Rasa sakit yang Maura rasakan saat mengetahui Rafa menikah dengan wanita lain tidak sebanding dengan rasa sakit yang kini dia rasakan saat tahu dirinya tengah hamil tanpa tahu siapa lelaki yang sudah membuatnya hamil.
Kejadian malam dimana dia mabuk adalah awal mula kehancuran hidupnya.
Hingga akhirnya dia tahu, lelaki yang sudah merenggut kesuciannya dan membuatnya hamil adalah suami orang dan juga sudah memiliki seorang anak.
Apa yang akan Maura lakukan? Apakah dia akan pergi jauh untuk menyembunyikan kehamilannya? Atau dia justru meminta pertanggung jawaban kepada lelaki itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dewi widya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6
"Cakep juga ternyata. Tapi sayang, sudah punya anak istri." Ucap Alex lirih saat melihat penampilan lelaki yang sudah merenggut kesucian Maura, keponakannya.
Andre yang mendengar ucapan Alex hanya memutar bola matanya jengah. Bisa-bisanya Alex berkomentar seperti itu. Apa yang sebenarnya mantan rivalnya itu pikirkan.
Fabian yang sudah dipersilahkan masuk dan duduk di sofa hanya diam saja karena orang yang memanggilnya belum mengatakan apapun dan hanya meminta dirinya untuk duduk. Dia juga sudah tahu siapa saja orang yang ada di dalam ruangan direktur. Meski tidak mengenalnya, tapi dia tahu kalau kedua orang itu penting dan tentunya dari keluarga Abrisam karena sering melihat di kabar berita.
Jantung Fabian berdetak tidak karuan saat tahu kalau salah satu dari dua orang itu adalah Bryan, Ayah dari Maura, wanita yang sudah dia titipkan benih dalam rahimnya dan dia renggut kesuciannya.
"Ekhemm!!"
Bryan menatap tajam pada Alex yang sengaja berdehem dengan sangat keras. Dia tahu maksud dari apa yang Alex lakukan. Sepertinya sahabat sekaligus kakak iparnya itu sudah tidak sabaran. Aneh memang, dia yang Ayahnya Maura biasa saja, tapi Alex yang hanya pamannya seolah ingin tahu sekali.
"M-maaf Dokter Andre. Ada apa anda memanggil saya?" Fabian memilih bertanya terlebih dahulu meski jantung nya berdetak dengan sangat cepat. Dia belum ada persiapan sama sekali bila harus berhadapan dengan keluarga Abrisam. Bukan karena takut, melainkan belum siap saja dan sadar diri akan posisinya saat ini. Apalagi pertemuan ini begitu mendadak.
"Maaf sebelumnya sudah mengganggu kerjaan Dokter Bian. Sebenarnya bukan saya yang memanggil anda untuk datang kesini, tapi beliau,_" Andre menunjuk Bryan yang duduk di sofa singel dengan tangan kanannya sopan.
Fabian menelan ludah dengan kasar, sudah dia duga, pasti Bryan lah yang ingin menemui dirinya, bukan Andre. "Tenang Bian!! Kau harus tenang." Batin Fabian menenangkan dirinya sendiri.
"Siang Dokter Fabian Arbie Nugraha." Sapa Bryan dengan tersenyum pada Fabian.
Fabian yang melihat senyum Bryan justru membuatnya semakin dag dig dug, jantungnya berdetak tidak karuan. Senyum itu sungguh menakutkan menurut Fabian. "Siang juga Tuan Bryan." Balas Fabian yang berusaha untuk tetap tenang dan tidak boleh gugup.
"Ohhh!! Ternyata anda tahu nama saya juga ya." Kata Bryan dengan tertawa.
Alex sama Andre saling pandang saat melihat Bryan tertawa. Keduanya bergidik ngeri mendengar tawa Bryan. Sudah dipastikan pasti lawan bicaranya nyalinya akan menciut kali ini, pikir Alex juga Andre.
Fabian hanya tersenyum dan mengangguk pelan sebagai tanggapannya. Siapa yang tidak tahu Abrisam Bryan Alvaro. Seluruh tanah air tahu bahkan kenal sama pengusaha itu mengingat tampangnya sering masuk TV, koran, majalah dan diberbagai sosmed.
"Bagus kalau kau sudah tahu." Suara Bryan sudah berbeda, tidak seperti tadi yang terdengar ramah. Kali ini suara pria paruh baya itu terdengar mengintimidasi dan tatapannya yang begitu tajam.
"Kau tahu apa kesalahan yang sudah kau buat?" Fabian menggeleng kepala pelan, dia lebih memilih menjawab belum tahu daripada sudah tahu walaupun sebenarnya dia tahu kesalahan yang dimaksud sama Bryan. Apalagi kalau bukan karena dirinya merenggut kesuciannya putri dari Bryan.
