Bram, playboy kelas kakap dari Bekasi, hidupnya hanya tentang pesta dan menaklukkan wanita. Sampai suatu malam, mimpi aneh mengubah segalanya. Ia terbangun dalam tubuh seorang wanita! Sialnya, ia harus belajar semua hal tentang menjadi wanita, sambil mencari cara untuk kembali ke wujud semula. Kekacauan, kebingungan, dan pelajaran berharga menanti Bram dalam petualangan paling gilanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zaenal 1992, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ketika Bram Jadi Sinta: Drama Keluarga Dimulai
Aku mengangguk dan mulai memasak makan siang. Aku merasa sedikit lebih baik setelah Maya meminta maaf dan berjanji untuk membantuku. Aku tahu, perjalanan ini masih panjang dan penuh tantangan. Tapi aku yakin, bersama Maya, aku bisa menghadapi semuanya.
Selesai makan siang, Maya menatapku dengan tatapan menyelidik. "Bram... eh, maksudku... kamu belum mandi, kan?"
Aku tersentak. Benar juga, sejak berubah wujud, aku belum menyentuh air sama sekali. "Eh... iya, belum. Aku... agak bingung."
Maya terkekeh. "Bingung kenapa? Tinggal mandi aja, kok."
"Bukan gitu... Aku kan... sekarang cewek. Aku nggak tahu harus gimana," jawabku gugup.
Maya menghela napas. "Ya ampun, Bram. Kamu ini ribet banget, deh. Udah, sana mandi. Anggap aja kayak mandi biasa. Nggak usah dipikirin aneh-aneh."
Aku menelan ludah. "Tapi..."
"Nggak ada tapi-tapian. Sana mandi! Bau tau!" Maya mendorongku menuju kamar mandi.
Di dalam kamar mandi, aku berdiri di depan cermin, menatap pantulan diriku. Seorang wanita dengan wajahku. Aku menghela napas panjang. Ini benar-benar gila.
Aku membuka pakaianku perlahan. Kulitku meremang saat melihat tubuhku yang baru. Lekuk tubuh wanita yang asing bagiku. Aku merasa gugup dan canggung.
Aku menyalakan shower dan membiarkan air membasahi tubuhku. Sensasi air yang menyentuh kulitku terasa aneh. Aku berusaha untuk tidak terlalu memikirkannya dan fokus pada membersihkan diri.
Selesai mandi, aku keluar dari kamar mandi dengan handuk melilit tubuhku. Maya sudah menungguku di depan pintu.
"Gimana? Lancar?" tanya Maya sambil tersenyum jahil.
Aku hanya bisa mengangguk.
"Oke, sekarang giliran ganti baju," kata Maya sambil menyodorkan selembar kain. "Nih, pakai ini."
Aku menerima kain itu dan membukanya. Mataku membelalak kaget. Itu... rok span panjang berwarna Cream dan atasan wanita berwarna putih.
"Maya! Ini apaan?!" seruku kaget.
Maya tertawa terbahak-bahak. "Kenapa? Nggak suka? Itu rok sama baju punya aku. Kebetulan muat di kamu."
"Tapi... aku nggak mau pakai ini! Aku kan cowok!" protesku.
"Dih, cowok dari mana? Sekarang kamu cewek, Bram. Udah, pakai aja. Nggak ada pilihan lain," kata Maya sambil mendorongku kembali ke kamar mandi.
"Tapi, Maya..."
"Nggak ada tapi-tapian! Pakai sekarang!"
Dengan berat hati, aku memakai rok dan atasan yang diberikan Maya. Rok span itu terasa ketat dan membuatku sulit bergerak. Atasan wanita itu juga terasa aneh di tubuhku. Aku merasa sangat tidak nyaman.
Aku keluar dari kamar mandi dengan wajah masam. Maya menatapku sambil tertawa.
"Ya ampun, Bram! Kamu lucu banget, sih!" ledek Maya.
"Maya! Jangan gitu dong!" protesku kesal.
"Iya, iya, maaf. Tapi kamu beneran lucu, deh. Udah, sini aku dandanin," kata Maya sambil menarikku menuju meja rias.
"Dandanin? Nggak mau!" tolakku mentah-mentah.
