Kala Azure adalah seorang kapten agen rahasia legendaris yang ditakuti musuh dan dihormati.
Namun, karier cemerlangnya berakhir tragis, saat menjalankan operasi penting, ia dikhianati oleh orang terdekatnya dan terbunuh secara mengenaskan, membawa serta dendam yang membara.
Ajaibnya, Kala tiba-tiba terbangun dan mendapati jiwanya berada dalam tubuh Keira, seorang siswi SMA yang lemah dan merupakan korban bullying kronis di sekolahnya.
Berbekal keahlian agen rahasia yang tak tertandingi, Kala segera beradaptasi dengan identitas barunya. Ia mulai membersihkan lingkungan Keira, dengan cepat mengatasi para pembuli dan secara bertahap membasmi jaringan kriminal mafia yang ternyata menyusup dan beroperasi di sekolah-sekolah.
Namun, tujuan utamanya tetap pembalasan. Saat Kala menyelidiki kematiannya, ia menemukan kaitan yang mengejutkan, para pengkhianat yang membunuhnya ternyata merupakan bagian dari faksi penjahat yang selama ini menjadi target perburuannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Uswatun Kh@, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menjadi Kaira yang Sesungguhnya.
Setelah memastikan semua urusannya telah selesai dan pikirannya sedikit tenang, Keira bergegas mandi dan membersihkan diri.
Di bawah guyuran air hangat yang mengalir, ia memejamkan mata dan mengukuhkan tekadnya. Kali ini, ia tidak akan menyia-nyiakan kesempatan hidup yang baru. Ia akan menggunakan raga Keira ini untuk mengungkap semua sindikat mafia dan membalas pengkhianatan keji yang menimpa dirinya.
Namun, semangatnya mulai diselipi rasa kalut. Bagaimana dengan statusnya yang sekarang? Ia jelas akan kesulitan bergerak dan melancarkan aksi balas dendamnya karena tubuh yang ia tempati ini begitu lemah dan ringkih.
Keira mengusap embun tebal di kaca kamar mandi hingga ia bisa melihat pantulan dirinya dengan jelas. Wajah Keira yang cantik namun lembut menatapnya.
"Mulai sekarang kau harus banyak latihan. Jangan malas-malasan," ucapnya pada bayangan di cermin, nadanya tegas penuh janji. "Maaf ya, Keira, aku pinjam tubuhmu sebentar untuk membalas mereka."
Beberapa saat kemudian, ia keluar dari kamar mandi. Tubuhnya terasa segar kembali, meskipun memar-memar di beberapa area tubuhnya masih terlihat jelas, menjadi pengingat bisu akan tragedi yang baru saja ia alami.
Keira bergegas turun begitu ia selesai mengenakan pakaian. Saat menyusuri tangga kayu, aroma harum dari bawah menyeruak memenuhi ruangan. Langkahnya kini semakin cepat.
"Hati-hati nanti jatuh, Keira," ucap Marvin, ayahnya, suaranya tenang namun mengandung peringatan.
Pria paruh baya itu baru saja meletakkan panci sup panas di atas meja. Uapnya menari-nari, membawa janji kehangatan.
Keira segera mendekat. "Emm ... harum," pujinya antusias.
Lagi-lagi raut wajah Marvin bingung. Ini kali pertama anaknya memuji masakannya. Dulu setiap ia masak untuk Keira, Keira selalu tak bersemangat.
Marvin menggeleng pelan dan segera menepis pikirannya yang di rasa tak mendasar. Namun, tidak bisa di pungkiri Marvin senang melihat perubahan putrinya yang kembali hangat dan ceria.
"Duduklah, makan selagi hangat."
Keira segera menarik punggung kursi, duduk dengan tenang namun tetap tidak sabar untuk mencicipinya.
Marvin menyiapkan mangkuk, menuangkan kuah bening yang kaya dengan isian, lalu menggesernya pelan ke hadapan Keira.
Keira menyambutnya dengan senyum. "Selamat makan."
Marvin hanya menoleh dan duduk di hadapan Keira. "Sepertinya putri ayah sangat bersemangat hari ini."
Keira terkenal memang baik dan memiliki hati yang lembut. Tapi belakangan ini ia sering murung dan tak banyak bicara. Marvin sempat cemas dan bertanya tapi Keira tak pernah mau bercerita.
Marvin sempat cemas, namun tak pernah berhasil mengorek cerita dari putrinya. Melihat Keira yang sekarang, penuh semangat dan ceria, membuat beban di dada Marvin sedikit terangkat, meskipun terkadang, sorot mata itu ... terasa sedikit berbeda dari putrinya yang dulu.
Marvin hanya bisa menatapnya dalam diam, berharap segalanya akan baik-baik saja untuk sang putri.
Selesai makan malam Keira kembali ke kamarnya. Ia mencari pakaian yang cocok untuk berolah raga. Matanya tertuju pada hoodie abu-abu di lemari, dan tanpa berpikir panjang ia segera mengenakannya.
Ia menuruni tangga dengan tergesa, langkahnya kembali cepat. Marvin yang sedang sibuk menyiapkan bahan masakan untuk persiapan esok pagi, langsung menoleh. "Mau ke mana, malam-malam gini?"
Keira berhenti di ambang pintu, berbalik menghadap ayahnya sambil sedikit berjinjit. "Aku mau cari angin dulu, Yah," jawabnya singkat.
