Apa yang terjadi jika lelaki yang menjadi calon suami melarikan diri bersama sahabatmu sendiri tepat di hari pernikahan ?
Setelah terlambat satu setengah jam dari jadwal akad nikah, akhirnya seseorang menjemput Sabina dari kamar hotelnya untuk menemui lelaki yang baru saja membacakan ijab kabulnya.
Sabina terkejut luar biasa ketika yang berada disana bukanlah Andre yang menjadi kekasihnya selama ini. Melainkan Gibran yang merupakan sahabat dari calon suaminya dan juga kekasih Amanda sahabatnya. Bahkan Minggu lalu Sabina membantu Gibran untuk memilihkan cincin yang akan digunakan Gibran untuk melamar Amanda.
Tapi sekarang cincin pilihannya itu melingkar indah di jari manisnya sendiri, tak ada nama Gibran dalam lingkarannya. Mungkin memang sudah takdir ia terikat dengan lelaki yang tidak mencintainya.
Bagaimana nasib pernikahan yang tak diinginkan keduanya ini ?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon MeeGorjes, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kesepakatan
Happy reading ❤️
"Jadi Sabina menikah dengan Gibran?" Gumam Andre dengan senyuman sinis di wajahnya.
Bisa Amanda lihat dengan jelas lelaki itu belum rela Sabina menikahi sahabatnya.
"Tak hanya kamu yang merasa tak rela. Aku juga... Aku tak rela Gibranku menikahi si cacat itu,"geram Manda dalam hatinya.
Amanda bangkit dari tempat duduknya, dan berjalan menuju Andre berdiri.
"Jangan khawatir, sekarang kamu memiliki aku," bukan Amanda bila dirinya tak jago drama, ia memasang wajah memelas dan memeluk tubuh polos lelaki itu. Namun sayang sekali Andre tak membalas pelukan itu, sebaliknya lelaki itu melepaskan belitan tangan Amanda di tubuhnya tanpa berkata apapun dan meninggalkan Amanda begitu saja.
"Kalau bukan karena uangmu, aku tak sudi melakukan ini semua," dengus Amanda ketika lelaki itu meninggalkannya.
Andre menatap pantulan dirinya dalam cermin. Kemarin ia baru saja meninggalkan kekasihnya yang telah lama menemaninya demi perempuan yang jauh lebih sempurna dari segi fisik.
Godaan Amanda sungguh luar biasa hingga ia memilih meninggalkan Sabina. Namun ada suatu rasa dalam sudut hatinya yang tak menerima Sabina menikahi Gibran sahabatnya.
"What the f*ck Andre !" Andre memukul kaca di hadapannya.
"Lo udah milih Amanda, ngapain harus mikirin perempuan itu lagi," ucapnya pada diri sendiri.
Cepat atau lambat bayangan Sabina pasti hilang dari kepalanya. Andre yakin dapat melakukan itu.
***
"Bina... Bangun... Ini minum obat dulu kamu demam," Gibran membangunkan Sabina dengan lembut.
Wajah Sabina memerah, nafasnya terengah dan beberapa kali ia mengigau menyebutkan nama Andre dengan lirih.
Melihat itu Gibran memberanikan diri untuk menyentuh dahi Sabina yang ternyata terasa panas, sesuai dengan tebakannya.
"Bina...," Gibran kembali berusaha membangunkan istrinya itu.
Perlahan kelopak mata Sabina yang berhiaskan bulu mata yang begitu lentik terbuka dengan perlahan.
"Ayo minum obat dulu, kamu demam." Gibran menyodorkan satu gelas air putih dan sebutir obat penurun panas yang sengaja ia beli.
Dengan perlahan Sabina bangkit untuk meminumnya dan Gibran pun membantu.
"Kamu jangan terlalu memikirkannya, aku gak mau kamu sakit. Kita harus kuat," ucap Gibran seraya membersihkan sisa air di ujung bibir Sabina dengan jempolnya.
"Aku juga tak ingin memikirkannya," jawab Sabina dengan suara serak.