"Udah, diem aja. Biar aku yang urus," kata Maya sambil mulai memoles wajahku dengan make-up.
Aku hanya bisa pasrah saat Maya mendandaniku. Aku merasa seperti boneka yang sedang dimainkan.
Selesai didandani, aku menatap diriku di cermin. Aku hampir tidak mengenali diriku sendiri. Wajahku terlihat lebih cantik dan feminin. Tapi aku tetap merasa aneh dan tidak nyaman.
"Gimana? Cantik, kan?" tanya Maya sambil tersenyum bangga.
Aku hanya bisa menghela napas. "Iya, cantik. Tapi aku tetep nggak suka."
"Udah, deh. Jangan ngambek gitu. Kamu harus terbiasa dengan penampilan baru kamu," kata Maya sambil menepuk pundakku.
Tiba-tiba, suara mobil terdengar dari luar rumah. Maya tersentak kaget.
"Aduh! Gawat!" seru Maya panik.
"Kenapa?" tanyaku bingung.
"Orang tuaku sama kakakku pulang! Mereka nggak bilang mau pulang hari ini!" jawab Maya dengan nada panik.
"Terus gimana?"
"Kamu harus pura-pura jadi temen aku yang lagi nginep di sini!" kata Maya cepat. "Kamu harus jadi cewek!"
"Tapi..."
"Nggak ada tapi-tapian! Cepetan!" Maya mendorongku menuju ruang tamu.
"Nama kamu... nama kamu sekarang jadi... Sinta!" bisik Maya.
"Sinta?"
"Iya, Sinta! Udah, nurut aja!"
Pintu rumah terbuka dan kedua orang tua Maya masuk, diikuti oleh seorang pria tinggi tegap yang tak lain adalah kakak laki-laki Maya.
"Mama! Papa! Kakak!" sapa Maya sambil mencium tangan kedua orang tuanya.
"Maya, anak Mama udah gede aja," kata Mama Maya sambil memeluknya.
"Siapa ini, May?" tanya Papa Maya sambil menunjukku.
Maya tersenyum gugup. "Oh, ini... ini temen Maya, Pa. Namanya Sinta. Dia lagi nginep di sini."
Aku tersenyum canggung dan mengangguk. "Selamat siang, Om, Tante."
Kedua orang tua Maya tersenyum ramah. "Selamat siang, Sinta. Senang bertemu denganmu."
Kakak laki-laki Maya menatapku dengan tatapan yang sulit diartikan. "Hai, Sinta. Aku Raka, kakaknya Maya."
"Hai, Kak Raka," jawabku gugup.
"Kamu kuliah di mana?" tanya Raka.
"Aku... aku nggak kuliah, Kak," jawabku.
"Oh, gitu. Kerja di mana?"
"Aku... aku lagi nggak kerja," jawabku semakin gugup.
Maya menyikutku pelan. "Sinta lagi nyari tempat tinggal, Kak. Dia lagi numpang di sini sementara waktu," kata Maya dengan nada biasa.
"Oh, gitu," kata Mama Maya sambil mengangguk-angguk. "Nggak apa-apa, Sinta. Anggap aja rumah sendiri. Kebetulan kamar tamu juga lagi kosong."
"Iya, Sinta. Jangan sungkan ya," timpal Papa Maya.
Raka menatapku dengan senyum tipis. "Santai aja, Sinta. Kita semua di sini asik kok."
"Makasih, Om, Tante, Kak Raka," jawabku dengan nada lega.
Setelah makan malam, Raka menghampiri Maya. "May, aku mau ngomong sama kamu," kata Raka serius.
"Ngomong apa, Kak?" tanya Maya bingung.
"Aku... aku suka sama Sinta," kata Raka dengan nada gugup. "Aku mau kamu kenalin aku sama dia."
Maya terkejut mendengar pengakuan kakaknya. "Kakak suka sama Sinta? Tapi... Kakak kan tahu Sinta itu temen Maya."
"Aku tahu. Tapi aku beneran suka sama dia. Aku pengen kenal dia lebih dekat," kata Raka dengan nada memohon. "Please, May. Kenalin aku sama dia."
Maya terdiam, tampak berpikir keras. Dia tidak tahu harus berbuat apa. Situasi ini semakin rumit saja.