NovelToon NovelToon
ISTRI CANTIK SANG CEO TAMPAN : MISI BALAS DENDAMKU

ISTRI CANTIK SANG CEO TAMPAN : MISI BALAS DENDAMKU

Status: sedang berlangsung
Genre:Reinkarnasi
Popularitas:1.8k
Nilai: 5
Nama Author: Kde_Noirsz

"Aku mati. Dibunuh oleh suamiku sendiri setelah semua penderitaan KDRT dan pengkhianatan. Kini, aku kembali. Dan kali ini, aku punya sistem."

Risa Permata adalah pewaris yang jatuh miskin. Setelah kematian tragis ayahnya, ia dipaksa menikah dengan Doni, anak kepala desa baru yang kejam dan manipulatif. Seluruh hidup Risa dari warisan, kehormatan, hingga harga dirinya diinjak-injak oleh suami yang berselingkuh, berjudi, dan gemar melakukan KDRT. Puncaknya, ia dibunuh setelah mengetahui kebenaran : kematian orang tuanya adalah konspirasi berdarah yang melibatkan Doni dan seluruh keluarga besarnya.

Tepat saat jiwanya lepas, Sistem Kehidupan Kedua aktif!

Risa kembali ke masa lalu, ke tubuhnya yang sama, tetapi kini dengan kekuatan sistem di tangannya. Setiap misi yang berhasil ia selesaikan akan memberinya Reward berupa Skill baru yang berguna untuk bertahan hidup dan membalikkan takdir.

Dapatkah Risa menyelesaikan semua misi, mendapatkan Skill tertinggi, dan mengubah nasibnya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kde_Noirsz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 2 : Warisan yang Terampas

Risa terbangun dengan kepala yang terasa seperti dihantam palu godam berulang kali. Rasa sakit itu berdenyut dari pangkal leher hingga ke pelipisnya. Bau pengap dan lembap segera menyergap indra penciumannya, sangat kontras dengan aroma cendana dan melati yang biasanya memenuhi kamar tidurnya yang mewah.

Ia mencoba menggerakkan lengannya, namun rasa lemas yang luar biasa membuatnya kembali terhempas ke atas kasur yang tipis dan keras. Matanya mencoba beradaptasi dengan cahaya remang yang masuk dari jendela kecil di langit-langit.

Ini bukan kamarnya. Ini adalah paviliun belakang bangunan tua yang biasanya digunakan untuk menyimpan perkakas kebun atau tempat istirahat sementara para pekerja.

"Sudah bangun, Gadis Pembawa Sial?"

Suara melengking yang sangat Risa kenal itu memecah kesunyian. Tante Dina berdiri di ambang pintu dengan tangan bersedekap. Ia mengenakan salah satu gaun sutra milik almarhum ibu Risa yang diambil secara paksa dari lemari utama. Wanita itu menatap Risa dengan pandangan yang dipenuhi kebencian dan kepuasan yang tidak ditutup-tupi lagi.

"Mana... mana bukti itu? Paman Hari... dia membunuh Ayah! Aku melihat suratnya!" Risa mencoba berteriak, namun suaranya hanya terdengar seperti bisikan serak yang menyakitkan tenggorokannya yang kering.

Tante Dina tertawa sinis, langkah kakinya terdengar berat dan angkuh saat mendekati ranjang Risa. "Bukti? Bukti apa, Risa? Kau pasti berhalusinasi karena terlalu syok. Pamanmu Hari justru sedang sibuk di depan sana, menghadapi para wartawan dan pemegang saham yang menuntut penjelasan atas ketidakbecusan mendiang Ayahmu!"

"Apa maksudmu?" Risa memaksa dirinya untuk duduk, meskipun dunianya terasa berputar hebat.

"Dengar ya, keponakanku yang naif," Tante Dina membungkuk, wajahnya hanya beberapa senti dari wajah Risa. "Ayahmu itu sudah pikun sebelum mati. Dia meninggalkan begitu banyak utang rahasia dan kekacauan administrasi di perusahaan kayu kita. Selama ini dia menyembunyikannya darimu karena dia tahu kau tidak becus. Kau hanya anak manja yang hanya tahu cara menghamburkan uang hasil keringat orang lain!"

"Bohong! Ayah selalu menunjukkan laporan keuntungan padaku! Perusahaan kita sehat!" Risa mencoba bangkit, namun sebuah dorongan kasar dari Tante Dina membuatnya kembali jatuh terduduk.

Belum sempat Risa membalas, pintu paviliun terbuka dengan debuman keras. Paman Hari masuk dengan wajah yang dikondisikan sedemikian rupa agar terlihat sangat lelah dan menderita. Di belakangnya mengikuti seorang pria berkacamata tipis yang membawa tas koper hitam dengan logo firma hukum yang tidak dikenal.

"Risa, Paman sudah mencoba menahan semuanya, tapi situasi perusahaan benar-benar di ujung tanduk," ujar Paman Hari dengan nada dingin. Ia melempar setumpuk dokumen tebal ke atas pangkuan Risa. "Para audit menemukan penggelapan dana yang dilakukan Ayahmu selama tiga tahun terakhir. Bank akan menyita rumah ini dan seluruh aset kita sore ini juga jika tidak ada jaminan yang masuk."

