NovelToon NovelToon
Jodoh Tak Akan Kemana

Jodoh Tak Akan Kemana

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Cinta pada Pandangan Pertama
Popularitas:2.2k
Nilai: 5
Nama Author: EPI

Asillah, seorang wanita karir yang sukses dan mandiri, selalu percaya bahwa jodoh akan datang di waktu yang tepat. Ia tidak terlalu memusingkan urusan percintaan, fokus pada karirnya sebagai arsitek di sebuah perusahaan ternama di Jakarta. Namun, di usianya yang hampir menginjak kepala tiga, pertanyaan tentang "kapan menikah?" mulai menghantuinya. Di sisi lain, Alfin, seorang dokter muda yang tampan dan idealis, juga memiliki pandangan yang sama tentang jodoh. Ia lebih memilih untuk fokus pada pekerjaannya di sebuah rumah sakit di Jakarta, membantu orang-orang yang membutuhkan. Meski banyak wanita yang berusaha mendekatinya, Alfin belum menemukan seseorang yang benar-benar cocok di hatinya. Takdir mempertemukan Asillah dan Alfin dalam sebuah proyek pembangunan rumah sakit baru di Jakarta. Keduanya memiliki visi yang berbeda tentang desain rumah sakit, yang seringkali menimbulkan perdebatan sengit. Namun, di balik perbedaan itu, tumbuhlah benih-benih cinta yang tak terduga. Mampukah Asillah dan Alfin mengatasi perbedaan mereka dan menemukan cinta sejati? Ataukah jodoh memang tidak akan lari ke mana, namun butuh perjuangan untuk meraihnya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon EPI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 31 Pelukan hangat,Tangisan Aisyah,dan perdebatan sengit ala wanita

Setelah berbaikan dengan Alfin dan memberikan kesempatan kedua, Asillah merasa lebih tenang. Ia berusaha melupakan masa lalu dan fokus pada masa depannya bersama Alfin dan Aisyah.

Suatu sore, setelah Alfin pulang kerja, Asillah menyambutnya dengan pelukan hangat di depan pintu. Aisyah yang berada di gendongan Asillah ikut menyambut Alfin dengan celotehan riangnya.

"Papa sudah pulang!" seru Asillah, menirukan suara Aisyah.

Alfin tersenyum lebar melihat istri dan putrinya. Ia mencium kening Asillah dan menggendong Aisyah dari gendongan Asillah.

"Anak Papa yang cantik! Papa kangen banget sama kamu," kata Alfin, sambil menciumi pipi Aisyah.

Aisyah tertawa geli digelitik oleh Alfin. Asillah tersenyum bahagia melihat keharmonisan keluarganya.

Namun, kebahagiaan itu tidak berlangsung lama. Tiba-tiba, Aisyah menangis dengan kencang. Tangisannya terdengar memilukan dan membuat Asillah dan Alfin panik.

"Aduh, kenapa ini? Kok tiba-tiba nangis?" tanya Alfin, bingung.

"Mungkin dia lapar. Coba aku susui," kata Asillah, sambil mengambil Aisyah dari gendongan Alfin.

Asillah kemudian menyusui Aisyah. Namun, meski sudah disusui, Aisyah tetap menangis. Tangisannya bahkan semakin kencang.

"Kok masih nangis? Apa dia sakit perut?" tanya Alfin, khawatir.

"Tidak mungkin. Tadi pagi dia baik-baik saja. Mungkin dia cuma rewel karena ngantuk," jawab Asillah, sambil mencoba menenangkan Aisyah.

Namun, meski sudah dibujuk dan ditenangkan, Aisyah tetap menangis. Tangisannya membuat Asillah dan Alfin semakin panik dan frustrasi.

"Gimana ini? Aku tidak tahu harus berbuat apa lagi," kata Alfin, dengan nada yang putus asa.

"Coba kamu gendong lagi. Mungkin dia lebih nyaman sama kamu," saran Asillah.

Alfin kemudian menggendong Aisyah. Namun, meski sudah digendong oleh Alfin, Aisyah tetap menangis.

"Aku sudah coba semua cara. Aku tidak tahu apa yang salah," kata Alfin, dengan nada yang frustrasi.

"Mungkin dia merasa tidak nyaman dengan pakaiannya. Coba kamu ganti pakaiannya," saran Asillah.

Alfin kemudian mengganti pakaian Aisyah. Namun, meski sudah diganti pakaiannya, Aisyah tetap menangis.

"Aku sudah mengganti pakaiannya. Tapi, dia tetap nangis. Aku benar-benar tidak tahu harus berbuat apa lagi," kata Alfin, dengan nada yang putus asa.

"Mungkin dia merasa tidak nyaman dengan popoknya. Coba kamu ganti popoknya," saran Asillah.

"Aku sudah mengganti popoknya tadi. Tapi, dia tetap nangis," jawab Alfin, dengan nada yang kesal.