"Tiga minggu yang lalu di salah satu kelab malam dan hotel. Apa kau masih ingat?" Fabian menelan saliva susah payah. Dia diam dan tidak menjawab bahkan memberi respon saja tidak. Bukan karena dia pecundang, tapi karena pikirannya tengah kacau saat ini. Pertemuan mendadak kali ini sungguh membuat pikirannya tidak begitu jernih.
Kalau dia jawab masih ingat dan nantinya diminta pertanggung jawaban, memang keluarga Abrisam mau putri mereka dijadikan istri kedua. Kalau dia bilang tidak ingat, sudah pasti dia berbohong karena sampai detik ini dia terus mengingat kejadian malam tiga minggu yang lalu.
"Kenapa diam? Apa sudah lupa?" Tanya Bryan lagi karena tidak ada jawaban dari lawan bicaranya.
Terdengar suara langkah sepatu yang berlarian dan seseorang memanggil dengan berteriak.
Brakkk
Pintu terbuka dengan kasar dari luar.
"Paman!!" Seorang wanita cantik baru saja masuk dengan nafas memburu.
"Ayah!!! Kok Ayah ada disini?" Tanya wanita itu saat melihat ada Ayahnya, Bryan di ruang kerja Andre.
Bryan dan yang lainnya langsung berdiri dari duduknya, begitupun dengan Fabian. Dia juga ikut berdiri saat melihat wanita yang masih dalam ingatannya saat ini tengah berada di ruangan yang sama dengan dirinya. Berdiri berhadapan dengan dirinya.
"Ada apa?" Tanya Bryan menatap Maura yang terlihat panik bahkan sepertinya habis menangis.
"Oma, Ayah!! Oma masuk IGD." Terang Maura.
Bryan yang mendengar itu lantas menarik Maura ke IGD. Dia bahkan meninggalkan apa yang tengah dia lakukan tadi tanpa mengatakan apapun.
"Lanjutkan pekerjaan kamu!" Perintah Andre pada Fabian sebelum menyusul Bryan dan juga keponakannya serta.
"Urusan kita belum selesai." ucap Alex sambil menepuk pundak Fabian kencang.
Fabian masih diam ditempat tanpa merespon perintah Andre maupun ucapan Alex. "Jadi benar dia anaknya Tuan Bryan, keponakannya Dokter Andre." Gumam Fabian lirih. Dia lantas keluar dari ruangan direktur dan pergi dari sana dengan langkah lunglai juga pikiran kalut.
🌷🌷🌷
"Kenapa Mama sampai masuk IGD?" Bryan bertanya pada Bara yang entah kenapa asistennya itu ada dirumah sakit juga mengantar Oma Lea.
"Istri kamu minta datanya." Jawab Bara lirih karena takut didengar Freya yang ada disana bersama Anelis juga.
"Dan kamu kasih tahu?" Tebak Bryan dan langsung diangguki sama Bara.
"Nyonya Lea syok saat tahu kalau lelaki itu sudah berkeluarga dan punya seorang anak. Beliau langsung pingsan." Ungkap Bara. Mereka masih berbincang dengan suara lirih dan terkesan berbisik.
"Ayah!! Maafin Maura. Semua gara-gara Maura. Oma harus masuk rumah sakit karena Maura." Maura yang berdiri di samping Bryan kembali menyalahkan dirinya sendiri. Dia juga menangis karena merasa bersalah pada keluarga sudah membuat kekacauan.
Bryan merangkul Maura dari samping. "Sudah, jangan salahkan diri kamu sendiri. Ini bukan salah kamu." Bryan mengusap lengan Maura dengan lembut.
"Tapi Oma sampai harus masuk rumah sakit, Ayah. Coba Maura tidak hamil di luar nikah, pasti Oma tidak akan sampai masuk rumah sakit." Maura mengira Oma Lea masuk rumah sakit karena dirinya yang hamil di luar nikah. Dia belum tahu kalau kenyataannya Oma Lea masuk rumah sakit karena mengetahui fakta bahwa Fabian sudah berkeluarga dan memiliki seorang anak.
"Jadi dia hamil!!" Fabian yang sengaja mengikuti mereka begitu syok dengan fakta yang baru saja dia dengar. Perbuatannya malam itu membuat seorang gadis hamil tanpa seorang suami.
"Ak-aku akan memiliki anak?" ucap Fabian terbata. Fabian tersenyum dengan mata berkaca-kaca, "Aku akan menjadi seorang ayah untuk anakku sendiri."