Jerat Cinta Sang Mafia

"Kau baik-baik saja?" tanya Ratu ketika ia diperbolehkan masuk oleh Shapire kedalam kamar pengantin mereka.

Ratu tentu cemas dengan keadaan sahabatnya, hanya ia satu-satunya orang yang mengetahui alasan Shapire membatalkan pernikahannya dengan Dino dan menikahi Axel. Ia takut Axel melakukan hal buruk kepada sahabatnya itu.

Gadis itu membawa beberapa paper bag dan koper milik Shapire, ia sengaja mengantarkan barang milik Shapire agar menjadi alasan untuk dapat menemui Shapire tanpa dicurigai oleh Axel.

"Kau lihat? Ini bukan pernikahan yang aku impikan?" tangis Shapire pecah begitu saja.

Hanya Ratu satu-satunya yang mengerti perasaannya saat ini, hanya ia tempat mengadu bagi Shapire. Entah mengapa ia merasa sendiri berada di dalam rumah besar ini. Meskipun sebenarnya keluarga Axel sangat hangat, namun Shapire masih belum mengenal mereka.

Ratu bergegas masuk ke dalam kamar, lalu menutup pintu. Ia tidak ingin ada anggota keluarga Axel yang melihat keadaan Shapire saat ini. Ratu tahu apabila keluarga Axel tidak mengetahui apapun, dan apabila mereka mengetahuinya pasti Shapire yang akan disalahkan oleh Axel.

"Untuk sementara ini aku masih merasa aman, karena berada di rumah ini. Tapi kami akan pindah ke tempat tinggal Axel, di sana pasti akan menjadi neraka bagiku Ratu! Aku harus apa?"

Ratu memeluk Shapire ia merasa iba dengan nasib sahabatnya ini, pria yang paling malas ia dekati hanya Axel. Axel satu-satunya pria yang berbeda dengan circle mereka sejak kecil, bagi Ratu Axel sangat mengerikan. Dimana anak kecil bermain dengan boneka atau robot-robot an, Axel bermain dengan macan, buaya atau jaguar.

"Aku tidak dapat membantumu keluar dari semua ini, kau tahu meskipun kau pergi sekalipun pria itu pasti akan menemukanmu. Sejak awal aku sudah mengajak kau untuk pergi tapi kau bersikeras ingin menolong gadis itu."

Ratu mengurai pelukannya kepada Shapire, ia lalu menatap wajah cantik gadis itu. Wajah cantik dengan mata sembab, belum satu hari ia menikah dengan Axel entah sudah berapa banyak air mata yang ia keluarkan.

Shapire mengajak Ratu duduk di sofa yang berada dalam kamar. Kamar yang indah dengan hiasan bunga mawar dimana-mana. Ratu semakin tidak tega, seharusnya sahabatnya ini bahagia bersama dengan pria yang ia cintai. Namun sekarang ia malah terjerat oleh pria kejam itu.

"Bagaimana dengan Dino?" tanya Shapire.

Terlihat jelas tatapan mata itu menyimpan banyak kerinduan kepada pria yang ia cintai. Rasa rindu dan cemas menjadi satu, namun demi keselamatan pria yang ia cintai ia rela mengorbankan kebahagiaannya untuk hidup bersama Axel.

"Dia sangat hancur, dia terpukul. Tapi tenang saja, percayalah Dino pria yang kuat," jawab Ratu.

"Ya, dia pasti akan cepat melupakan aku. Sebaiknya ia terus membenciku seperti ini."

Shapire tersenyum tipis mengingat tatapan kebencian pada Dino ketika ia lebih memilih Axel daripada dirinya.

"Dia menganggapmu matre Shapire, kenapa tak aku ceritakan kepadanya kebenarannya?" tanya Ratu.

"Dia akan sulit melupakanku apabila dia mengetahui aku melakukan semua ini karena terpaksa. Dia akan merasa bersalah karena aku memutuskan menikah dengannya hanya karena takut Axel mencelakai nya."

Ratu bangkit dari duduknya, ia melihat jam yang ia kenakan. Waktu sudah malam, sebaiknya ia pulang sebelum Axel kembali ke dalam kamar mereka.

