PENDEKAR Mabuk memiliki nama asli Suto Wijaya Kusuma dan dia adalah seorang pendekar pembela kebenaran dan menumpas kejahatan. Perjalanan nya dalam petualangannya itu banyak menghadapi tantangan dan rintangan yang sering kali membuat nyawa nya terancam. Namun pendekar gagah dan tampan itu selalu punya solusi dalam menghadapi permasalahan tersebut.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ikko Suwais, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PART 13
CUKUP sulit melacak pembunuh berpedang panjang, karena Panji Klobot tak kenali wajah pemegang pedang panjang yang diperkirakan sebagai Pedang Jagal Keramat itu. Pendekar Mabuk akhirnya putuskan untuk segera ke Lembah Seram.
Harapan satu-satunya adalah mendapat penjelasan dari si Kusir Hantu yang terluka saat bertarung melawan orang berpedang panjang itu. Jika si Kusir Hantu segera dapat disembuhkan, maka misteri pemegang pedang panjang itu dapat terungkap dengan jelas.
Karina sendiri tak punya plihan lain kecuali ikuti langkah Suto Sinting. la tak mau membantah apa kata si pemuda tampan itu, sebab takut tak diizinkan ikut lagi. Dengan mengikuti si pemuda tampan murid si Gila Tuak itu, maka Karina dapat selalu memandang ketampanan Suto dan hatinya merasa diselimuti kabut keindahan.
Panji Klobot sendiri merasa girang karena sudah temukan Pendekar Mabuk dan segera membawanya pulang. la sangat berharap si Kusir Hantu dapat segera sembuh. Karena sejak ia tinggal bersama keluarga Kusir Hantu, ia telah dianggap seperti cucu sendiri oleh si tokoh tua yang gemar bermain pepatah tah dalam setiap bicaranya itu.
Tiba-tiba langkah mereka bertiga terpaksa harus berhenti karena kemunculan seseorang yang berlari dari arah timur. Orang itu berlari dengan cepat hingga menyerupai bayangan berkelebat.
"Suto...!" seru orang tersebut, lalu' ia hentikan langkah di depan Pendekar Mabuk dengan napas terengah-engah dan wajah memancarkan ketegangan.
Karina memandangi orang tersebut dengan perasaan asing, karena merasa baru kali ini melihat pemuda itu.
"Santana...?!"
"Suto, hmmm.. celaka! Aku celaka! Mati aku, Suto!"
"Hei, hei... tenanglah dulu, Santana!" Pendekar Mabuk menepuk-nepuk kedua pundak Santana. Wajah pemuda berbambu kuning itu masih tampak tegang walau ia berusaha menenangkan napasnya.
"Kalau aku mati, tolong bawa mayatku pulang ke Pulau Parang," ujar Santana yang biasa murah senyum, kali ini ia bagaikan Iupa caranya tersenyum. Panji Klobot ikut bicara kepada Santana yang belum dikenalnya.
"Kapan kau mau mati, Kang? Maksudku, supaya kita punya persiapan membawamu ke Pulau Parang. Atau sebaiknya kau mati di pantai saja, supaya lebih dekat dengan Pulau Parang."
"Husy...!" hardik Pendekar Mabuk kepada Panji Klobot. Kemudian murid si Gila Tuak itu kembali bicara kepada Santana.
"Ada apa sebenarnya, Santana?"
"Tolong selamatkan aku, Suto! Aku terancam maut."
"Maut bagaimana?!" desak Suto.
Karina ikut angkat bicara juga, tapi ditujukan kepada Pendekar Mabuk.
"Siapa dia, Suto?"
"Hmmm, sahabatku! Santana, namanya!" Lalu Suto berkata kepada Santana.
"Santana, ini Karina, sahabat baruku. Karina
adalah murid si Burung Bengal dari Bukit Semayam. Kami sedang menuju ke Lembah Seram." Tundalah dulu kepergianmu ke sana, Suto.
Suto. Tundalah dulu!" Santana bicara dengan mata sesekali melirik ke arah datangnya tadi dengan diliputi perasaan cemas yang menakutkan.
"Seseorang ingin membunuhku, Suto! Aku tak sanggup menghadapinya!"
"Siapa yang ingin membunuhmu?!"
"Dewi Ranjang!" jawab Santana, dan Suto Sinting hanya tersenyum. Terbayang kemesraan dalam cumbu antara Santana dan Dewi Ranjang yang pernah dilihatnya dari atas pohon.
"Aku bersungguh-sungguh, Suto!" ujar Santana yang sepertinya tak rela jika penjelasannya ditertawakan.
"Bukankah kalian tampak mesra-mesra saja Kulihat dia membelamu saat diserang si Jahaman Tua dan kalian...."
"Dari situlah awalnya!" potong Santana. la melirik Karina sesaat dengan hati risi. Lalu ucapannya dillanjutkan dengan suara pelan. Sekalipun demikian, Karina masih bisa mendengar apa yang dikatakan Santana kepada Pendekar Mabuk.
"la ketagihan dengan kemesraanku. la ingin mengajakku bercumbu lagi. Tapi aku segera sadar bahwa hal itu tak mungkin kulakukan lagi padanya. Aku tak tertarik padanya, sama sekali tak suka."
"Kau telah terkena ilmu pemikatnya yang dipancarkan melalui pandangan matanya, Santana."
"Kurasa memang begitu. Karena setelah kami selesai bercinta pada waktu itu, di hatiku timbul rasa sesal dan malu pada diriku sendiri, juga malu padanya. Maka ketika ia membujukku lagi, aku hanya bisa menundukkan kepala, malu memandangnya, sambil kukatakan bahwa aku tak bersedia lagi untuk melakukannya. Aku pun segera pergi menghindarinya."
"Kalau saat itu kau pandang lagi matanya maka kau akan menuruti perintahnya dan bergairah lagi untuk mencumbunya. Beruntung kau merasa malu kepadanya dan malu menatap wajahnya."
"Mungkin begitu. Tapi yang jelas hari ini aku dikejar-kejar olehnya. Dia merasa sakit hati atas penolakanku."
"Apakah kau tak berani melawannya?"
"Aku tak mau melawannya. Aku masih malu jumpa dengannya. Apalagi dia membawa pedang panjang dengan maksud untuk membunuhku. Kurasa aku lebih baik kabur dan mencari orang untuk melindungiku. Aku malu sekali telah berbuat hina dengannya! Malu pada diriku sendiri dan...."
"Sebentar...!" sergah Karina memberanikan diri memotong ucapan Santana. Pemuda itu hanya melirik sebentar, lalu tak berani memandang Karina. Ia alihkan pandangan mata dengan rasa malu. Rupanya ia juga malu kepada Karina karena tanpa sadar suaranya tadi menjadi keras saat menceritakan perbuatan hina yang dilakukan bersama Dewi Ranjang
"Santana, benarkah perempuan yang mengejarmu itu bersenjata pedang panjang?!"
"Benar," jawab Santana sambil menatap Suto Sinting.
"Aku tidak bohong, Suto!"
Karina bertanya lagi, "Pedang panjang bagaimana maksudmu?"
Santana menjawab sambil menatap Suto Sinting.
"Sangat panjang, Suto! Pedang itu berwarna putih mengkilat, jika ditancapkan di tanah mungkin tingginya hampir menyamai tinggi tubuhmu. Yaaah...setidaknya sepundakmulah.."
"Dia telah menggunakan pedang itu untuk menyerangmu?" tanya Karina lagi.
"Belum sempat, Suto! Aku sudah lari lebih dulu dan.."
"Karina yang bertanya padamu. Jangan menjawab padaku. Jawablah kepada Karina!"
"Ooh, Suto... aku malu melihat perempuan!" bisiknya dengan gelisah.
Karina beradu pandang dengan Pendekar Mabuk.
"Tidakkah kau dapat menyimpulkannya, Suto? Pedang panjang, berwarna putih mengkilat dan.."
"Dewi Ranjang berjubah hijau!" sahut Pendekar Mabuk secara tiba-tiba, seakan ia baru saja ingat dengan ciri-ciri pembunuh Lembah Wuyung yang diceritakan Panji Klobot tadi. la menjadi mulai tegang setelah memadukan keterangan Panji Klobot dengan Santana.
"Di mana si Dewi Ranjang itu, Santana?!"
"la sedang mengejarku. Kalau ia tak salah arah, ia sedang menuju kemari. Mudah-mudahan ia tak salah arah."
"Kok malah diharapkan kemari?!" gerutu Panji Klobot dengan rasa takut. la segera bergeser ke belakang Karina, karena takut diserang si pembawa pedang panjang dari belakang, tempat Santana muncul tadi.
Pendekar Mabuk diam sesaat, memandang ke arah datangnya Santana. Santana bergeser mendekati pohon. Sewaktu-waktu datang bahaya ia bermaksud berlindung di balik pohon itu. Karina tampak tegang. Tak merasa takut sedikitpun. Bahkan ia berkata kepada Pendekar Mabuk dengan suara jelas, tanpa bisik-bisik atau merasa takut didengar orang lain.
"Kita tunggu saja di sini. Kalau memang dia muncul dan membawa Pedang Jagal Keramat, biar aku yang menghadapinya!"
"Kau yakin mampu menghadapinya?!" tanya Suto. "Aku bukan pengecut seperti temanmu yang satu ini," sambil Karina melirik Santana. Pemuda itu bersungut-sungut dan bicara sambil memandang Panji Klobot.
"Aku bukan pengecut! Aku hanya merasa malu kepada perempuan, terutama perempuan yang pernah begitu padaku."
"Begitu bagaimana?!" sergah Panji Klobot.
"Tak perlu kujelaskan. Pokoknya aku tak berani berhadapan dengan perempuan yang pernah kupeluk dan kucium tanpa cinta!"
"Makanya jangan rakus!" sahut Karina sambil melirik sinis dan bernada ketus. Santana diam tak mau menanggapi kecaman itu.
Beberapa saat mereka menunggu kemunculan Dewi Ranjang. Tapi perempuan itu tak kunjung tiba. Akhirnya, Suto Sinting memutuskan untuk mencari, bukan menunggu.
"Kurasa memang harus kita cari. Kalau kita hanya begini saja, buang-buang waktu!"
"Kau tetap bersama Panji Klobot dan Santana disini, aku akan mencari di sekitar sini!"
"Aku ingin berhadapan dengannya, Suto!"
"Kau tetap di sini, kataku!" tegas Suto Sinting.
"Yaaah.," Karina mengeluh kecewa.
"Ingat peraturan ikut denganku! Harus menurut apa perintahku!"
Karina diam, wajahnya murung menahan kedongkolan. la tak mau memandang Pendekar Mabuk.
☺🙏💪
mampir yaaa