Anhe : Teratai Air Yang Damai
"Aku hanya ingin satu yang hidup," suara itu membuat perintah mematikan untuk semua orang yang ada di dalam genangan air sebatas lutut. Setidaknya ada dua puluh gadis muda yang siap dengan kepalan tangan masing-masing. Kolam cukup luas itu berada di sebuah ruangan, hanya satu pintu akses masuk yang terbuat dari besi baja. Dan hanya pihak luar yang dapat membuka akses untuk keluar masuk ruangan. Ketinggian bangunan melebihi enam meter. Pada bagian atas terdapat tempat untuk semua orang penting dalam lingkup itu berada.
Setiap gadis berusia sekitar sepuluh hingga dua belas tahun. Menatap tajam seperti serigala lapar yang siap menerkam kapan saja.
Dooonggg...
Suara gong di bunyikan.
"Aaa..."
Suara teriakan perlawanan terdengar dengan cipratan air seperti ombak kuat.
Pakll...
Seorang gadis melemparkan tubuh lawannya masuk ke dalam air kolam. Dia menekan kuat membuat lawannya tidak dapat bernafas. Namun rambutnya telah di tarik terlebih dulu oleh gadis lain. Membuatnya tidak bisa melawan. Dia mencoba membuat kuncian pada kaki lawannya. Membuat gadis di belakang terpelanting kedepan. Mereka berdua tenggelam dan saling melawan di dalam air.
Gadis-gadis lainnya juga melakukan hal yang sama. Tidak ada senjata hanya seluruh tubuh mereka yang akan menjadi senjata mematikan untuk pertahanan.
Namun ada satu gadis berhasil menyembunyikan bilah pisau patahan dalam tubuhnya. Dia sangat ganas juga brutal. Mencabik tanpa henti tubuh lawannya. Mengakibatkan air di dalam kolam menjadi merah darah. Bau amis menyebar memenuhi tempat itu.
Seorang pria dengan penutup di wajah mendekat. "Tuan, apa kita harus menghentikannya?"
Seringaian tipis itu terlihat. Pria dengan jubah menutupi tubuhnya hanya mengangkat satu tangannya. Dengan tenang dia berkata, "Tidak perlu. Ambil nyawa orang yang telah membiarkan dia masuk."
"Baik," pria dengan penutup wajah pergi untuk menyelesaikan tugas dari Tuan utama mereka.
Suara teriakan terdengar menggema di ruangan itu. Setiap sayatan bagaikan maha karya mematikan. Dua puluh gadis muda kini hanya tinggal dua yang masih hidup. Setiap jasad mengambang di genangan darah.
Gadis usia sepuluh tahun tanpa senjata mencoba mengatur nafasnya. Dia menatap dingin dan tajam tanpa rasa takut. Dia telah hidup dalam pertarungan setiap hari selama lima tahun terkahir. Dan kini dia harus menghadapi ujian agar dapat masuk ke tahap selanjutnya. Menjadi pembunuh paling kuat juga kejam.
Gadis dengan senjata berlari dengan bringas. Senjata di tangannya di ayunkan kesegala arah namun memiliki satu tujuan yaitu satu lawannya yang masih tersisa. Gadis tanpa senjata terus menghindar. Mencoba menahan setiap serangan. Satu sayatan menggores lehernya untung saja bukan sayatan fatal pada syaraf utama. Dua sayatan di tangan, tiga sayatan di pinggang. Nafasnya cukup tidak beraturan. Hingga dia berhasil merebut bilah pisau patahan dalam genggaman tangannya. Dia mulai menyerbu dengan senjata itu. Membuat luka mematikan pada bagian jantung juga leher bagian titik fatal.
Byyuurrr...
Tubuh keduanya terbenam dalam ke dasar danau. Bayangan samar di kegelapan menyergap pada penglihatannya. Gadis usia sepuluh tahun itu kembali ke permukaan dan berhasil menjadi satu-satunya yang hidup. Dia berjalan menuju keatas danau. Melewati setiap jasad yang sudah mengambang di permukaan air. Luka mengalirkan darah dari setiap bagian tubuhnya. Tapi rasa sakit itu seperti tidak ada artinya. Perjuangannya untuk hidup selalu menghasilkan luka di sekujur tubuhnya. Dia terjatuh dan mencoba bersandar di tembok.