"Ya sudah, jangan marah-marah! Aku juga bingung dan khawatir!" balas Asillah, dengan nada yang tidak kalah kesal.

"Aku tidak marah-marah! Aku cuma frustrasi karena Aisyah terus menangis!" seru Alfin, dengan nada yang meninggi.

"Jangan membentakku! Aku juga lelah dan pusing!" balas Asillah, dengan nada yang meninggi pula.

"Aku tidak membentakmu! Aku cuma bicara dengan nada yang lebih tinggi!" seru Alfin, membela diri.

"Itu sama saja dengan membentak! Kamu selalu begitu! Kamu selalu menyalahkan aku jika ada masalah!" balas Asillah, dengan nada yang semakin kesal.

"Aku tidak pernah menyalahkanmu! Kamu yang selalu

"Aku tidak pernah menyalahkanmu! Kamu yang selalu merasa bersalah dan menyalahkan diri sendiri!" balas Alfin, dengan nada yang semakin kesal.

"Itu karena kamu selalu membuatku merasa bersalah! Kamu selalu membuatku merasa tidak becus menjadi seorang istri dan ibu!" seru Asillah, dengan air mata yang mulai membasahi pipinya.

"Aku tidak pernah bermaksud membuatmu merasa seperti itu! Aku hanya ingin membantu!" balas Alfin, dengan nada yang menyesal.

"Membantu? Kamu selalu ikut campur dalam urusanku! Kamu selalu merasa lebih tahu dari aku!" seru Asillah, dengan nada yang semakin meninggi.

"Itu karena aku peduli padamu! Aku tidak ingin kamu kesulitan!" balas Alfin, dengan nada yang membela diri.

"Aku tidak butuh rasa pedulimu! Aku bisa melakukan semuanya sendiri!" seru Asillah, dengan nada yang penuh amarah.

"Jangan bicara seperti itu! Aku suamimu! Aku berhak peduli padamu!" balas Alfin, dengan nada yang tidak kalah marah.

"Kamu bukan suamiku! Kamu hanya seorang penguntit yang terobsesi padaku!" seru Asillah, dengan nada yang penuh kebencian.

Alfin terdiam mendengar perkataan Asillah. Ia merasa seperti ditampar oleh kenyataan. Ia tahu Asillah masih marah dan kecewa padanya.

"Aku tahu kamu masih marah padaku. Aku tahu aku sudah menyakitimu. Tapi, aku mohon, jangan katakan hal seperti itu. Aku benar-benar mencintaimu," kata Alfin, dengan air mata yang mulai membasahi pipinya.

"Cinta? Kamu tidak tahu apa itu cinta! Kamu hanya tahu bagaimana cara menyakiti dan mengkhianati!" seru Asillah, dengan nada yang penuh amarah.

"Aku tidak pernah bermaksud menyakitimu! Aku selalu berusaha untuk membuatmu bahagia!" balas Alfin, dengan nada yang memohon.

"Bahagia? Kamu membuatku bahagia dengan cara berbohong dan menyembunyikan masa lalumu dariku?" seru Asillah, dengan nada yang sinis.

"Aku berbohong karena aku takut kehilanganmu! Aku takut kamu tidak bisa menerima masa laluku!" jawab Alfin, dengan nada yang putus asa.

"Seharusnya kamu jujur padaku sejak awal! Seharusnya kamu mempercayaiku!" seru Asillah, dengan nada yang kecewa.

"Aku tahu, aku salah. Aku sangat menyesal. Aku mohon, maafkan aku," kata Alfin, sambil berlutut di hadapan Asillah.

Asillah terdiam melihat Alfin berlutut di hadapannya. Ia merasa kasihan pada Alfin. Tapi, ia juga masih merasa marah dan kecewa.

"Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan," kata Asillah, dengan air mata yang terus mengalir.

"Aku akan melakukan apapun untuk mendapatkan maafmu. Aku akan membuktikan bahwa aku benar-benar mencintaimu," kata Alfin, dengan nada yang memohon.

Tiba-tiba, Aisyah berhenti menangis. Ia menatap kedua orang tuanya dengan tatapan yang bingung dan sedih.

"Mama... Papa..." kata Aisyah, dengan suara yang lirih.

Asillah dan Alfin tersadar bahwa mereka telah bertengkar di depan Aisyah. Mereka merasa malu dan bersalah.

"Sayang, maafkan Mama dan Papa. Kami tidak bermaksud membuatmu takut," kata Asillah, sambil menggendong Aisyah dan menciuminya.

"Maafkan Papa juga, sayang. Papa janji, Papa tidak akan bertengkar lagi," kata Alfin, sambil mengusap pipi Aisyah dengan lembut.

