✅ Cerita ini mengisahkan konflik rumah tangga penuh drama.
✅ Bagi yang belum cukup umur apalagi masih bau kencur, silahkan mundur dengan teratur!
****
Kegetiran senantiasa menyertai perjalanan hidup seorang wanita bernama Mayuri Akhila.
Menyandang status janda di usia yang masih terbilang muda, membawa Yuri ke dalam banyak masalah.
Karena status itu pulalah, dia diusir warga di lingkungan tempat tinggalnya dan dituduh sebagai perempuan penggoda suami orang. Namun, pengusiran itu justru mempertemukan Yuri dengan seorang pria beristri yaitu Pandu Manggala.
Dekat dengan Pandu, membuat Yuri merasa menemukan kenyamanan dan diam-diam menaruh hati terhadap pria yang juga selalu memberi perhatian istimewa terhadapnya tersebut.
Mungkinkah Yuri dan Pandu bisa bersatu?
Haruskah Yuri menjadi seorang pelakor?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yunita Yanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Eps. 06. Tidak Langsing Lagi
Pagi-pagi sekali pada keesokan harinya, jarum jam masih menunjukkan pukul enam pagi.
Pandu terbangun dan mengerjapkan mata, silau oleh cahaya lampu yang sudah menyala terang di kamarnya. Dia masih enggan beranjak dari tempat tidur karena badannya terasa lemas akibat kurang cukup tidur. Maklum saja, hampir semalaman dia tidak bisa tidur dan harus menahan sesuatu yang membuncah dalam dirinya. Namun, semua itu tidak dapat tersalurkan, karena Tamara selalu menolak tatkala Pandu meminta haknya sebagai seorang suami.
"Sayang, kenapa sepagi ini kamu sudah bangun?" Dengan mata yang masih terpejam, Pandu meraba kasur di sebelahnya dan mencari istrinya.
Perlahan Pandu membuka sedikit matanya dan dia menyadari kalau Tamara sudah tidak ada lagi di sebelahnya.
Pandu sedikit tersentak, ketika dia membuka mata lebar-lebar, terlihat banyak pakaian istrinya tergeletak di atas tempat tidur bahkan ada yang berhamburan hingga di lantai kamar. Pintu lemari pakaian milik Tamara juga terbuka dan wanita itu terlihat sibuk mengobrak-abrik isi di dalam lemari tersebut.
"Kamu sedang cari apa, Sayang?" Kening Pandu berkerut, dia sangat heran dengan kelakuan istrinya yang tidak biasa pagi itu.
"Aaahh, aku jengkel sekali, Mas. Baju-baju formal ini, satupun tidak ada yang muat lagi di badanku." Tamara menjawab sambil menggerutu, tetapi tangannya tetap sibuk memilih-milih semua pakaian dari dalam lemarinya.
Pandu membuang nafas perlahan, dia langsung teringat kalau hari itu istrinya akan kembali bekerja, karena masa cutinya sudah berakhir.
"Sudah hampir dua bulan setelah melahirkan, berat badanku belum turun juga. Dalam keadaan seperti ini, aku pasti kelihatan sangat jelek. Perut buncit, pipi tembem, dada bengkak! Gara-gara hamil, semua bagian tubuhku jadi melar begini sekarang!" Tamara terus bersungut dan semakin kesal. Sambil mencoba sepasang bajunya yang lain, Tamara mendengus kesal, dia merasa frustasi ketika menyadari kini tubuhnya sudah tidak selangsing dulu sebelum dia hamil.
Pandu menggeleng dan tersenyum kecut melihat tingkah istrinya. Dia lalu beranjak dari atas tempat tidur dan mendekati wanita yang sudah memberinya seorang bayi itu.
"Kamu nggak gemuk kok, Sayang. Di mataku kamu tetap wanita yang paling seksi," bisik Pandu sambil memeluk pinggang Tamara dan mengecup lembut punggung sang istri.
"Iya! Bagi kamu enggak, Mas. Tapi di mata orang lain, Aku pasti terlihat sangat menjijikkan."
"Kamu itu sangat cantik, Sayang. Gemuk sedikit tidak apa-apa, justru lebih montok, terlihat lebih bohay dan menggemaskan," goda Pandu mencoba menghibur Tamara agar bisa mengurangi kekesalannya.
"Eleehh ... itu kan menurutmu saja! Pokoknya, mulai hari ini aku harus diet ketat. Aku harus bisa mengembalikan badanku seperti waktu gadis lagi. Kalau penampilanku jelek begini, bagaimana aku bisa menarik hati calon customer?!" ucap Tamara jengah. Bekerja sebagai seorang sales and marketing di sebuah perusahaan besar, tentunya sangat menuntut dia berpenampilan selalu menarik. Merasakan perubahan besar pada bentuk tubuhnya kini, membuat Tamara sangat kecewa.
Pandu memilih diam dan tidak lagi menanggapi tingkah istrinya. Dua tahun hidup bersama, Pandu sudah sangat hafal dengan tabiat Tamara yang apabila sedang kesal, akan lebih sering menumpahkan segala kemarahannya itu terhadap dirinya.
Tanpa ingin berdebat, Pandu bergegas melangkahkan kakinya menuju kamar mandi. Dia juga harus bersiap untuk berangkat bekerja. Di juga teringat, saat Tamara kembali bekerja, sudah pasti dia harus berangkat lebih pagi, karena harus mengantar Tamara ke kantor tempatnya bekerja terlebih dahulu, sebelum dia sendiri membuka toko elektronik miliknya.
