Wanita introvert itu akhirnya berani jatuh cinta, namun takut terlalu jauh dan memilih untuk berdiam, berdamai bahwa pada akhirnya semuanya bukan berakhir harus memiliki. cukup sekedar menganggumi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NRmala, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tugas Kelompok
"Neng, kamu hebat sampai sejauh ini." Ucapan Uztad berhenti lalu mengusap air matanya yang terhanyut dalam curhatan Laura.
"Kutiba ‘alaikumul-qitâlu wa huwa kur-hul lakum, wa ‘asâ an takrahû syai'aw wa huwa khairul lakum, wa ‘asâ an tuḫibbû syai'aw wa huwa syarrul lakum, wallâhu ya‘lamu wa antum lâ ta‘lamûn ... Kenapa saya sering banget baca ayat ini? Karena ayat ini adalah jawaban terhadap seringnya kesalahpahaman kita kepada Allah. Kita selalu menuduh Allah tidak mendengar doa kita. Allah jahat sama kita. Allah tidak adil kepada kita. Semua itu jawabannya bisa jadi, kalian benci sesuatu padahal itu baik untuk kalian. Bisa jadi, kalian menyukai sesuatu padahal itu buruk untuk kalian. Dan Allah lebih tahu sedangkan kalian tidak tahu. Jadi begitu ya, Laura. Jangan pernah berhenti sedikit pun berhenti berhusnudzon sama Allah. Mungkin Laura tidak bahagia hari ini, tapi yakinlah mungkin saja besok, lusa, bulan berikutnya atau tahun berikutnya akan jadi hadiah terindah untuk Laura. Dan untuk mengungkapkan perasaan kepada orang tuanya Laura, boleh banget kok Laura mengatakannya. Boleh Laura lebih jujur kalau Laura juga butuh orang tua di masa perkembangannya Laura. Tapi, ngomongnya pelan-pelan saja agar orang tua Laura tidak merasa ditekan."
"Akan saya coba, Uztad!"
"Untuk penyakit yang tadi Laura bilang, jangan malu ya. Itu bukan penyakit. Anggap itu ujian sebelum menerima hadiah yang pantas dari Allah SWT."
"Terima kasih, Uztad. Setidaknya di tempat ini, saya bisa lega mengungkapkan apa yang selalu ingin saya diskusikan kepada orang lain." Laura kemudian duduk kembali.
Dari selama kajian ini dimulai, bisa disimpulkan bahwa tidak semua yang kita lihat baik-baik saja, itu benar sedang baik-baik saja. Justru, mereka lah yang menyimpan paling banyak luka di dalamnya. Semua jawaban permasalahan yang kita punya dihidup ini, cuma satu, yaitu husnudzon sama Allah. Percaya bahwa dibalik semua ini ada kebahagiaan yang sedang menunggu. Seperti pelangi yang selalu ada setelah hujan deras.
Kajian berakhir dengan khidmat. Banyak air mata yang keluar di setiap pasang mata peserta kajian. Banyak luka yang disampaikan. Tapi banyak pula, beban yang terangkat bagi mereka yang diberikan kesempatan untuk bercerita.
"Yang lu bilang ternyata benar, Arya! Laura terkena penyakit mental juga ya." Kata Emil sembari memperbaiki helmnya dan hendak naik ke motor kesayangannya.
"Ehm ... " Kode Arya ke Emil untuk melihat ke arah belakang Emil. Laura dan Dinda sedang berdiri di sana menatap Emil, tepat di belakang Emil.
"Eh maaf, Laura. Aku tidak ada maksud apa-apa, sumpah!" Melas Emil melihat wajah Laura yang mengalihkan pandangannya ke bawah.
"Gak apa-apa. Toh emang benar apa yang kamu bilang." Ucap Laura tersenyum masih dengan arah pandangan yang sama.
"Lain kali, dijaga ucapannya di mana pun kamu berada ya, Mil!" Tegas Dinda memperingati Emil.
Dinda pun mengajak Laura untuk mencari motor mereka dan pergi. Arya dan Emil masih di posisi mereka sembari melihat kepergian dua gadis itu keluar pagar Masjid.
Tidak lama kemudian, mereka pun ikut bergegas meninggalkan Masjid.
**********
"Anak-anak, sebelum pelajaran hari ini Ibu Akhiri, Ibu ingin berikan tugas kelompok. Setiap kelompok terdiri dari empat orang ya. Dua laki-laki dan dua perempuan. Ayo segera cari teman kelompok kalian. Ibu beri waktu 5 menit," ujar Bu Anita.
