Yun Sia, gadis yatim piatu di kota modern, hidup mandiri sebagai juru masak sekaligus penyanyi di sebuah kafe. Hidupnya keras, tapi ia selalu ceria, ceplas-ceplos, dan sedikit barbar. Namun suatu malam, kehidupannya berakhir konyol: ia terpeleset oleh kulit pisang di belakang dapur.
Alih-alih menuju akhirat, ia justru terbangun di dunia fantasi kuno—di tubuh seorang gadis muda yang bernama Yun Sia juga. Gadis itu adalah putri kedua Kekaisaran Long yang dibuang sejak bayi dan dianggap telah meninggal. Identitas agung itu tidak ia ketahui; ia hanya merasa dirinya rakyat biasa yang hidup sebatang kara.
Dalam perjalanan mencari makan, Yun Sia tanpa sengaja menolong seorang pemuda yang ternyata adalah Kaisar Muda dari Kekaisaran Wang, terkenal dingin, tak berperasaan, dan membenci sentuhan. Namun sikap barbar, jujur, dan polos Yun Sia justru membuat sang Kaisar jatuh cinta dan bertekad mengejar gadis yang bahkan tidak tahu siapa dirinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22 Ketika Nama Pulang Dipanggil
Malam itu turun dengan lebih tenang daripada semua malam sebelumnya, seolah langit pun tahu bahwa sesuatu yang rapuh dan suci sedang disatukan kembali.
Yun Sia tidak bisa tidur. Ia berdiri di depan jendela kamarnya, menatap hujan yang masih rintik, jemarinya menyentuh kacanya perlahan, seperti sedang meraba sesuatu yang tak terlihat.
Ia menghela napas panjang, ada perasaan di dadanya yang tak bisa ia beri nama, bukan takut, bukan senang. Tapi… rindu pada sesuatu yang baru saja ia temukan.
Ketukan kecil terdengar di pintu. “Yun Sia…”
Suara itu nyaris berbisik. Ia mengenalnya.
Ia membalik tubuhnya perlahan. “Masuk…”
Pintu terbuka, dan Permaisuri Lang berdiri di ambang pintu, ragu seperti anak kecil yang takut ditolak. “Apa aku mengganggu?” tanya wanita itu pelan.
Yun Sia menggeleng pelan. “Tidak…”
Permaisuri Lang menelan ludah. “Aku… ingin melihatmu sekadar memastikan kamu baik-baik saja.”
Yun Sia mengangguk kecil.
Wanita itu masuk dengan langkah ringan, seperti takut lantai terlalu keras baginya. Ia berdiri di tengah ruangan, tidak tahu harus duduk atau tetap berdiri. Yun Sia memperhatikannya.
Lalu, tanpa sadar, melangkah mendekat.
Mereka berdiri berhadap-hadapan, cahaya lentera memantulkan warna keemasan di wajah mereka dan untuk sesaat… Tak ada kekaisaran, tak ada darah bangsawan, tak ada sejarah kelam, hanya dua wanita yang terikat oleh sesuatu yang lebih tua dari takhta.
“Yun Sia…” suara Permaisuri Lang gemetar. “Aku tahu ini terlalu cepat… terlalu berat… tapi izinkan aku hanya mengatakan satu hal.”
Yun Sia menatapnya.
“Aku tidak akan memaksamu mengenal siapa pun, tidak aku, tidak ayahmu, tidak Lang.
Tapi… jika suatu hari kamu merindukan seorang ibu…” Ia menarik napas tajam. “…aku akan menunggu, di mana pun dalam bentuk apa pun.”
Keheningan pecah.
Pedih.
Hangat dan untuk pertama kalinya sejak ia mengerti rasa kesepian… Yun Sia merasakan dada yang terlalu sesak untuk diam.
Ia membuka mulut, awalnya… tidak keluar suara.
“Bu—”
Satu kata putus.
Permaisuri Lang membeku, matanya melebar, tubuhnya menegang seolah takut apa yang didengarnya rusak jika ia bergerak.
Yun Sia menarik napas sekali lagi.
“Ibu…” Kata itu jatuh… bukan dari mulut, tetapi dari jantung.
Permaisuri Lang terisak.
Tidak tertahan.
“Tuhan…” bisiknya pecah. “Anakku…”
Ia melangkah maju dengan ragu. “Bolehkah…” Dan Yun Sia memeluknya lebih dulu.
Permaisuri Lang seolah runtuh sepenuhnya.
Tangannya terangkat… lalu merangkul Yun Sia seolah anak itu akan kembali menghilang jika ia melepaskannya, tangisnya bukan lagi teredam.
Ia pecah.
Habis.
Murni.
“Aku di sini…” katanya terputus-putus, mengelus rambut Yun Sia. “Aku tidak akan membiarkan siapa pun mengambilmu lagi…”
Yun Sia mengubur wajah di dadanya.
Hangat.
Harum lembut.
Aneh… Tapi terasa seperti pulang.
Beberapa saat kemudian…
Pintu diketuk.
Pelayan muncul dengan ekspresi terkejut melihat dua wanita itu masih berpelukan.
“Yang Mulia…” katanya gugup. “Kaisar Lang… ingin melihat nona Yun Sia sebentar.”
Permaisuri Lang mengangguk, lalu menoleh ke Yun Sia dengan senyum yang masih basah.
“Kamu tidak harus,” katanya lembut.
Tapi Yun Sia mengangguk.“Aku mau.”
----
Kaisar Lang berdiri di balkon aula timur.
