Tantangan Kepenulisan Noveltoon
Bagaimana rasanya dijodohkan dengan 5 laki-laki tampan? Tanyalah kepada Irene Abraham.
Cantik, pintar, dan kayaraya membuat kehidupan Irene serasa sempurna. Apapun yang inginkan selalu bisa didapatkan dengan mudah. Hidupnya sangat bebas sesuka-suka hatinya.
Sampai suatu ketika, sang kakek berencana untuk menjodohkannya dengan salah satu putra keluarga Narendra. Ada lima tuan muda yang bisa Irene pilih menjadi pendampingnya, Alan, Alex, Alfa, Arvy, dan Ares. Kelima tuan muda memiliki sifat dan karakter yang berbeda.
Irene yang belum siap menikah, memutuskan untuk menyamar sebagai wanita jelek dan kampungan. Tujuannya satu, agar tidak ada dari kelima tuan muda yang akan menyukainya.
Apakah tujuan Irene berhasil? Ataukah Irene akan jatuh cinta pada salah satu dari kelima tuan muda itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Momoy Dandelion, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6: Hantu Cantik di Mansion
Irene menghapus body painting yang menempel di wajahnya. Rasanya sangat melelahkan melakukan kegiatan itu setiap hari demi menjalankan perannya sebagai wanita jelek yang dijodohkan dengan lima pemuda tampan.
Sampai saat ini belum ada satupun dari kelima tuan muda itu yang benar-benar ia yakini sebagai jodoh. Sekalipun mungkin ia suka dengan salah satu dari mereka, belum tentu juga ada yang suka dengannya. Irene tak terlalu
berharap bisa menemukan cinta di rumah itu. Ia hanya ingin kembali menikmati hari-harinya yang menyenangkan sebagai dirinya sendiri.
Setiap hari Irene memilih untuk mengenakan pakaian panjang agar tidak terlalu banyak bagian tubuhnya yang terlihat dan perlu ditutupi dengan body painting berwarna tan. Sebenarnya,
meskipun kulit Irene berubah menjadi lebih gelap kecoklatan dari pada aslinya, ia masih terlihat manis jika diperhatikan baik-baik. Kecantikan alaminya tak bisa tertutupi sekalipun memakai body painting.
“Hah … apa kulitku akan baik-baik saja jika seperti ini terus?” gumamnya. Irene harus selalu rajin membersihkan badannya setelah seharian bersentuhan dengan body painting. Tak lupa ia mengenakan serum serta krim perawatan wajah dan badan agar kecantikannya tetap terjaga. Rambutnya juga selalu diberi vitamin agar tidak
kusut meskipun seharian dikuncir kuda.
Irene menyambar pakaian luaran berwarna putih panjang lalu mengenakannya untuk menutupi baju tidurnya. Malam ini ia belum bisa tidur, ingin berjalan-jalan sebentar di sekitar mansion. Tengah malam biasanya sudah sepi, aman untuknya keluar tanpa menggunakan riasan.
Bulan malam itu tampak sangat indah, bersinar terang di atas kolam yang ada di area taman.
Tidak ada seorangpun di sana selain Irene. Ia sibuk memainkan air di tepian kolam menggoda ikan-ikan yang hidup di dalamnya.
“Huft! Bosan sekali rasanya. Masih berapa lama lagi aku harus bertahan di sini,” gumamnya sembari terus memainkan air dengan tangannya. “Satu tahun rasanya lama sekali.
Tapi, aku harus sabar daripada menghabiskan hidup di Nusa Kambangan selamanya. Sabar, sabar … kakek memang aneh!”
Irene berdiri dari tempatnya. Ia berjalan di tepian kolam sembari mengetes keseimbangannya di atas tembok pinggiran kolam yang kecil. Kedua tangannya direntangkan untuk menjaga keseimbangannya. Rasanya ada tantangan tersendiri bermain sendirian di sana.
Akan tetapi, keseruannya bermain tak berlangsung lama. Irene tak sengaja menginjak ujung pakaiannya sendiri sampai keseimbangannya hilang.
"Ah! Hah!”
Byur!
Iren terjatuh ke dalam kolam. Ia kira kolam itu dangkal, ternyata cukup dalam. Sialnya, Irene
tak pandai berenang. Ia terus berusaha meraih- raih tangannya ke atas dan sesekali menyembulkan kepalanya. Saking paniknya, ia tak bisa berteriak minta tolong. Ia merasa malam indah itu akan menjadi malam terakhirnya. Mungkin esok tak ada yang tahu dimana mayatnya.
Tubuh Irene semakin dalam tenggelam ke dalam kolam sedalam tiga meter. Di bagian tepi
memang agak dangkal, tapi di bagian tengah kolam cukup untuk menenggelamkan orang dewasa. Iren tak bisa lagi menggapai ke atas. Tubuhnya seakan makin tertarik ke bawah. Tenaganya habis. Napasnya juga habis, bahkan ia telah meneguk banyak air.