Pintu kokoh terbuka lebar. "Ambil ini," melemparkan obat dalam botol. "Kamu berhasil melewati ujian. Ikuti aku untuk masuk ke ruangan selanjutnya," pria dengan penutup wajah menatap dingin.
Gadis kecil itu langsung menaburkan obat untuk menghentikan pendarahan. Hanya kerutan kening yang terlihat tanpa ada suara terdengar. Dia bangkit perlahan dengan kekuatan yang masih tersisa. Mengikuti setiap langkah orang di depannya.
Lorong panjang dan gelap hanya ada beberapa obor di setiap ujung. Membuat tempat itu menjadi penjara paling sunyi. Ada tiga pintu utama di masing-masing ruangan berbeda. Setiap pintu di buka akan ada pemandangan berbeda. Ada enam tingkatan berbeda yang harus di lalui setiap orang agar bisa menjadi pembunuh mematikan. Dan gadis kecil itu kini telah berhasil melewati tingkatan ke empat. Dia cukup cepat dalam bertindak juga kejam. Membuatnya bisa bertahan di tempat paling mematikan.
"Sekarang tempat mu di sini," ujar pria itu memberikan tempat tidur di antara lorong gelap. Disana hanya ada empat tempat tidur berbeda. Dapat di bayangkan jika semua orang di ruangan itu adalah orang pilihan. Mereka semua sudah pernah menghadapi kematian beruang kali tanpa henti. Menjadi senjata paling mengerikan yang hanya mengenal kematian.
Gadis kecil itu hanya mengangguk mengerti. Sudah lima tahun terkahir dia tidak pernah mengeluarkan suaranya. Dia sendiri bahkan hampir lupa caranya untuk berbicara. Di tempat itu tidak pernah ada kawan, atau persaudaraan yang ada hanya lawan. Setelah pria bertopeng pergi, gadis kecil itu mulai membaringkan tubuhnya perlahan. Mencoba untuk memejamkan kedua matanya. Dia merasa sangat lelah. Pertarungan yang sudah memakan beberapa jam itu berakhir dan kini waktunya untuk dirinya beristirahat.
Saat bangun dia sudah mendapati satu wanita usia tujuh belas tahunan diam di tempat tidurnya. Wanita itu mengasah benda tajam di tangannya. Hanya melirik sebentar lalu melanjutkan kegiatannya lagi.
Suara peluit menggama di ruangan itu. Tiga kali peluit di tiupkan itu tandanya sudah masuk waktu makan. Biasanya gadis kecil itu akan pergi berebut dengan gadis-gadis lainya. Namun kini dia hanya perlu mengambil makanannya yang ada di meja luar. Makanan sudah di sediakan secara terpisah bahkan lauknya juga cukup nikmat. Tidak lagi hanya bubur hambar, tapi roti dan sayuran. Dia berjalan pelan mengambil nampan makanannya. Dengan cepat dia menghabiskan semua makanan tanpa sisa. Sebelum pertarungan di mulai semua orang tidak di berikan makan selama hampir tiga hari.
Tempat itu sangat sunyi hanya ada dua orang asing tanpa bisa menyapa satu sama lain.
Wanita itu juga hanya makan lalu pergi ke tempat tidurnya lagi. Dia bahkan terlihat lebih santai dari gadis kecil yang baru datang.
Tidak selang lama setelah gadis kecil itu sampai di tempat tidurnya. Penghuni lainnya datang dengan luka di bagian lengan. Panah tajam bahkan menembus hingga ke bagian tulang lengan. Dia tidak menjerit ataupun mengeluh, dengan cukup tenang wanita itu duduk di tempat tidurnya. Mengguyur perlahan luka dengan cairan dalam botol. "Iiisss..." Desis rasa sakit terdengar pelan. Dia mematahkan bagian tajam dari panah. Menggenggam erat bagian lainnya. Dengan seluruh tenaga yang tersisa dia menarik keluar panah. Darah menyembur tanpa henti. Wanita itu menutup luka dengan kain yang sudah di berikan bubuk obat penghenti pendarahan.
Dua orang lainnya yang ada di ruangan itu hanya melirik sebentar lalu membaringkan tubuh mereka dan memejamkan kedua mata mereka. Sedari awal tidak ada yang namanya simpati ataupun empati. Semua orang hanya di ajarkan untuk mengurus diri mereka sendiri selama kedua tangan dan kaki masih terpasang di tubuh mereka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments