Anhe gadis yang telah di besarkan dalam lingkaran kegelapan. Hanya mengerti akan pembunuhan, membantai tanpa henti, tugas mematikan yang siap datang setiap waktu. Tanpa di duga gadis itu terbunuh saat menghadapi musuh besarnya. Dia bangkit kembali menjadi seorang gadis muda yang masih berusia lima belas tahun. Gadis dengan tubuh lemah, sakit-sakitan dan terbuang.
Anhe terlahir kembali sebagai putri kelima orang yang hampir dia bunuh. Di menit terakhir Tuan besarnya meminta untuk mundur dan pembunuhan di hentikan. Sehingga keluarga itu selamat dari pembantaian. Dan kini dia harus menjadi salah satu dari Putri perdana menteri pertahanan itu sendiri. Terjerat dalam skema keluarga besarnya bahkan keluarga kerajaan yang saling bertentangan.
Gadis pembunuh itu kini harus siap menghadapi perubahan besar dalam hidupnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sri Wulandari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kehangatan yang asing
Li Anhe bangun setelah beristirahat selama tiga jam. Dia menatap kearah laki-laki yang terlihat penuh keringat di wajahnya. Dia bangkit perlahan menuju ke arah tempat tidur. Menyeka semua keringat di wajah laki-laki itu dengan handuk kecil. "Dia demam," gadis muda itu berjalan keluar mencari air hangat agar bisa di gunakan untuk mengompres. Di lantai satu masih ada pelayan laki-laki yang tengah tiduran di tiga kursi di satukan. "Tuan," mencoba membangunkan pelayan itu.
Pelayan itu membuka matanya. "Nona muda. Ada yang perlu saya bantu?"
"Apa masih ada air hangat? pelayan ku demam tinggi," ujar Li Anhe mencari alasan.
"Masih. Aku juga baru saja memberikan air hangat di kamar lainnya. Tunggu sebentar saya ambilkan," pelayan itu cukup ramah. Dia pergi dan kembali membawa air panas di baskom kecil. "Kain ini masih bersih dan baru. Nona bisa memakainya."
"Terima kasih," Li Anhe segera pergi kembali ke kamarnya membawa baskom berisi air panas. Saat dia membuka pintu kamar laki-laki di atas tempat tidur sudah terbangun dan duduk. Li Anhe masuk lalu menutup kembali pintu dan menguncinya dari dalam. "Kamu akan pergi?"
Laki-laki itu ingin bangun tapi tubuhnya terlalu lemah. Kepalanya terasa cukup pusing saat dirinya mencoba bangkit dia terjatuh lagi ke arah tempat tidur.
Li Anhe mendekat meletakkan baskom di meja samping kasur. Dia juga menambahkan air dingin agar panas dari air bisa turun. "Kamu demam. Lebih baik istirahat lebih dulu. Aku sudah menyelamatkan nyawa mu. Aku tidak ingin menyia-nyiakan usaha ku," dia membantu laki-laki itu untuk berbaring kembali di kasur. Dengan gerakan tangan kasar namun cukup cekatan gadis muda itu menjaga laki-laki yang bahkan tidak ia kenal. Bagi Li Anhe keadaan yang di alami pembunuh di depannya sama seperti saat dia masih menjadi Anhe pembunuh nomor satu dan paling di takuti.
Laki-laki itu hanya diam tidak berdaya. Dia terus menatap gadis muda yang sangat cantik di depannya. Kedua matanya seperti buah anggur yang segar namun tajam. Meskipun gerakan tangannya cukup kaku tapi gadis di depannya bisa membantu dengan sangat baik. Karena luka di tubuhnya dan obat yang mulai bekerja. Laki-laki itu memejamkan kedua matanya lagi. Saat terbangun dia sudah melihat gadis muda yang sudah membantunya, duduk tenang di dekat meja makan. Dia berusaha bangkit perlahan dan berjalan menghampiri gadis muda itu. Laki-laki itu duduk di depannya, "Terima kasih sudah membantu ku."
"Tidak masalah," menuangkan air putih di cangkir. "Perbanyak minum air putih hangat," menyodorkan cangkir ke arah laki-laki di depannya. Li Anhe memberikan mangkuk kosong bersih lalu meletakkan makanan di dalamnya. Dia memberikannya kepada laki-laki itu, "Lebih baik mengisi perut sebelum pergi."
Gadis itu juga ikut sarapan pagi dengan tenang. "Aku sudah menyuruh pelayan ku untuk menyiapkan baju lain juga kereta di belakang penginapan. Kamu bisa pergi dari sini setelah sarapan. Tenang saja semua orang dari biro pemerintahan telah pergi."
"Baik," laki-laki itu makan perlahan. Setiap gerakannya terlihat anggun juga penuh dengan aturan.
Li Anhe menatapnya. Sepertinya dia bukan menyelamatkan pembunuh. Laki-laki di depannya lebih terlihat seperti seorang bangsawan. "Sepertinya aku salah mengira. Anda bukan seorang pembunuh yang biro pemerintahan cari."
Laki-laki itu meletakkan sumpitnya, dia tersenyum tipis. "Nona muda cukup jeli," dia mengambil kembali sumpit melanjutkan setiap suapan.
