Desa Tirto Wening adalah sebuah desa yang ada di pelosok sebuah wilayah Kabupaten. Dipimpin oleh seorang pemimpin berdarah biru yang merupakan keturunan bangsawan keraton, desa itu terkenal dengan kemakmuran warganya.
Mahesa Narendra, pria tampan yang di gadang - gadang akan menjadi penerus kepemimpinan sang Ayah di Desa Tirto Wening, di minta untuk menikahi seorang gadis, putri dari sahabat Ayahnya.
Pak Suteja, sahabat sang Ayah, meminta Raden Mas Mahesa untuk menikahi putrinya yang bernama Anaya Tunggadewi. Semua itu Pak Suteja lakukan untuk melindungi putri semata wayangnya dari keluarga yang sedang memperebutkan harta waris.
Bagaimanakah romansa di antara keduanya?
akankah mereka berdua hidup bahagia?
apakah Anaya akan betah tinggal bersama suaminya di desa?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon GoodHand, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
5. Ditemukan
"Mau apa kalian?." Tanya Anaya pada orang - orang yang ada di hadapannya.
"Gak mungkin kami mau kamu, Anaya! Tentu saja kami mau hartamu." Kekeh salah seorang di antara mereka yang merupakan sepupu Anaya.
"Kuburan Ayahku saja belum kering, tapi kalian tega memperlakukanku seperti ini? Dimana hati dan otak kalian!." Seru Anaya. Perasaan takut dan emosi pun memenuhi benaknya.
"Memangnya kamu siapa? Kenapa kami harus tidak tega? Kamu cuma perempuan rakus yang menguasai semua harta dari Kakek."
"Hei! Harusnya kalian sadar diri! Dimana kalian saat Kakek butuh kalian? Dimana kalian saat Kakek berulang kali menelfon dan meminta kalian untuk berkunjung karena rindu? Yang kalian tau hanya harta warisan tanpa memperdulikan perasaan Kakek!." Jawab Anaya.
PLAAAKKKK!!!!!
Satu tamparan keras mendarat mulus di wajah Anaya hingga membuat sudut bibirnya mengeluarkan darah.
"Jaga mulut kamu, Anaya! Tau apa kamu? Kamu cuma anak - anak!." Bentak seorang pria yang merupakan paman Anaya.
"Cih! Aku sudah cukup dewasa untuk mengerti semuanya!." Jawab Anaya.
"Tanda tangani semua berkas ini sekarang." Perintah salah satu sepupu Anaya.
"Tidak akan pernah!." Tegas Anaya.
Plaaak..!!
Kembali tamparan mendarat di wajah Anaya hingga membuatnya merasa sakit kepala. Namun, itu sama sekali tak membuat Anaya gentar.
Bahkan hingga berkali - kali di siksa dengan di jambak dan di tampar, Anaya tetap teguh mempertahankan amanah Kakek juga Ayahnya.
...****************...
Raden Mas Mahesa di bantu dengan sepupunya yang juga membawa anak buah, menggeledah satu persatu kediaman keluarga Pak Suteja. Tak hanya menggeledah, mereka juga mengintrogasi semua anggota keluarga dan menanyakan tentang keberadaan Anaya.
"Sabar, njih, Raden Mas." Ujar sepupu Raden Mas Mahesa yang bernama Bara, berusaha menenangkan.
Kegelisahan benar - benar nampak di wajah tampan Raden Mas Mahesa. Ia takut sesuatu yang buruk dengan Anaya. Namun, pria itu tak putus asa. Ia harus menemukan keberadaan Anaya secepatnya.
"Kenapa bisa kecolongan seperti ini ya Allah. Tolong jaga dia, tolong bantu aku menemukan Raden Ayu." Lirih Raden Mas Mahesa yang memohon pada tuhannya.
Sekian lama mencari, akhirnya salah satu anak buah Bara mengabari mengenai villa milik paman Anaya.
"Aku kan coba cek villa itu, kamu tolong periksa rumah sepupu Anaya." Titah Raden Mas Mahesa yang membagi tugas dengan Bara.
Tak membuang waktu, mereka segera menuju ke tempat tujuan masing - masing. Ketika sampai, Raden Mas bersama Raka, Jaka dan dua anak buah Bara, langsung menyisir lokasi villa.
Brraaak!!!
Raden Mas Mahesa mendobrak setiap pintu yang terkunci di villa itu. Satu persatu ruangan ia periksa dengan harapan menemukan Anaya di sana, namun nihil. Semua ruangan di villa itu kosong.
"Raden Mas... Raden Mas..." Raka menghampiri dan membawa tuannya itu ke sebuah tempat yang nampak seperti gudang.
Di dalam gudang tua itu, terdapat sebuah pintu yang terkunci dari dalam. Tentu saja itu menjadi tempat yang di curigai oleh Raden Mas Mahesa.
Braakk!!!
Raden Mas Mahesa mendobrak pintu kayu itu dengan sekali tendangannya.
"Baji*ngan!" Seru Raden Mas Mahesa ketika melihat bagaimana orang - orang di sana menjambak Anaya yang sudah tak berdaya.
Dadanya naik turun, tangannya pun mengepal erat. Ia sudah tak bisa lagi menahan emosi yang berkecamuk saat ini.
Dengan emosi yang meluap - luap, Raden Mas Mahesa dan Raka yang saat itu ada bersamanya, menghajar keempat pria yang ada di ruangan itu tanpa ampun. Setelah puas membuat keempat orang itu babak belur. Ia segera menghampiri Anaya yang tampak lemas.
