Karena kecerobohan sang Kakak, Nadira harus terjebak dengan seorang ketua geng Motor bernama Arash. Nadira dipaksa melayani Arash untuk menebus semua kesalahan kakaknya.
Arash adalah pemuda kasar, dominan namun memenuhi semua kriteria sebagai boyfriend material para gadis. Berniat untuk mempermainkan Nadira, Arash malah balik terjebak di dalam pesona gadis 17 Tahun itu.
Bagaimana ketika seorang badboy seperti Arash jatuh cinta pada gadis tawanannya sendiri?
Temukan kisahnya di sini, jangan lupa follow Ig Author @saka_biya untuk mengetahui info seputar Nadira dan Arash
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SAKABIYA Pratiwi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tawanan Sang Arash
Tatapan mata yang tajam, rahang yang mengeras dan senyum seringai adalah kombinasi yang sukses membuat Nadira gemetar karena gentar.
"Lupa?" tanya Arash. Pertanyaannya tidak jelas dan Nadira tak tahu harus menjawab apa.
"Oke. Bocah ingusan tadi akan segera dikirim ke ruang IGD!" ancam Arash lalu menarik ponsel dari saku celananya. Nadira sangat takut dengan perkataannya, yang dimaksud oleh Arash pasti soal Kaizan.
"Apa sih maksudnya, Kak?! Please ...."
Arash menghubungi salah satu temannya dan Nadira yakin kalau itu bukan sesuatu yang bagus.
"Bro! Ada target yang harus dikasih faham!" ucap Arash begitu telponnya tersambung.
"Kak ...." Nadira agak memohon.
"Bocah SMA! Nanti gue infoin lagi, minimal bikin salah satu tangannya patah! Biar nggak sembarangan nyentuh-nyentuh milik orang lagi!" ucap Arash dan matanya masih lurus menatap Nadira yang ketakutan. Bukan hanya takut, Nadira juga merasakan kegelisahan yang begitu mendalam.
"Kak ...." Nadira masih memohon.
"Oke!" Tapi Arash tetap berbincang dan mengutarakan rencana penyerangan terhadap Kaizan.
Arash kembali menyimpan ponselnya ke dalam saku celananya.
"Kak Arash ini apa-apaan sih? Please lah! Jangan merencanakan sesuatu yang gila! Kai itu nggak salah apa-apa! Kai nggak tahu apa-apa!" Nadira memberanikan diri untuk membela. Dan pembelaannya malah membuat Arash semakin marah.
"Oh oke, namanya Kai?"
"Please ... Jangan lukai dia ...." mohon Nadira dengan wajah memelas. Wajah yang sedang memelas itu membuat Arash teringat akan kejadian semalam sehingga dia ingin mengulanginya.
"Jauhi dia!"
"Iyaa, aku akan jauhi dia!"
"Ingat! Semalam aku sudah menghalalkan kamu! Seperti yang kamu inginkan!" Tatapan mata Arash semakin mengintimidasi.
'Aku terjebak! Sampai kapan ini akan berlangsung?' batin Nadira di dalam hati dan rasa-rasanya Nadira sudah masuk di dalam penjara Arash.
Secara tidak langsung, Nadira telah menjadi tawanan Arash, padahal, kalau mengikuti aturan main, sebenarnya urusan Arash, Nadira dan persoalan hutang itu sudah selesai begitu Arash merobek keperawanan Nadira. Tapi tampaknya Arash masih ingin lebih dengan dalih mereka telah terikat oleh pernikahan dadakan semalam.
"Aah iyaa, masukin nomor kamu!" Arash kembali menarik ponselnya lalu menyodorkannya pada Nadira untuk memasukan nomornya.
"Tolong jangan lakukan apa-apa ke Kai, Kak ...." Tapi Nadira masih memohon dengan mata berkaca-kaca.
"Masukan nomormu!" desak Arash seolah tak peduli dengan permintaan Nadira.
"Tapi soal Kai ...."
"Jangan sebut namanya lagi di hadapanku, Nadira!" desis Arash lalu menarik dagu Nadira dengan kasar.
Dari pada terjadi hal-hal yang tak diinginkan, Nadira menuruti perintah, dia memasukan nomornya di kontak Arash, hanya saja belum diberi nama. Nadira mengembalikan ponsel Arash lalu menyingkirkan tangan Arash dari wajahnya.
"Let me go! Aku harus kembali ke kelas," kata Nadira dan selepas itu dia menghindari kontak mata dengan Arash.
"Oke! Ingat kata-kata suamimu ini! Jauhi bocah ingusan itu!" titah Arash dengan sikap yang bossy.
Nadira hanya mengangguk pelan.
"Belajar yang rajin ya!" ucapnya iseng sembari mengusap kasar kepala Nadira dan Nadira pasrah saja. Terserah! Pikir Nadira.
Nadira beranjak dari balik pohon besar itu tanpa berpamitan. Nadira berharap tak ada seorang pun yang melihatnya saat ini.
Arash mengawasi, dia memperhatikan Nadira yang sudah berjalan menjauh. Melihat Nadira berlenggak lenggok membuat Arash seperti orang kehausan. Pikiran binalnya terbit membayangkan isi di balik rok SMA tawanannya.
"Gue akan memanfaatkan dia sampai gue bosan!" gumamnya penuh kepicikan tanpa memikirkan masa depan Nadira. Yang Arash pikir hanya keuntungan dan kepuasan diri sendiri semata!