Setelah kenyang Li Anhe bangkit dari tempat duduknya menata semua peralatan makan. Bi er juga datang untuk membawa semua peralatan makan ke dapur lantai bawah.
Dari pintu keluar ketukan pintu terdengar. "Adik ke lima," suara itu terdengar tidak asing. Dia Nona kedua Li Rui, "Adik ke lima."
Laki-laki itu langsung pergi menuju ke bawah tempat tidur berusaha untuk menyembunyikan dirinya. Li Anhe mendekat membuka pintunya, "Kakak kedua," dia menatap dingin.
"Ibu meminta ku untuk memberikan ini," menyodorkan obat. "Obat ini bisa di gunakan untuk menahan hawa dingin," suaranya terdengar cukup malas.
"Ini bukan racun kan?" Li Anhe menatap tanpa rasa bersalah.
"Apa maksud mu? Aku sudah berusaha baik memberikan obat. Dan sekarang kamu pikir ini racun? Kamu gila," Nona kedua Li Rui berteriak cukup kuat. Dia semakin marah dan kesal mendengar perkataan adik kelimanya.
Gadis itu tersenyum tipis, "Aku hanya takut malam saat musim gugur terulang kembali. Terima kasih niat baik kakak kedua. Anhe menerimanya."
Nona kedua Li Rui ingat betul apa yang telah ia lakukan di malam musim gugur. Dia telah mencampurkan air minum Li Anhe dengan obat perangsang di dalamnya. Tapi usahanya gagal karena adiknya tidak sengaja menumpahkan semua minuman pada tubuh seorang Tuan muda saat pesta perayaan tahunan berlangsung. Setelah mendengar adik kelimanya mengatakan kejadian pada waktu itu. Dia akhirnya tersadar jika adiknya tidak sebodoh yang ia kira. Wajahnya memerah lalu pergi dengan kesal.
Li Anhe menutup kembali pintu kamar. Dia melihat laki-laki yang berusaha keluar dari bawah tempat tidur. Jika bukan karena pelayannya bercerita akan banyaknya masalah yang datang kepada Nona kelimanya. Li Anhe tentu tidak akan tahu kejadian-kejadian tidak terduga yang telah di alami Nona kelima yang asli.
Laki-laki itu mendekat. "Nona kelima terima kasih atas bantuan anda."
Li Anhe mengangguk mengerti.
Bi er datang, "Nona muda semua sudah siap. Tuan silakan."
Laki-laki itu memberikan hormatnya lalu pergi mengikuti pelayan wanita yang menuntunnya menuju kearah kereta di belakang penginapan. Setelah kereta melaju jauh hingga tidak terlihat. Bi er langsung pergi menemui Nona mudanya lagi. "Nona muda, dia sudah pergi."
Li Anhe menuangkan teh hangat di dalam cangkirnya. Dia meminumnya pelan setelah di tiup beberapa kali. "Bi er. kita juga harus pergi. Sebentar lagi rombongan kita akan pulang."
"Baik."
Di jam sepuluh siang rombongan keluarga Li berangkat menuju kota. Di perjalanan Nyonya tua Chao menatap cucunya. "Yi er, apa kamu tidak ingin mengatakannya kepada nenek?"
Li Anhe menatap neneknya dengan senyuman. "Nenek tahu dia ada di kamar ku?"
"Meksipun aku tidak tahu siapa dia. Tapi aku tahu dia ada di sana. Saat kamu memilih untuk melindunginya tentu nenek akan memenuhi keputusan mu," menggenggam tangan lembut cucunya.
"Dia mengancam untuk tinggal. Tentu aku tidak bisa terlalu berani untuk membawanya kepada Biro Pemerintahan. Nenek maaf sudah membuat mu cemas," Li Anhe menatap wanita tua di depannya yang penuh dengan perhatian. Selama hidupnya dia telah hidup di dalam kegelapan. Saat cahaya kecil datang untuk menghangatkan tubuhnya. Hal ini perlahan membuat dirinya merasa jika kehidupan di masa lalu cukup sulit bagi dirinya.
"Nenek hanya takut dia melukai mu. Tapi sepertinya dia tidak sekejam itu," Nyonya tua Chao menatap hangat. "Apa dia melukai mu?" cucunya itu menggelengkan kepalanya. "Syukurlah. Jika tidak aku pasti akan membuat kedua tangan dan kakinya tidak akan bisa di gunakan lagi."
Li Anhe hanya tersenyum ringan.
Selama perjalanan Nyonya tua Chao sangat perhatian bahkan memberikan kehangatan yang berlimpah. Kehangatan itu membuat hati yang dingin menjadi terasa tenang.
Setelah sampai di kediaman Li, Nyonya tua Chao mengatakan niatnya untuk mengajak cucunya Li Anhe ikut pergi bersamanya. Pada awalnya Tuan Li tidak mengizinkan. Tapi Nyonya tua Chao memaksa dan mengeluarkan surat peninggalan dari suaminya. Jika anaknya tidak menuruti keinginannya dia akan mengambil semua harta yang telah di wariskan kepada Tuan Li. Perdebatan berakhir dengan Li Anhe berhasil di bawa pergi Nyonya tua Chao ke luar ibu kota.
semangat dan sehat selalu
semangat terus dan bisa menciptakan banyak karya terbaik kedepan nya
lanjut