Aisyah tersenyum dan memeluk kedua orang tuanya dengan erat. Asillah dan Alfin saling

Asillah dan Alfin saling berpandangan, menyadari betapa bodohnya mereka telah bertengkar di depan Aisyah. Mereka telah melupakan bahwa kehadiran Aisyah seharusnya membawa kebahagiaan dan kedamaian dalam rumah tangga mereka, bukan pertengkaran dan air mata.

"Maafkan aku, Alfin. Aku sudah keterlaluan," kata Asillah, dengan suara lirih, masih memeluk Aisyah erat.

"Tidak, Asillah. Aku yang salah. Aku yang memulai semuanya dengan kebohongan dan ketidakpercayaan," balas Alfin, berdiri dan mengulurkan tangannya untuk membantu Asillah berdiri.

Asillah menerima uluran tangan Alfin. Mereka berdua berdiri berdampingan, menatap Aisyah yang kini tampak tenang dalam pelukan Asillah.

"Kita tidak boleh seperti ini lagi. Kita harus belajar untuk saling percaya dan jujur satu sama lain. Kita harus menjadi contoh yang baik untuk Aisyah," kata Asillah, dengan nada yang lebih tenang.

"Aku setuju. Aku janji, aku akan berusaha menjadi suami dan ayah yang lebih baik. Aku akan berusaha untuk selalu jujur dan terbuka padamu," balas Alfin, menggenggam tangan Asillah dengan erat.

"Aku juga janji, aku akan berusaha untuk lebih sabar dan pengertian. Aku akan berusaha untuk tidak terlalu terpancing emosi," kata Asillah, membalas genggaman tangan Alfin.

Mereka berdua saling berpelukan, melupakan pertengkaran mereka sejenak. Mereka menyadari bahwa cinta mereka lebih besar dari masalah apapun. Mereka bertekad untuk mempertahankan rumah tangga mereka dan memberikan yang terbaik untuk Aisyah.

Setelah suasana mereda, mereka berdua duduk bersama dan berbicara dari hati ke hati. Mereka saling mengungkapkan perasaan dan kekhawatiran mereka. Mereka saling meminta maaf dan berjanji untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama.

"Alfin, aku masih merasa sedikit cemburu pada Renata. Aku tidak bisa memungkiri itu," kata Asillah, dengan jujur.

"Aku mengerti, Asillah. Aku tidak akan memaksamu untuk melupakan masa laluku. Tapi, aku janji, aku tidak akan pernah memberikanmu alasan untuk cemburu lagi. Aku hanya mencintaimu. Kamu adalah satu-satunya wanita di hatiku," balas Alfin, dengan nada yang meyakinkan.

"Aku percaya padamu, Alfin. Aku ingin mempercayaimu sepenuhnya. Tapi, tolong, jangan pernah mengecewakanku lagi," kata Asillah, dengan nada yang memohon.

"Aku janji, Asillah. Aku tidak akan pernah mengecewakanmu lagi. Aku akan selalu menjagamu dan mencintaimu selamanya," balas Alfin, mencium kening Asillah dengan lembut.

Setelah percakapan yang panjang dan emosional itu, mereka berdua merasa lebih dekat dan lebih terhubung dari sebelumnya. Mereka menyadari bahwa komunikasi yang jujur dan terbuka adalah kunci untuk menjaga keharmonisan dalam rumah tangga mereka.

Malam itu, mereka tidur bertiga di tempat tidur yang sama. Asillah memeluk Aisyah dengan erat, sementara Alfin memeluk Asillah dari belakang. Mereka berdua merasa damai dan bahagia.

Keesokan harinya, Alfin memutuskan untuk melakukan sesuatu yang spesial untuk Asillah. Ia mengambil cuti dari pekerjaannya dan mengajak Asillah dan Aisyah untuk pergi berlibur.

"Ke mana kita akan pergi?" tanya Asillah, dengan nada yang penasaran.

"Ke suatu tempat yang akan membuatmu bahagia dan melupakan semua masalahmu," jawab Alfin, dengan senyum misterius.

Alfin membawa Asillah dan Aisyah ke sebuah villa di pegunungan. Villa itu memiliki pemandangan yang indah dan udara yang segar. Asillah merasa sangat senang dan terharu dengan kejutan yang diberikan Alfin.

"Terima kasih, Alfin. Aku sangat menyukainya," kata Asillah, sambil memeluk Alfin dengan erat.

"Aku melakukan ini karena aku mencintaimu. Aku ingin membuatmu bahagia," balas Alfin, mencium kening Asillah dengan lembut.

Selama berlibur, mereka berdua menghabiskan waktu bersama dengan Aisyah. Mereka bermain, tertawa, dan saling mencintai. Mereka melupakan semua masalah dan fokus pada kebahagiaan mereka.

Asillah merasa semakin yakin bahwa Alfin adalah pria yang tepat untuknya. Ia percaya bahwa mereka bisa

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!