Semua siswa-siswi sibuk mencari teman kelompok belajarnya. Mencari yang ingin diajak kerja sama mengerjakan tugas dari Bu Anita.
"Dinda. Boleh tidak, aku sama Arya bergabung di kelompok kamu dan Laura?" Ujar Emil berdiri di dekat meja Dinda.
"Emm ... Bagaimana, Luara?" Tanya Dinda ke teman sebangkunya itu. Laura hanya mengangguk mengiyakan.
"Oke. Sudah pada dapat ya, Anak-anak? Atau masih ada yang belum dapat? Coba angkat tangan yang belum dapat teman kelompoknya!" Tanya Bu Anita.
"Sudahhhh Buuuu ... " Sontak semua siswa-siswi menjawab.
"Baik. Jadi tugas kalian sekarang. Cari satu permasalahan hidup yang sering ditemui di lingkungan kita. Cari jawabannya untuk memperbaiki permasalahan tersebut. Kemudian, cari hadist atau ayat Al-Qur'an yang mendukung jawaban itu. Buat dalam sebuah makalah. Di sini, butuh kerja sama dan pendapat dari empat orang yang telah dibentuk menjadi satu kelompok. Tugas ini wajib dikumpulkan di pertemuan berikutnya, yaitu minggu depan. Ibu tidak menerima alasan apapun! Paham anak-anak?"
"Paham, Bu." Jawab mereka kompak.
Kelas hari itu pun berakhir. Semua memberikan salam, lalu Bu Anita berjalan keluar kelas.
"Enaknya, kita ngerjain tugasnya di mana? Terus kapan?" Tanya Emil yang sudah berdiri bersama Arya di sebelah Dinda.
"Di rumah aku saja. Dan mulai sabtu sore." Luara bersuara menawarkan diri tanpa menoleh.
"Kita berdua tidak tau rumah kamu, Ra. Boleh minta no whatsapp kamu? Biar nanti aku hubungin untuk kamu sharelok." Tanya Arya cepat memberikan handphonenya ke Laura.
Tanpa melihat ke arah Arya, ia dengan sigap mengambil handphone itu lalu mengetik angka-angka yang sudah dihafalnya di luar kepala, lalu memberikan kembali kepada ke pemilik handphone.
"Oke. Makasih ya. Ya sudah, kita ke kantin duluan ya." Arya dan Emil pun berjalan menuju kantin sekolah. Disusul oleh dua gadis tersebut.
**********
"Kalau sesuai maps sih, harusnya lewat di sini kayaknya deh Mil." Arya melihat ke arah handphonenya.
"Mana coba gue lihat." Emil mengambil handphone milik Arya lalu melihat dengan seksama posisi mereka sekarang.
"Lewat di sini, lurus aja sampai 400 meter. Oke. Ayo!" Emil mengembalikkan handphone Arya, dan menancapkan gas motornya sesuai alur yang sudah ia prediksi.
Beberapa menit kemudian ...
"Mil ... Mil ... Berhenti, Mil. Kayaknya, rumahnya yang ini deh. Soalnya mapsnya berhenti di sini." Ujar Arya menunjuk rumah besar seperti Istana.
"Wih ... Coba telepon dulu si Laura nya deh. Pastiin dulu. Kalau salah rumah, berabe kita."
Arya segera menelepon Laura. Tidak lama setelah ia memulai panggilan, Laura menjawab dan menyapanya. Beberapa menit kemudian, panggilan berakhir. Dan keluarlah pemilik rumah membuka pagar. Laura.
"Masuk yuk. Dinda udah di dalam." Ajak Laura lembut lalu berjalan kembali ke dalam rumah.
"Gila ya, Bro! Besar sekali rumahnya. Ternyata, tajir banget nih Laura. Sudah cantik, alim, pintar, tajir lagi. Cuma minus masalah penyakit mental dia saja kayaknya." Ucap Emil pelan agar tidak didengar oleh Laura yang berjalan di depan motornya. Arya yang mendengar celotehan Emil hanya mengetok helm Emil memberi tanda bahwa tidak boleh ngomongin orang lain.
"Parkir di situ saja, aman kok!" Tunjuk Laura ke parkiran di samping rumahnya. Mereka berdua kemudian memarkir motornya. Lalu berjalan mengikuti Laura masuk ke dalam rumah Laura.
Bersambung ...
enggak perlu tanda koma(,), langsung aja tanpa tanda koma