Belum sempat Marvin bereaksi, Keira sudah melesat keluar. Marvin terdiam, semakin tenggelam dalam keheranannya.
"Sejak kapan dia olah raga? Walaupun aku suka, tapi dia kan tak pernah mau kalau kuajak," gumamnya pelan. Ia kembali ke rutinitasnya menyiapkan bahan masakan, namun pikirannya terusik oleh perubahan drastis putrinya. Perubahan ini menyenangkan, namun terasa asing. Seolah-olah, ada jiwa lain yang kini mendiami raga Keira.
Keira tidak menunggu lagi. Begitu kakinya menyentuh jalanan di luar rumah, ia segera memacu langkah. Udara malam yang dingin menyambutnya, menusuk kulit, namun sensasi itu terasa menyegarkan, mengusir sisa kehangatan sup.
Ia berlari menyusuri trotoar yang sepi, di bawah temaram lampu jalan yang sesekali berkedip. Meskipun tubuhnya ini terasa lebih ringkih dan asing, pengalaman bertahun-tahun yang terpatri dalam ingatannya sebagai seorang agen khusus mengambil alih. Ia mengatur napas, menemukan ritme yang stabil, dan menjaga kecepatan. Secara ajaib, tubuh itu merespons, menuruti perintah, meski terasa berat.
Jejak langkahnya yang konsisten membawanya menjauh dari keramaian, hingga akhirnya ia tiba di tepi sungai yang sunyi. Di sana, kegelapan terasa lebih pekat, hanya diterangi oleh pantulan samar lampu kota di kejauhan dan cahaya alami dari atas.
Keira menghentikan larinya. Paru-parunya menghela napas panjang, mengeluarkan uap tipis di udara malam. Ia merasakan detak jantungnya yang berdebar kencang, sebuah pengingat fisik yang nyata bahwa ia kini hidup dalam raga yang berbeda.
Ia merebahkan tubuhnya di rerumputan pinggir sungai, mendongak ke langit yang dihiasi taburan bintang yang tak terhitung. Keheningan malam menyelimutinya, memberi ruang untuk kejujuran batin.
"Lelah juga," gumamnya, suaranya pelan nyaris tertelan angin. Ia menyentuh sisi tubuhnya, merasakan otot-otot yang menegang. "Aku tidak bisa menyamakan fisik tubuh ini dengan tubuhku yang dulu. Kekuatan, ketahanan … semuanya berbeda."
Keira memejamkan mata. Ia tahu, ia harus beradaptasi. Tubuh Keira memang memiliki hati yang lembut dan sifat yang ceria, tetapi kebugaran fisiknya jelas tidak sepadan dengan Kala yang asli, sang pembawa jiwa di dalamnya. Setiap langkah yang ia ambil di dunia baru ini harus diperhitungkan. Ia kini harus membangun kekuatan dari awal, dalam wadah yang rapuh.
Ia menarik napas dalam-dalam. Tekadnya sekokoh bintang-bintang di atas sana. Tidak peduli seberapa jauh perbedaannya, ia akan memanfaatkan tubuh ini. Baginya, lari malam ini adalah langkah awal, ia tidak akan menyerah pada keterbatasan raga yang baru.
Namun ketenangan malam itu segera terusik dengan suara kegaduhan di ujung sungai yang gelap. Keira menoleh, remang-remang ia melihat sekumpulan pemuda tengah merundung seorang anak lelaki.
"Lagi-lagi, selalu aja ada yang kayak gini," desahnya kesal. Kebenciannya terhadap ketidakadilan dan penindasan langsung tersulut.
Ia segera bangkit, menarik kedua tangannya untuk melakukan peregangan kilat. Otot-ototnya yang ringkih terasa menolak, namun pikiran Keira mendominasi. Ia tahu, tubuh ini mungkin lemah, tetapi jiwanya tidak.
Keira menarik tudung hoodie abu-abunya, menutupi sebagian wajah dan rambutnya. Dengan langkah lebar dan mantap, ia mendekati kerumunan itu, setiap langkahnya memancarkan aura bahaya yang dingin.
"Woe! Kalian gak malu main keroyokan kayak gitu?" bentak Keira, sorot matanya mematikan meski tertutup tudung hoodie.
Mereka tersentak dan menoleh bersamaan. Anak lelaki yang di buli itu tampak kacau, rambutnya acak-acakan. Bajunya sebagian robek, wajahnya pun babak belur.
Dengan wajah iba iya menatap Keira.
"Wah, kurang ajar. Kalian sampai buat dia babak belur kayak gitu," seru Keira.
Ketiga perundung itu segera melepaskan pegangan pada korban mereka. Dengan sikap angkuh yang khas anak muda sok jagoan, mereka berbalik menghampiri Keira.
"Wah... wah. Ada jagoan nih," ujar salah satu pemuda, yang terlihat paling besar, dengan nada mengejek. Ia menoleh ke arah anak yang babak belur itu. "Hei, kau tidak malu dibela cewek, hah? Kalau dia kami ajak main, kayaknya malam ini makin seru nih."
Ucapan itu segera disambut gelak tawa sinis dari kedua temannya, tawa yang merendahkan dan memandang remeh kehadiran Keira.
btw gimana kabar sekolah lama keira thor, penasaran sama gebrakan keira membuka aib sekolah lamanya😂
apakah dia ketemuan sama pahlawan merah