Saat kesadarannya sudah mulai habis, ia melihat ada seseorang yang ikut menyusulnya masuk ke
dalam air. Orang itu bergerak ke arahnya, namun ia tak bisa melihat dengan jelas siapa orang itu. Tubuhnya ditarik dengan begitu ringannya, tak lama kemudian Iren tak sadarkan diri.
Alan keluar dari dalam air membawa tubuh seorang wanita yang hampir tenggelam di kolam. Ia tak tahu siapa wanita yang malam-malam bermain di area kolam terlarang yang hampir ditutup karena sudah banyak yang terjatuh ke dalamnya. Alan tanpa sengaja
melihat ada orang di dekat kolam dari jendela kamarnya.
Awalnya Alan mengira mungkin yang dilihatnya adalah setan, mengingat pakaiannya putih dan
rambut hitam panjangnya tergerai. Tak lama berselang, orang itu terjatuh ke dalam kolam menunjukkan gelagat tidak bisa berenang. Secepat mungkin ia berlari keluar kamar untuk menyelamatkan orang itu.
“Hah! Hah!” Alan cukup kelelahan setelah mengeluarkan orang itu dari dalam air. Setelah,
diamati, ternyata seorang wanita cantik yang pernah dilihatnya di kamar yang seharusnya menjadi milik wanita jelek itu.
Alan mengecek pernapasan wanita itu, ternyata masih ada. Ia tempatkan kedua telapak tangannya secara bertumpuk du area dada wanita itu untuk melakukan resusitasi jantung
paru. Ia memberikan dorongan secara teratur dalam tempo tertentu dan diulang beberapa kali sampai akhirnya wanita itu tersedak dan mengeluarkan air yang masuk lewat mulut.
“Uhuk! Uhuk! Hah! Hah!”
Alan mengambil kardigan miliknya yang dilepaskan sebelum masuk ke dalam kolam untuk menyelimuti tubuh dingin wanita itu. Ia berikan pelukan dan pijatan ringan di area lengan untuk membantu menghangatkan tubuhnya.
Kondisi Irene sudah lebih baik. Ia bersyukur tidak jadi mati. Tapi, ia juga jadi takut karena Alan kembali memergokinya dalam keadaan tanpa penyamaran. Ia berusaha menyembunyikan wajahnya karena sedari tadi Alan terus memperhatikannya.
“Siapa kamu sebenarnya? Aku pernah melihatmu tidur di kamar Irene.”
Hal yang Irene takutkan terjadi juga. Ternyata Alan mengenalinya. Tapi, ada sesuatu yang
janggal di hati Irene. Darimana lelaki itu tahu kalau dia pernah tidur di kamarnya? Itu artinya ucapan Beki waktu itu benar, kalau Alan itu suka
sembarangan masuk ke kamar orang. Ia jadi merinding kalau memang Alan orang yang mesum.
“Kalau tidak salah, orang yang mengintipku mandi juga kamu, kan?” cecar Alan.
Irene semakin kehilangan muka di hadapan Alan. Kalau dia mengaku, pasti akan dicap sebagai
orang mesum tukang ngintip.
“Kamu pelayan baru di sini?” tanya Alan sedikit ragu. Dari penampilannya yang cantik, tidak
mungkin jika ia seorang pelayan.
“Aku hantu.”
Alan memandang heran ke arah Irene. “Aku sedang tidak mengajakmu bercanda.”
“Siapa yang sedang bercanda? Aku serius.” Irene memasang wajah serius dan meyakinkan.
“Hahaha … mana ada hantu tidak bisa berenang.” Menurut alan, itu jawaban konyol.
“Aku memang hantu yang dikutuk bisa terlihat saat tengah malam. Jadi, wujudku dan kemampuanku akan seperti manusia pada umumnya. Saat pagi tiba, aku kembali lenyap. Mungkin itu yang membuatmu bisa melihatku ada di mana-mana.”
Alan menggaruk kepalanya sendiri. Ia memang belum lama kembali ke mansion itu. Kalau bukan
karena perintah sang kakek, ia lebih memilih tinggal di apartemen. Saat kecil dia juga tinggal di sana, tapi belum pernah mendengar ada cerita hantu yang menghuni mansion.
“Kamu terlalu cantik untuk menjadi hantu,” guman Alan.
“Hahaha … mau bagaimana lagi, aku sudah meninggal sekitar seribu tahun yang lalu. Bahkan mansion ini juga belum berdiri. Aku biasa mendiami tempat ini, karena dulu aku
gantung diri di pohon yang dulu ada di sini.”
Alan meraba tengkuk lehernya. Ia merinding mendengar cerita hantu wanita yang sedang bersamanya. Ia takut sewaktu-waktu wanita di sampingnya akan berubah menyeramkan.
*****
hamish tgh sekarat pun sempat lagi bercium... nyampahhhh