia juga harus pergi ke sekolah, lalu bagaimana dengan seragam sekolahnya? apa dia harus libur, tapi bagaimana dengan sekolahnya nanti jika dia libur tanpa alasan? Di saat dia bingung, tiba-tiba saja Daniel mengetuk pintu kamarnya dengan begitu keras hingga membuat Dinda langsung membukanya saat itu juga.
"Ada apa om?" tanya Dinda yang hanya memperlihatkan kepalanya saja di balik pintu kamarnya. Melihat hal itu membuat Daniel merasa heran. Kenapa gadis ini begitu menyebalkan sekali?
"Apa yang kau sembunyikan?" tanya Daniel yang merasa penasaran dengan apa yang dilakukan gadis itu. Tadi malam dia membuat drama dengan tidak bisa menyalakan AC, lalu apa lagi yang dilakukannya pagi ini.
"Hem, nggak apa-apa sih Om. Cuma- ahk..." Dinda berteriak ketika Daniel mendorong pintu kamarnya begitu saja.
Deg!
Jantung Daniel berdegup kencang ketika melihat penampilan Dinda saat ini. Sungguh, dia benar-benar tidak menyangka ternyata gadis ini memiliki tubuh yang cukup seksi menurutnya walau kalah seksi dengan mantan kekasihnya dulu.
Tidak ingin terlihat bahwa dia terpesona dengan tubuh gadis menyebalkan ini, Daniel memilih mengalihkan pembicaraan mereka dan menyuruhnya untuk segera menyiapkan sarapan karena dia akan pergi ke kantor untuk menemui Kevin. "Cepat siapkan sarapan untukku secepatnya! sarapan itu harus sudah siap saat aku selesai berpakaian!" titah Daniel yang langsung pergi meninggalkan Dinda begitu saja. Namun, saat dia sudah berjalan beberapa langkah tiba-tiba saja Dinda menghentikannya.
"Hem, Saya mau sekolah Om. Saya juga nggak tahu jalan mau ke sekolah tuh dari mana. Terus-"
"Itu urusanmu, bukan urusanku! aku sudah membayarmu mahal untuk itu. Jika kau sekolah, itu urusanmu. Tapi saat aku pulang ke rumah, kau sudah harus berada di rumah dan menyiapkan makanan untukku!"
Daniel benar-benar pergi meninggalkan Dinda setelah mengatakan hal itu. Sedangkan Dinda sendiri hanya bisa mendesah pasrah untuk semua ini. Setidaknya dia mendapatkan uang sebesar 300 juta untuk apa yang akan dikerjakannya saat ini. Hari ini biarlah dia bolos sekolah dan menjelaskan pada ibunya bahwa dia akan mulai bekerja dan tidak pulang ke rumah mereka lagi. Dia juga akan membuat buku rekening hari ini agar bisa mendapatkan uang dari Daniel.
Dinda mulai memasak sarapan pagi untuk Daniel. Tidak banyak yang bisa dimasaknya di tempat ini hanya bisa menyajikan nasi goreng dengan telur mata sapi saja karena hanya itu yang tersedia di dalam kulkas. Tak lama setelah Dinda selesai masak Daniel keluar dari kamarnya dan langsung menuju meja makan untuk sarapan.
"Duduk dan habiskan sarapanmu! saat aku kembali ke rumah, tempat ini harus sudah bersih dan beres. Kau aku bayar mahal untuk membersihkan tempat ini, jadi lakukan sesuatu dengan baik! Ingat, Jauhkan nanas dari meja makanku karena aku sangat membenci yang namanya nanas dan daging kambing. Gunakan juga bahan-bahan terbaik dan pakai kartu kredit yang ku berikan untukmu."
"Iya om," jawab Dinda dan dia langsung mendapatkan tatapan tajam dari Daniel karena pria itu tidak suka dipanggil om. Dia tidak setua itu hingga bisa dipanggil om begitu saja. Tapi mau bagaimana lagi, bicara dengan gadis kampungan ini sama saja membuat kepalanya sakit, jadi lebih baik dia tidak banyak bicara daripada membuatnya kesal nanti. Setidaknya ada yang bisa dibanggakan dari gadis ini karena masakannya cukup enak dan bisa diterima di lidahnya.
"Cih, sudah kukatakan aku tidak suka dipanggil om tapi kau tetap melakukannya!"
"Jadi harus panggil apa? Tuan Daniel?"
Brak!
