Aditya Kalandra wiratmaja tidak pernah menyangka bahwa kekasihnya, Nathasya Aurrelia pergi meninggalkannya tepat di hari pernikahannya. Dalam keadaan yang kalut ia dipaksa harus menerima pengantin pengganti yang tidak lain adalah adik dari sahabatnya.
Sementara itu, Nayra Anindhira Aditama juga terpaksa harus menuruti permintaan sang kakak, Nathan Wisnu Aditama untuk menjadi pengantin pengganti bagi Aditya atas dasar balas budi.
Apakah Nayra sanggup menjalani kehidupan barunya, dan mampukah dia menakhlukkan hati Aditya.
Ataukah sebaliknya, apa Nayra akan menyerah dan pergi meninggalkan Aditya saat masalalu pria itu kembali dan mengusik kehidupan rumah tangga mereka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon MauraKim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sujud Pertama sebagai Istri
Doa selesai di panjatkan, tetapi Aditya masih saja menatap Nayra, seolah ingin mencari sesuatu dalam ekspresi gadis itu. Kemudian tanpa peringatan, Aditya sedikit membungkuk dan mengecup kening Nayra dengan lembut.
Nayra terkejut dengan tindakan yang Aditya lakukan. Ia bisa merasakan sentuhan hangat itu dengan begitu jelas.
Beberapa tamu berdehem pelan, sementara Nyonya Hanum dan Nathan yang memperhatikan dari dekat tampak lega.
Nayra semakin menundukkan kepalanya, hatinya berdebar tak menentu. Ia tidak tahu apakah Aditya melakukannya karena tradisi atau karena sesuatu yang lain. Tetapi satu hal yang pasti, ini adalah sesuatu awal yang baru bagi kehidupan mereka.
Setelah doa selesai, penghulu memberikan isyarat bahwa prosesi selanjutnya adalah penyematan cincin.
Asisten Aditya, Adrian membawakan sebuah kotak beludru kecil berwarna gading dan menyerahkannya kepada Aditya. Ia membuka kotak itu, memperlihatkan sepasang cincin emas putih yang ia pilih beberapa saat lalu. Cincin ini bukanlah cincin yang sama dengan yang ia pilih bersama Natasha sebelumnya. Entah kenapa tanpa ada yang meminta, Aditya berinisiatif sendiri mengganti cincin untuk Nayra beberapa saat lalu.
Aditya mengambil cincin berukuran lebih kecil, lalu menatap Nayra. Dalam hati ia berdoa, semoga saja cincin ini muat di jari manis milik Nayra.
Aditya menengadahkan tangannya berharap Nayra mengerti dan menerima uluran tangannya. Dengan sedikit ragu, Nayra mengangkat tangan kirinya. Ia bisa merasakan jemarinya sedikit bergetar saat Aditya menyentuhnya. Sentuhan pria itu begitu dingin, tapi menghangatkan dalam waktu bersamaan.
Dengan gerakan tenang dan hati-hati Aditya menyematkan cincin itu di jari manis Nayra. Cincin itu pas, dalam hati Aditya bersyukur karena ukuran cincin yang ia pilih pas di jari Nayra.
Kini giliran Nayra, ia mengambil cincin yang lebih besar, lalu dengan perlahan menyematkannya di jari manis Aditya. Berbeda dengan dirinya yang merasa sangat gugup, pria itu terlihat lebih tenang, seolah tak terpengaruh dengan momen ini.
Tepuk tangan kecil terdengar dari beberapa tamu yang menyaksikan prosesi ini, disusul senyum haru dari pihak keluarga.
Setelah cincin tersemat sempurna penghulu kembali berbicara, "Dengan ini, kalian telah sah menjadi suami istri. Silahkan lanjut ke penandatanganan buku nikah."
Aditya menarik napas pelan sebelum meraih pulpen yang disediakan. Nayra merasa tangannya terasa dingin saat menerima pulpen dari penghulu. Kebingungan tampak jelas dalam raut wajah Nayra. Bagaimana bisa dalam waktu sekejap keluarga Wiratmadja mengurus semua data-data miliknya?
Tanda tangan mereka tergores di atas kertas, mengikat mereka dalam perjanjian yang bukan hanya di hadapan manusia tetapi janji kepada Tuhan.
Setelah semua selesai, ucapan selamat dari para tamu mulai mengalir. Nayra masih sedikit canggung dengan status barunya. Ia belum sepenuhnya bisa mencerna apa yang baru saja terjadi.
Ditengah kebingungannya Nyonya Hanum menghampirinya terlebih dahulu. Senyum lembut menghiasi wajah wanita itu saat tangannya mengenggam tangan Nayra erat.