"Aku harus pulang, kalau ada apa-apa hubungi saja aku. Aku akan berusaha semampuku untuk membantumu" ucap Ratu sambil menggenggam tangan Shapire.

"Terima kasih Ratu, ini sudah lebih dari cukup. Aku tidak ingin kau ikut terlibat dengannya."

Ya, cukup ia saja yang terlibat dengan Axel. Ia tidak mau membuat orang lain terseret dalam masalahnya. Ini semua kesalahannya, ia yang menabrak Safia ia juga yang harus menanggung konsekuensinya.

Sebelum pergi Ratu sempat membisikan sesuatu kepada Shapire membuat Shapire tercengang mendengarnya. Setelah Ratu keluar dari kamar, Shapire bergegas berganti pakaian. Shapire tidak ingin Axel kembali marah ketika melihat dirinya masih mengenakan pakaian pengantin.

Sementara itu saat ini Axel sedang berada di markas miliknya bersama dengan Martin. Sudah beberapa peluru melesat begitu saja mengenai sasaran. Hanya ini yang dapat Axel lakukan untuk meluapkan amarahnya, melihat Shapire ia semakin ingin membunuh wanita itu. Namun kematian rasanya akan terlalu mudah, ia ingin membuat Shapire menderita.

"Keluargamu menunggu Tuan, mereka akan curiga apabila kalian tidur terpisah. Lagipula mengapa kau nikahi wanita itu apabila tidak kau cintai" ucap Martin.

"Aku ingin menciptakan neraka baginya, ia salah telah menyentuh Axel Smith!" Axel kembali melesatkan pelurunya tepat mengenai sasaran.

DOOORR!!

"Aku merasa aneh, Safia itu adikmu. Tapi mengapa kau tidak membenci wanita itu? Dia yang sudah membuat Safia meninggal Martin!" pungkas Axel dengan nada tinggi.

"Aku sudah mengecek, dan semua itu murni kecelakaan Axel, wanita itu tidak bersalah. Kau harus menerima kenyataan ini!" sahut Martin sambil memegang kedua pundak Axel.

Martin tahu betapa besarnya rasa cinta Axel kepada mendiang adiknya, namun ia pun tidak bisa membiarkan Axel memperlakukan Shapire seperti itu.

"Kalau saja dia tidak mabuk dan tidak berada di sana malam itu, saat ini Safia masih bersama dengan kita!"

Martin memijat pelipisnya, sangat sulit sekali menjelaskan kepada Axel apabila Shapire tidak bersalah. Pria itu melemparkan senjata dan pergi begitu saja meninggalkan Martin dengan rasa kesal.

Di mansion keluar Smith saat ini Shapire sedang menahan lapar, keluarga Axel mengajaknya untuk makan malam bersama namun ia menolak karena Axel tidak bersama dengannya. Ia takut melakukan kesalahan-kesalahan apabila ia makan tanpa suaminya.

Shapire terperanjat ketika melihat pintu kamar tiba-tiba saja terbuka begitu saja. Ia membenarkan posisi duduknya ketika ia melihat suaminya masuk ke dalam kamar. Axel melemparkan sepatu yang baru saja ia kenakan begitu saja. Ia pun memakai sendal rumahan yang berada di dalam kamar mereka.

"Mengapa kau tidak makan? Kau tahu, Mommy sangat cerewet sekali apabila menantunya kelaparan. Cepat ikut denganku!" ajak Axel dengan tatapan dinginnya.

Axel sangat kesal, sepanjang jalan ibunya mengomel hanya karena Shapire tidak mau makan bersama karena menunggu dirinya. Baru juga satu hari tapi Shapire sudah sangat menyusahkan dirinya.

Shapire hanya mengangguk, ia mengikuti Axel menuju ruang makan yang berada di lantai bawah. Axel duduk bersama dengan Shapire yang ikut duduk di depannya, pria itu lalu menatap Shapire dengan tatapan tidak suka.

"Kalau kau ikut duduk juga, lalu siapa yang menghangatkan makanannya? Semua pembantu sudah istirahat dan tugas seorang istri melayani suaminya kan?" ucap Axel dengan tegas.

"Oh, ya!" Shapire bangkit dari duduknya lalu mencari makanan di dalam lemari pendingin.

"Jangan berusaha untuk meracuniku!"