"Sudah lewat dari waktu cek out kamar hotel. Berapa lama lagi kita harus berada di sini ? Aku ingin pulang," ucap Gibran.
Sabina terdiam, bahkan ia tak tahu harus pulang kemana setelah ini. Apa mereka akan tinggal bersama ? Atau tinggal terpisah. Sabina tak sanggup untuk sekedar bertanya.
"A... Aku nggak tahu... Seharusnya sekarang ini aku melakukan perjalan bulan madu tapi ternyata semua berjalan tak sesuai rencana," jawab Sabina dengan tersenyum kecut.
"Ah... Maafkan aku, Bina. Kita akan keluar dari hotel ini ketika kamu telah merasa lebih baik," Gibran merasa bersalah telah menanyakan sesuatu yang membuat Sabina kembali mengingat rasa sakitnya.
"Tidurlah lagi, semoga kamu segera merasa baikan,"
Sabina pun menuruti apa yang di katakan suaminya itu.
Gibran ingin pergi keluar hanya untuk sekedar mencari udara segar agar kepalanya tak terasa berat. Namun ia sendiri tak tega meninggalkan Sabina begitu saja, terlebih lagi keadaan Sabina yang kurang baik saat ini.
Gibran mendudukkan dirinya diatas sofa yang berada di kamar itu dan mulai menyalakan televisi dengan suara yang amat rendah.
Dengan malas ia berkali-kali berganti saluran, tapi tak ada satupun yang menarik perhatiannya. Bohong bila Gibran merasa baik-baik saja saat ini. Meskipun tak ditunjukkan dengan jelas namun dalam kepalanya nama Amanda selalu teringat.
Bayangan wajah Amanda begitu jelas memenuhi kepalanya. Nyeri di hati Gibran rasakan saat ini.
"Kenapa kamu ninggalin Aku?" Ucap Gibran lirih.
Tak lama terdengar suara bel pintu yang berbunyi. Dengan langkah gontai ia berjalan menuju pintu dan membukanya.
Berdiri ayah Sabina ketika pintu itu terbuka dan Gibran pun mempersilakan mertuanya itu untuk masuk.
"Bagaimana keadaan Sabina ? Aku berulang kali menghubunginya tapi tak bisa," tanya ayah mertuanya itu pada Gibran.
"Bina demam, baru saja minum obat.". Jawab Gibran.
"Apa yang kamu lakukan pada anakku ? Apa kamu ?" Ayah Sabina bertanya dengan wajah penuh curiga.
"Sabina demam karena kelelahan terlalu banyak menangis, dan tentu saja saya tak melakukan apapun padanya. Saya tidak mencintainya, tak mungkin melakukan hal 'itu' pada Sabina." Jawab Gibran.
Ayah Sabina menarik nafas karena lega.
"Kita harus bicara, tapi tak disini. Bagaimana kalau di coffee shop bawah ?" Tanya mertuanya itu.
"Saya kira kita bisa bicara disini,"
"Tak bisa, aku tak mau Sabina mendengarkan apa yang kita bicarakan. Ayo !" Ajak ayah Sabina seraya berjalan kembali menuju pintu.
Mau tak mau Gibran pun akhirnya mengikuti.
"Tersenyumlah, akan ada wartawan yang masih meliput berita ini,"
Gibran menganggukkan kepalanya sebagai tanda mengerti. Dan benar saja, ada beberapa juru kamera yang mengambil gambar mereka. Ayah Sabina melambaikan tangan dan tersenyum ramah, begitu juga Gibran meskipun terasa canggung baginya.
***
Kini mereka duduk berhadapan di sebuah sudut ruangan dengan 2 cangkir kopi sebagai teman mereka saat ini.
"Pertama-tama saya ucapkan banyak terimakasih karena kamu telah menolong Sabina putri kesayangan saya." Ucap Ayah Sabina dengan tulus.
Gibran berdehem untuk menetralkan suaranya, meski bagaimanapun ayah Sabina ini seseorang yang sangat penting dan juga pemilik rumah sakit dimana ia bekerja saat ini.
"Ehem... Sama-sama." Jawab Gibran.