*
*
Nadira berhasil menghindari Kaizan. Nadira juga menghindari Ami. Nadira menghindari siapa pun untuk mengurangi resiko amukan Arash. Begitu bel jam pelajaran berakhir, Nadira lekas membereskan tasnya dan pergi setengah berlari sebelum kelas Ami dan kelas Kai bubaran.
Dan di luar gerbang, ternyata Nadira masih ditunggu oleh Arash. Tanpa banyak tawar menawar, Nadira naik ke motor Arash tanpa menggunakan helm sebab helmnya berada di motor Kaizan.
*
*
Nadira diajak kebut-kebutan oleh si raja jalanan. Hal itu memaksa Nadira untuk memeluk erat-erat pada Arash sehingga Arash bisa merasakan tubuh Nadira menempel pada punggungnya. Dia memang licik tapi dia tetap slay dan penuh daya tarik.
Sesampainya di depan rumah ....
"Oh, ada tante sama Om?" gumam Nadira begitu melihat sebuah mobil terparkir di depan rumahnya.
"Siapa?" tanya Arash begitu Nadira turun dari motornya.
"Tante sama Om dari Bandung," jawab Nadira.
"Aah, sial!" gerutu Arash kesal. Mungkin kesal karena Arash tak bisa minta jatah pada Nadira siang ini.
"Aku masuk ya, terima kasih." Nadira malah senang karena dengan begitu, kedatangan tante serta Omnya bisa menghindarkan dirinya dari kungkungan Arash.
Arash membuat suara bising dengan geberan motorsportnya karena kesal, benar-benar tak ada sopan santun sedikit pun. Gruuuuung! Selanjutnya Arash menarik handle gas dan pergi menimbulkan suara bising di komplek perumahan Nadira yang biasanya adem ayem saja.
"Issshhh! Dasar bar bar!" gerutu Nadira kesal.
Nadira segera masuk melewati pagar rumah dan dia cukup senang dengan kedatangan Om dan tantenya.
"Assalamualaikum ...." Nadira mengucap salam dengan ceria begitu masuk ke dalam rumah. Om dan Tantenya memang menyimpan kunci cadangan, selain Nadira dan Galang sehingga keduanya sudah menunggu di dalam rumah.
"Waalaikum salam, Nad ...." jawab Tante Dewi, adik dari mendiang ayahnya Nadira.
"Apa kabar, Tan? Om?" Nadira lantas memberi salam kepada keduanya.
"Alhamdulillah, baik. Kakakmu kemana?" jawab Ryan, Omnya Nadira yang merupakan suami dari Dewi.
"Nggak tahu. Kak Galang jarang ada di rumah kok," jawab Nadira lalu agak mencebikkan bibirnya karena sangat kesal dengan sosok kakaknya itu.
"Tante tuh kaget, 2 hari yang lalu dia minta uang 20 juta ke Tante! Buat apa coba? Tante cuma bisa transfer 3 juta, itu juga cadangan buat uang bulanan kamu, Nad. Sekarang usaha lagi lesu, jadi tante nggak bisa kasih uang lebih."
20 juta? Pasti Galang meminta uang itu untuk membayar hutang pada Arash sampai akhirnya dia gelap mata dan mengorbankan Nadira pada akhirnya.
"Pokoknya, setelah kamu lulus nanti, kita cari universitas di Bandung aja! Kamu menetap di Bandung aja sama kami!" kata Ryan.
"Iya, Om."
"Tante juga maunya nemenin kamu di sini, tapi usaha peninggalan ayah ibu kamu nggak bisa ditinggal gitu aja."
"Nggak apa-apa, Tan. Tante sama Om nggak usah cemas, aku baik-baik aja kok di sini," ucap Nadira selalu berusaha memastikan pada Dewi dan Ryan kalau dirinya baik-baik saja.
Setelah kedua orang tuanya meninggal, Nadira memang hanya tinggal berdua dengan Galang di Jakarta sementara usaha peninggalan orang tuanya yang ada di kota Bandung diambil alih oleh Dewi dan Ryan. Keduanya selalu memberikan laporan keuangan dan memberikan jatah bulanan pada Nadira dan Galang.
"Nad, kami nggak bisa lama-lama, habis ini kami mau ke Bekasi buat nyari bahan, nggak apa-apa yaa kami tinggal lagi? Tante udah transfer uang ke akun kamu, bulan ini agak kurang karena udah tante transfer ke Galang 2 hari yang lalu," kata Dewi.
"Iya, Tan. Nggak apa-apa. Makasih banyak," tukas Nadira dan dia tak pernah mengeluhkan soal kekurangan uang jajannya.
"Jaga diri kamu baik-baik ya. Ingat lho, jaga diri, Nad! Jangan lakukan hal-hal yang kelak akan kamu sesali! Yang paling utama adalah, nggak ada *** sebelum pernikahan!" pesan Dewi mewanti-wanti.
Nadira terdiam dan rasa bersalah menjalar di dalam hati. Walaupun Nadira tidak melanggar itu, tapi dia menutupi apa yang telah terjadi padanya semalam bersama seorang pemuda berandal bernama Arash.
'Maafkan aku Tante ... Maafkan aku Om, maafkan aku ayah, Ibu ....' lirih Nadira di dalam hati.