"Selamat datang di keluarga ini, Nayra. Semoga kamu dan Aditya bisa saling melengkapi satu sama lain. Terima kasih sudah bersedia menikah dengan Aditya dan menyelamatkan nama baik keluarga kami."
Nayra menatap ibu mertuanya dengan sedikit terkejut, tetapi ia segera tersenyum kecil. "Terima kasih, Tante,,"
Nyonya Hanum tertawa kecil. "Sekarang kamu sudah menjadi istri Aditya, itu berarti kamu juga anak Mama. Jadi, panggil aku Mama."
Tak lama bunda Sarah juga menghampiri putrinya. Ada kebanggaan sekaligus rasa haru di mata wanita itu saat ia merapikan sedikit kebaya yang dikenakan Nayra.
"Kamu cantik sekali hari ini, Nak. Bunda bangga sekali padamu." ucapnya pelan dengan suara yang penuh kasih.
Nayra menatap ibunya dengan mata yang berkaca-kaca. Ia tahu, ini bukan pernikahan yang pernah ia impikan. Tetapi melihat dukungan ibunya membuat hatinya terasa lebih kuat.
"Bunda harap kamu bisa menjalani pernikahan ini dengan hati yang iklas, Nak. Tidak ada pernikahan yang sempurna, tetapi jika kamu dan Aditya mau berusaha, kalian bisa menciptakan kebahagiaan kalian sendiri."
Nayra menganggukan kepalanya pelan. "Aku akan berusaha, Bunda."
Lalu, Nathan yang sejak tadi hanya mengamati dari kejauhan akhirnya mendekat. Wajahnya tetal tegas, tetapi ada sorot khawatir di matanya saat menatap Nayra.
"Adik kecilku sudah menikah sekarang," gumamnya pelan sembari mengelus pucuk kepala Nayra.
Nayra tersenyum tipis menanggapi ucapan kakaknya, "Dan kakakku masih saja berlagak serius seperti ini." guraunya.
Nathan tersenyum sebelum beralih menatap Aditya dengan pandangan tajam.
"Aditya, aku tidak akan banyak bicara. Aku hanya ingin satu hal, jaga Nayra baik-baik."
Tatapan mereka bertemu sejenak, lalu Aditya mengangguk mantap. "Aku tahu, Nathan. Aku akan menjaganya baik-baik."
Nathan menatapnya sejenak, mencoba memastikan keseriusan pria itu. Lalu, akhirnya ia mengangguk.
"Bagus." ucapnya singkat sebelum menepuk bahu Aditya dan mundur.
Setelah itu, Aditya menoleh ke arah Nayra.
"Sebelum kita bersiap untuk acara resepsi, kita shalat magrib dulu."
Nayra menatapnya kaget. Ia sungguh tidak menyangka jika Aditya mengajaknya untuk shalat magrib bersama. Namun, melihat keseriusan pria itu, Nayra akhirnya mengangguk.
Aditya mengenggam tangan Nayra dengan lembut, mengajaknya ke ruangan khusus yang telah di sediakan untuk mereka. Langkahnya tenang, seolah memberikan waktu untuk Nayra menyesuaikan diri.
Saat memasuki ruangan, suasana terasa lebih tenang daripada hiruk pikuk di luar. Nayra memperhatikan Aditya yang mengambil air wudhu di tempat yang tersedia. Menyadari itu, ia akhirnya mengikuti.
Beberapa menit kemudian, keduanya berdiri berdampingan, siap untuk menunaikan shalat Magrib. Aditya maju beberapa langkah untuk menjadi imam. Nayra menarik nafas dalam sebelum takbiratul ihram, hatinya terasa sedikit lebih tenang dalam sujud pertamanya sebagai seorang istri.
Setelah menyelesaikan shalat, Aditya tidak langsung beranjak. Ia tetap duduk dan mengangkat tangannya untuk berdoa.
Nayra mengintip dari belakang, wajah Aditya terlihat begitu tenang saat berdoa, bibirnya bergerak perlahan mengucapkan harapan-harapan yang hanya tuhan dan Aditya yang tahu.
Beberapa saat kemudian ia menoleh ke arah Nayra. "Berdoalah juga, Nayra." ucapnya lembut.
Nayra terdiam sejenak, lalu mengangguk dan mengangkat kedua tangannya. Dalam hatinya, ia bedoa agar Tuhan memberinya kekuatan untuk menjalani pernikahan ini.
Saat ia selesai, ia mendapati Aditya masih menatapnya. Pria itu mengulurkan tangan ke arahnya. Tanpa menunggu lama Nayra meraih tangan suaminya dan mengecup punggung tangan Aditya.
"Semoga ini menjadi awal yang baik bagi kita berdua."
Izin yaa