"Aku datang untuk menawarkan sesuatu padamu. Tolong jangan pandang sebagai sesuatu yang merendahkan harga dirimu atau upaya untuk membelimu. Tidak, bukan seperti itu." Ucap ayah Sabina lagi.
Gibran tak bertanya ataupun menanggapi, ia hanya terdiam sembari memperhatikan lawan bicaranya.
"Aku akan memberikan
rumah sakit yang kini kamu tempati untuk bekerja agar menjadi milikmu. Tapi ada sesuatu yang saya inginkan darimu lagi,"
"Apa lagi? Saya sudah membantu banyak," jawab Gibran.
"Saya tahu, dan sudah saya katakan bahwa saya begitu berterima kasih. Saya mohon bertahanlah dengan Sabina satu tahun saja. Berpura-pura lah sebagai suami istri hanya 1 tahun saja, agar Sabina tak malu. Bila kalian bercerai sekarang, Sabina akan menjadi bahan pergunjingan dan saya tak mau itu. Saya tak ingin Sabina mendapatkan penghinaan. Akan saya jamin kehidupan kalian, begitu juga dengan kehidupan ibumu. Setelah satu tahun berlalu kalian bercerai lah. Bisa banyak alasan untuk melakukan itu nanti, dan begitu kalian bercerai rumah sakit itu akan menjadi milikmu."
"Satu tahun ?" Tanya Gibran ragu.
"Ya satu tahun tak akan terasa lama. Saya mohon..., Saya tak ingin anakku Sabina mendapatkan penghinaan karena telah ditinggalkan oleh calon suaminya lalu kemudian diceraikan oleh suami penggantinya. Sabina gadis yang baik ia tak patut mendapatkan itu semua, hanya saja nasibnya buruk di hari pernikahannya. Jadi... Saya mohon, tolonglah anak saya Sabina. Sebagai ayah akan saya lakukan apapun untuk melindungi anak saya. Suatu hari kamu akan mengerti bagaimana rasanya melindungi anakmu,"
Gibran kembali terdiam, semua yang terjadi padanya begitu terasa mendesak dan berat.
"Akan saya pikirkan," jawab Gibran pada akhirnya. Meskipun ia dan Sabina telah melakukan kesepakatan untuk berpisah setelah kembali menemukan cinta pada yang lain tapi bertahan selama satu tahun apa tidak terlalu lama ?
"Saya harap, kamu memberikan jawaban yang bagus."
"Walaupun misalnya saya menerima tawaran anda, saya lakukan hanya karena menolong Sabina bukan karena tawaran harta yang anda berikan." Ucap Gibran tegas.
"Walaupun begitu saya akan tetap menepati janji saya," ucap ayah Sabina.
"Satu lagi, kalian berlibur lah ke Bali untuk berpura-pura bulan madu hingga berita ini mereda."
"Tapi Sabina sedang sakit," jawab Gibran.
"Kalian bisa pergi ketika keadaan Sabina membaik,"
"Baiklah," jawab Gibran pasrah.
"Apa ada yang ingin anda bicarakan lagi ?" Tanya Gibran.
Ayah Sabina terdiam dan menatap tajam mata menantunya itu sebelum ia berkata.
"Ah iya. Hal yang paling penting, jika kamu setuju untuk melakukan 'pernikahan' ini, jangan pernah menyentuh anak saya apalagi menghamilinya. Saya tahu kamu tak mencintainya, saya tak ingin Sabina menderita ketika kalian berpisah nanti."
To be continued
Thank you for reading ❤️
visual versi author jika kurang berkenan silahkan pakai imajinasi sendiri ya
Sabina Mulia
Gibran Fahreza
Andreas Tama
Amanda
Andre g smp sentuhan fisik intim lho sm Bina
buat pengetahuan untuk diri sendiri banyak pelajaran dalam cerita ini..
tQ Thor idea yang bernas..semoga sentiasa sihat selalu.. tetap menyokong selalu sukses selalu ya Thor..
sebelah aku jg udah bc semua, aku tunggu karya terbarumu thor, semangat berkarya