"Ya Allah, Raden Ayu." Lirihnya sambil menangkup wajah Anaya yang tersenyum dengan air mata.
Ia semakin geram saat melihat darah yang keluar dari sudut bibir Anaya. Tangannya sampai gemetar mengusap darah di sudut bibir Anaya.
"Maaf karna aku datang terlambat, Raden Ayu." Ujar Raden Mas Mahesa yang kemudian memeluk erat Anaya.
"Matur suwun, Raden Mas. (Terima kasih, Raden Mas). Aku bersyukur karna Raden Mas ada di sini." Lirih Anaya yang kini nampak lega dalam pelukan Raden Mas Mahesa.
"Raka, tolong cari kain atau apapun yang bisa menutupi tubuh Raden Ayu." Titah Raden Mas Mahesa saat menyadari kalau Anaya hanya memakai setelan piyama pendek.
"Njih, Raden Mas." Jawab Raka yang segera pergi untuk menjalankan perintah tuannya.
"Siapa kamu? Beraninya mengganggu kami!." Bentak paman Anaya yang terlihat marah setelah mendapat bogem mentah dari Raden Mas Mahesa.
Tak menjawab, Raden Mas Mahesa masih tetap dalam posisinya untuk menjaga aurat dan melindungi istrinya. Untungnya tak lama kemudian Raka datang dengan membawa kain seprai yang entah ia ambil dari mana.
Raden Mas Mahesa segera membalut kepala dan tubuh Anaya dengan seprai yang di berikan Raka. Ia memastikan aurat istrinya tertutup sebelum kembali meladeni paman Anaya.
"Aku, Mahesa Narendra, suami Anaya Tunggadewi." Jawab Raden Mas Mahesa sambil berdiri tegap menghadap ke arah empat pria yang tadi menyiksa istrinya.
"Cih! Hahahaha. Suami katamu? Menikah saja belum, sudah mengaku suami." Sergah salah satu sepupu Anaya.
"Apa Anaya dan Ayahnya harus lapor ke kamu, jika Anaya sudah menikah?. Bagi kami, kalian sama sekali tidak penting." Jawab Raden Mas Mahesa dengan santai sambil merobek kertas berisi pemindahan warisan di atas meja.
"Kurang ajar! Kami ini keluarga Anaya." Kata Paman Anaya sambil berteriak.
"Keluarga? Cuiih!." Raden Mas meludah karena jijik mendengar kata - kata pria paruh baya di depannya.
"Kamu masih menganggap Anaya keluarga setelah melakukan hal ini padanya?."
Buughh!
Raden Mas Mahesa kembali melayangkan bogem mentah ke arah paman Anaya hingga pria paruh baya itu tersungkur.
"Hanya aku keluarganya Anaya di sini." Imbuh Raden Mas Mahesa.
"Jika dulu Ayah mertuaku meminta Anaya untuk diam saat di perlakukan semena - mena oleh kalian. Maka aku, Raden Mas Mahesa Narendra, putra dari Kanjeng Gusti Aji Pangestu akan meminta istriku untuk membalas semua perbuatan busuk kalian!." Ujar Raden Mas Mahesa.
Suara lantang dan tatapan tajam Raden Mas Mahesa yang seolah hendak membunuh mangsa, membuat nyali empat orang di hadapannya tiba - tiba ciut. Terlebih saat mereka mengetahui siapa suami Anaya ini. Tentu, mereka mengetahui siapa Kanjeng Gusti Aji Pangestu.
"Raden Ayu! Mulai saat ini jangan pernah diam saat mereka atau orang lain mengganggumu. Aku tau kalau kamu tidak selemah ini, kamu seperti ini karna Ayah Suteja melarangmu untuk melawan. Maka dari itu, sekarang suamimu ini yang memintamu untuk melawan mereka semua. Lawanlah! Balas perlakuan mereka sesuka hatimu, aku yang akan melindungimu." Ujar Raden Mas Mahesa sambil menatap dalam - dalam ke arah istrinya.
Raden Mas Mahesa kemudian berjongkok di dekat empat pria yang terduduk di lantai. Ia menatap wajah mereka satu persatu, seolah sedang menandai buruannya.
"Aku akan mematahkan tangan kalian kalau sampai kalian berani menyentuh istriku lagi, dan ingatlah kalau kalian saat ini adalah buruanku! Aku pastikan hidup kalian tidak akan tenang setelah ini." Kata Raden Mas Mahesa yang menekankan setiap kata - katanya.
Keempat pria itu hanya bisa terdiam. Wajah yang tadi terlihat garang, kini nampak pias seolah tak dialiri darah. Rasa takut tiba - tiba menyelimuti mereka berempat setelah mendengar kata - kata Raden Mas Mahesa yang nampak seperti anak panah.
"Raden Ayu, kamu masih mau menghajar mereka? Atau mau memintaku mewakilkanmu untuk menghajar mereka lagi?." Tawar Raden Mas Mahesa yang merunduk untuk menyetarakan diri dengan Anaya yang duduk di kursi.
"Sudah, Raden Mas. Aku mau pulang sekarang." Jawab Anaya dengan lirih sambil menatap ke arah pria.
"Iya. Ayo kita pulang, Raden Ayu." Jawab Raden Mas Mahesa sambil mengusap lembut kepala Anaya yang masih berbalut kain seprei.
Raden Mas Mahesa segera meraih tubuh Anaya kedalam gendongannya tanpa melepas kain yang membungkus tubuh istrinya. Ia lalu membawa Anaya pergi, meninggalkan empat orang pria yang masih duduk bersimpuh di lantai dengan wajah babak belur.