Ia memandangi bulan, seorang kaisar yang gemetar bukan oleh perang… tapi oleh kemungkinan kehilangan lagi.
Langkah kecil mendekat.
Ia menoleh.
Dan melihat wajah yang telah dicarinya selama belasan tahun.
“Yun Sia…” Suaranya menggetar meski ia mencoba keras terlihat tenang.
Yun Sia berdiri di hadapannya, diam, ragu.
Kaisar Lang menarik napas panjang. “Aku tidak akan memintamu pulang,” katanya pelan. “Aku tidak akan memintamu mengakui, aku tidak akan memaksa apa pun.”
Ia menelan ludah. “Tapi izinkan aku setidaknya… menjadi orang yang berdiri di sisimu bila dunia menyakitimu.”
Yun Sia menatap pria itu.
Rahang tegas.
Mata letih.
Senyum yang menahan luka.
Ia mirip.
Mirip dirinya…
Dalam cara ia menyembunyikan kehilangan.
“Ayah…” Satu kata dari Yun sia dan langit runtuh. Kaisar Lang terisak.
Ia menutup wajahnya dengan tangan dan bahunya bergetar.
Yun Sia melangkah cepat.
Memeluknya dan untuk pertama kalinya dalam hidupnya…Ia dipeluk oleh seorang ayah.
Hangat.
Kokoh.
Penuh penyesalan.
Penuh cinta.
“Maafkan ayah…” bisik Kaisar Lang hancur. “Maaf… ayah tidak melindungimu…”
Yun Sia menggeleng kecil. “Ayah menemukanku…”
Ia mengangkat wajah.“Itu cukup.”
...****************...
Keesokan paginya… Istana Wang bergema oleh kabar yang tak bisa dibendung.
Putri mahkota Lang… telah ditemukan.
Dan namanya LANG YUN SIA.
Aula utama penuh.
Semua pejabat Wang hadir.
Rombongan Lang berdiri dengan kepala tegak.
Dan Yun Sia berdiri di tengah dengan jubah pucat Lang yang dipakaikan dengan ragu bukan sebagai simbol politik, melainkan sebagai pengakuan darah.
Kaisar Lang maju.
Mengangkat segel giok Lang. “Inilah tanda kerajaan kami,” katanya lantang. “Dan ini adalah milik putri kami.”
Ia menunjuk pada Yun Sia. “Dan kini, Lang akan tahu… bahwa darah kami tidak pernah mati.”
Sorak tertahan tangis pecah.
Permaisuri Lang berdiri di samping Yun Sia.
Menggenggam tangannya.
A-yang berdiri satu langkah di belakang.
Mata gelap yang penuh emosi.
Namun wajahnya tenang.
Seorang kaisar… menyerahkan takhta kecil di hatinya demi kejujuran.
Yun Sia berbicara untuk pertama kalinya. “Aku tidak lahir sebagai putri,” katanya.
“Aku tumbuh sebagai anak desa. Aku belajar memasak dari api unggun, aku belajar bertahan hidup… dari hujan dan lapar, tapi hari ini…” Ia menelan ludah. “…aku mengakui darahku. Dan aku akan mengunjungi negeri yang telah aku tinggalkan… bukan sebagai simbol… tapi sebagai anak yang kembali.”
Aula pecah dalam sujud.
Kaisar Lang menunduk… dan hampir berlutut.
Yun Sia cepat menahan.
“Ayah…”
Kaisar Lang tersenyum basah.
Keputusan diumumkan sore itu.
Yun Sia akan pergi ke Lang.
Dan…
A-yang akan ikut.
Keputusan itu mengguncang Wang.
Ibu Suri Wang menghela napas panjang malam itu di paviliun.
“Kau benar-benar akan pergi,” katanya pelan.
A-yang menunduk hormat. “Aku tidak akan meninggalkan Wang tanpa penjagaan.”
Ia menoleh ke Pangeran Lee.
“Lee akan memimpin bersama Ayah.”
Pangeran Lee membeku.
“GE!”
A-yang menyeringai tipis. “Kamu sudah dewasa.”
Kaisar Tua Wang tertawa kecil.
“Pergilah,” katanya bijak.
“Antar gadismu pulang. Wang tidak akan runtuh hanya karena seorang kaisar jatuh cinta.”
----
Malam sebelum keberangkatan… Yun Sia berdiri di balkon bersama A-yang.
Langit bersih.
Bintang cerah.
“Aku takut…” katanya.
“Takut apa?” tanya A-yang lembut.
“Takut pulang… dan merasa asing.”
A-yang menggenggam tangannya. “Maka aku akan jadi rumah sementara.”
Yun Sia menoleh. “Kamu ikut karena kewajiban?”
A-yang menatapnya serius.
“Aku ikut karena aku mencintaimu.”
Sunyi.
Hangat dan Yun Sia tersenyum.
---
Keesokan paginya…
Kereta Lang dan kereta Wang berjalan berdampingan.
Merah dan emas.
Naga dan burung phoenix.
Dua kekaisaran…
Mengantar satu gadis pulang.
Dan di balik semak hutan… Sepasang mata mengawasi.
Tersenyum.
Gelap.
“Pergilah… aku akan menyambutmu…… dengan darah.”
Bersambung
Maaf untuk semua pembaca setia Yun sia, siang ini baru bisa up satu karena lagi banyak pekerjaan, insyaallah jika malam masih sempat, author akan mencoba membuat tambahan bab lagi. Sekali lagi maaf dan terima kasih 🌹