Sementara itu di ruang makan, Yuri terlihat sibuk mempersiapkan sarapan pagi untuk kedua majikannya. Walau di rumah itu Yuri bekerja sebagai baby sitter, tetapi dia juga selalu menyempatkan membantu Tamara mengerjakan pekerjaan rumah, karena di sana mereka tidak memiliki asisten rumah tangga.
Yuri memang seorang yang sangat rajin bekerja. Ketika Chia sedang tidur, tentunya banyak waktu luang yang dimiliki Yuri untuk bisa mengerjakan tugas rumah. Oleh sebab itulah, Tamara sangat senang akan kehadiran Yuri bekerja di rumahnya. Tanggung jawabnya sebagai seorang ibu rumah tangga sudah diambil alih sepenuhnya oleh Yuri.
"Jadi kamu yang mempersiapkan semua ini, Yuri?" tanya Pandu ketika dia bersama Tamara sudah berada di ruang makan dan melihat sarapan sudah siap di meja makan.
"Iya, Pak," sahut Yuri tanpa merasa terbebani.
"Lalu bagaimana dengan Chia?" Pandu menggelengkan kepalanya. "Kamu tidak perlu melakukan semua ini, Yuri. Tugasmu adalah menjaga Chia. Dan kamu tidak perlu mengerjakan pekerjaan rumah!" tegas Pandu. Ada rasa tidak senang melihat Yuri harus membagi waktunya antara mengurus putrinya dan juga mengerjakan pekerjaan rumah. Dia hanya ingin Yuri fokus mengurus bayinya, apalagi mulai hari itu Tamara sudah akan meninggalkan rumah lagi untuk kembali bekerja.
"Tidak apa-apa, Mas. Lagian Chia kan masih tidur, Yuri punya banyak waktu luang untuk mengerjakan semua ini," tampik Tamara dengan entengnya.
"Iya tidak apa-apa, Pak. Chia juga tidak rewel, saya tidak harus setiap saat menggendongnya." Yuri ikut menimpali dengan entengnya.
Pandu hanya mengangguk, selama bayinya terurus dengan baik, dia pun tidak ingin terlalu mempermasalahkan semua itu.
"Silahkan kopinya, Pak." Yuri menyodorkan secangkir kopi hitam dan sepotong roti dengan olesan butter ke hadapan Pandu.
"Dan ini, saya masak sup kacang merah khusus buat Bu Tamara. Kata orang-orang, kacang-kacangan bisa meningkatkan ASI." Yuri juga menyajikan semangkuk sup untuk Tamara.
"Aku tidak mau makan ini, Yuri. Sup ini terlalu banyak kalorinya. Aku mau jus buah tanpa gula saja," tolak Tamara sambil menjauhkan mangkuk sup itu dari hadapannya.
"Sayang, memangnya kenapa? Sup itu baik buat menjaga kualitas dan kuantitas ASI-mu. Meskipun kamu sudah balik bekerja, Chia kan harus tetap dapat ASI," sergah Pandu.
"Kan tadi aku sudah bilang, Mas ... aku mau diet. Makanan berkalori tinggi seperti itu hanya membuat berat badanku naik terus," sahut Yuri ketus.
"Mulai sekarang, Chia cukup dikasih susu formula saja. Program dietku tidak akan berhasil kalau aku masih menyusui," sambung Tamara lagi setengah menggerutu.
"Jangan seperti itu, Sayang. Supaya daya tahan tubuh Chia kuat, kamu harus memberinya ASI exclusive selama enam bulan."
"Tidak, Mas. Aku tidak akan memberi Chia ASI sampai selama itu. Bisa-bisa badanku isinya lemak semua kalau aku tidak mulai program diet dari sekarang." Tamara tetap kukuh dengan prinsipnya.
"Hmm ... " Pandu hanya menghela nafas datar. Dia tahu kalau istrinya itu memang sangat keras kepala. Semua keinginannya harus selalu dituruti. Meskipun demikian, Pandu tetap berharap supaya istrinya masih bersedia menyusui bayinya.
Usai sarapan, Pandu dan Tamara segera bersiap untuk berangkat bekerja.
"Yuri, kami berangkat bekerja dulu. Tolong jaga Chia di rumah ya!" pesan Pandu kepada Yuri.
Seperti biasa, Pandu mengecup pucuk kepala bayi mungilnya yang masih di gendongan Yuri. Semua itu selalu dia lakukan sesaat sebelum berangkat bekerja.
"Mas Pandu, ayo cepetan! Ini hari pertamaku kembali ke kantor. Aku nggak mau terlambat," panggil Tamara yang sudah terlebih dahulu keluar dari dalam rumahnya.
"Iya! Tunggu sebentar, Sayang!" pekik Pandu menyahuti panggilan istrinya.
"Yuri, tolong jaga Chia, ya!" Pandu mengusap wajah bayinya seraya menatap ke arah Yuri.
"Pasti, Pak." Yuri menganggukan kepalanya dan tersenyum kepada Pandu.
Pandu ikut membalas tersenyum. Selama berada di rumahnya, Yuri memang selalu bersikap baik dan lembut. Dia sangat percaya kalau Yuri pasti bisa menjaga putrinya dengan baik.
kamu terlalu Sisca 😂😂😂
dahlah ... selamat buat pandu dan Yuri.
chia udah besar ketemu sama mama tamara ya nak. apapun ibu mu, dia tetap ibumu 😑😑🤭🤭
kasihan melihat Tamara, semoga dia akan bahagia bersama kehidupan yang lain. selamat jalan Tamara 🥲🤧