Daniel menggebrak meja makannya karena dia paling membenci sebutan tuan-tuan seperti itu dan itu membuat Dinda merasa kaget hingga menjatuhkan sendok dan dipegangnya.
"Kau pikir ini di jaman kerajaan? berhenti membuatku ke sana! sudah mengatakan padamu untuk memanggilku Dane, atau Niel tapi kau tetap saja memanggilku om," gerutu Daniel yang semakin tidak habis pikir dengan Dinda.
"Maaf, tapi gak sopan manggil nama. Lagian om kan-"
"Sudahlah jangan dibahas lagi! Sekarang habiskan makananmu dan aku akan pergi. Kau akan ku antar ke supermarket untuk berbelanja."
"Gak usah deh om. Aku pergi sendiri aja. Mau ke rumah dulu ambil seragam sekolah terus ke bank buat rekening. Kan mau dapet uang 300 juta dari om," tolak Dinda karena memang banyak hal yang harus dilakukannya hari ini.
"Terserah!"
Akhirnya setelah sarapan pagi dengan Dinda Daniel pergi meninggalkan apartemennya karena dia akan pergi ke kantor. Pagi ini dia akan bertemu dengan si b******* Kevin. Dia ingin memberi pelajaran pada laki-laki itu dengan mengirimkannya gadis kampungan seperti Dinda.
Setelah Daniel pergi, Dinda bersiap-siap untuk membersihkan apartemen ini lalu pergi ke rumahnya. Dia akan menjelaskan pada ibunya bahwa dia mulai bekerja dan tidak bisa pulang. Terserah apa yang akan keluarganya katakan tentang dirinya nanti. Setidaknya dia harus mengubah nasib mereka dan juga keluarganya walau harus mengorbankan dirinya. Dinda melakukan semua ini demi mencapai cita-citanya untuk menjadi seorang dokter nantinya. Semoga saja pengorbanan yang tidak sia-sia semua ini. Setelah menyelesaikan pekerjannya, Dinda langsung pergi memesan ojek online untuk pergi ke rumahnya dengan menempuh jarak 30 menit.
"Dinda pulang," ucapnya saat dia sampai di rumah dan di sambut oleh ibunya.
Mendengar suara putrinya membuat ibu Ida langsung menghampiri Dinda yang baru saja pulang. Dia begitu begitu mengkhawatirkan keadaan Dinda sehingga tidak bisa tidur semalaman dan kini dia mulai bisa merasa tenang ketika melihat putri sulungnya pulang ke rumah mereka.
"Kamu dari mana aja Dinda? kenapa nggak pulang? ke mana kamu pergi?" tanya ibu Ida ketika melihat putrinya pulang.
"Dinda capek buk. Dinda cuman mau ngambil seragam aja dan Dinda nggak akan pulang lagi. Dinda mulai bekerja sebagai pembantu rumah tangga di rumah saudaranya temen Dinda. Di sana gak ada pembantunya, jadi Dinda mau ambil pekerjaan ini."
"Gak! kamu gak boleh bekerja sebagai pembantu seperti ibu. Biar ibu dan ayah yang bekerja dan kalian tidak boleh bekerja. Kamu masih sekolah dan kamu harus fokus pada kegiatan itu saja bukan malah bekerja seperti ini," tolong ibu Ida. Dia tidak akan membiarkan putrinya bekerja apalagi menjadi pembantu rumah tangga sepertinya. Tidak, dia tidak akan membiarkan anak-anak yang merasakan apa yang dia rasakan.
"Dinda nggak butuh persetujuan dari ibu karena Dinda udah setuju kerja di. Terserah ibu mau setuju apa enggak tapi yang pasti Dinda nggak akan mengubah keputusan yang udah diambil. Setidaknya Dinda bisa dapat uang untuk biaya sekolah Dinda selanjutnya. Kalau mengharapkan ibu sama ayah aja itu rasanya nggak mungkin karena untuk kehidupan kita aja kalian masih kurang, jadi biarkan Dinda kerja. Kalau Dinda kerja Dinda bisa bantu ibu sama ayah. Dinda bisa kasih adek makan ayam, bukan cuma tahu sama tempe setiap hari bahkan kadang cuman pakai garam. Jadi biar Dinda kerja!"
...****************...
Note : Tolong ya, bantu like, komen dan kasih votenya juga. Kalian ini banyak loh yang baca, ribuan, tapi yang like cuma seratus orang 🥺
Tolong kasih semangat ke aku ya ❤️
jadiningatwaktuitudi depanaltar❤❤❤❤