"Penggelapan dana? Ayahku adalah orang paling jujur di desa ini! Pamanlah yang memalsukan semuanya!" Risa menyambar dokumen itu dan melemparnya ke lantai dengan amarah yang meluap.

Wajah Paman Hari berubah menjadi gelap dalam sekejap. Sifat "Paman yang penyayang" itu hilang sepenuhnya, digantikan oleh sosok predator yang haus kekuasaan. Ia maju dua langkah dan mencengkeram rahang Risa dengan sangat kuat, hingga Risa merasa tulang rahangnya akan remuk.

"Kau pikir kau siapa, hah?! Kau hanya anak ingusan yang bahkan tidak tahu cara menghitung pajak perusahaan! Karena ketidakbecusanmu menjaga Ayahmu malam itu, dia mati! Dan sekarang kau ingin kami semua, keluarga besarmu, ikut jatuh miskin dan menanggung aib karena keegoisanmu?!" gertak Paman Hari, suaranya rendah namun penuh ancaman yang mematikan.

"Paman yang membunuhnya! Paman menyabotase rem mobilnya! Aku menemukan paraf Paman di catatan mekanik!" teriak Risa tepat di depan wajah pria itu.

PLAK!

Satu tamparan keras mendarat di pipi Risa dengan kekuatan penuh. Kepala Risa tersentak ke samping, rasa panas yang menyengat segera menjalar di wajahnya. Rasa amis darah mulai memenuhi mulutnya saat bibirnya pecah dan menghantam gigi.

"Jaga bicaramu, Risa! Jika kau berani menyebarkan fitnah keji itu lagi, aku tidak akan segan-segan memasukkanmu ke rumah sakit jiwa dengan alasan depresi berat pasca kematian orang tua!" ancam Paman Hari. Ia menoleh ke arah pengacara di belakangnya. "Lakukan penyitaan dokumen sekarang. Atas nama pelaksana wasiat sementara, aku memerintahkan pemindahan seluruh dokumen legal dari brankas kerja Baskoro ke kantorku untuk 'audit mendalam'."

"Tidak! Jangan sentuh barang-barang Ayah!" Risa mencoba berlari keluar, namun dua pria berbadan besar yang sejak tadi berjaga di luar segera menahan lengannya dan menyeretnya kembali ke dalam kamar pengap itu.

Dari balik pintu paviliun yang terbuka, Risa terpaksa menyaksikan sebuah pemandangan yang menghancurkan hatinya. Para pria suruhan Paman Hari mulai mengangkut tumpukan map, laptop kerja ayahnya, hingga kotak-kotak berisi dokumen sejarah keluarga Permata. Mereka merampas segalanya setiap lembar bukti kerja keras ayahnya selama puluhan tahun, setiap rahasia bisnis yang seharusnya menjadi hak Risa sebagai pewaris tunggal, kini berpindah tangan ke orang yang paling bertanggung jawab atas darah ayahnya.

"Paman, tolong... setidaknya sisakan surat-surat pribadi Ibu untukku..." Risa meronta di pelukan para penjaga, air matanya mengalir deras membasahi pipinya yang bengkak.

Tante Dina tertawa mengejek sambil membolak-balik sebuah map emas yang berisi sertifikat hutan jantung dari kekayaan keluarga Permata. "Surat pribadi? Segalanya di rumah ini sekarang adalah aset perusahaan yang sedang dalam pengawasan. Kau tidak memiliki hak akses atas satu helai kertas pun di sini, Risa."

Paman Hari berdiri di ambang pintu, memegang kunci paviliun. Tatapannya dingin dan tidak memiliki belas kasihan sedikit pun. "Mulai hari ini, kau dilarang keluar dari paviliun ini tanpa izin dariku atau Dina. Kami akan menyebarkan berita ke seluruh warga desa dan rekan bisnis Ayahmu bahwa kau mengalami gangguan mental akibat trauma. Tidak akan ada yang percaya pada kata-kata seorang gadis gila, Risa."

"Kalian iblis... kalian akan membusuk di neraka!" kutuk Risa di tengah isak tangisnya.

"Neraka?" Paman Hari menyeringai jahat. "Neraka itu bagi mereka yang kalah dan miskin, Risa. Dan saat ini, kau adalah penghuninya. Sedangkan kami? Kami akan menikmati surga di atas penderitaanmu."

KLIK.

Pintu paviliun dikunci dari luar. Cahaya dari koridor menghilang, menyisakan Risa dalam kegelapan total bangunan tua itu. Ia merosot ke lantai, memeluk lututnya dalam kehancuran yang tak terlukiskan. Segala kejayaan yang ia miliki kemarin kini musnah. Mahkotanya telah dirampas, identitasnya sebagai putri terhormat kini diganti dengan label "gadis gila" yang tidak becus mengurus warisan.

Di luar sana, sayup-sayup ia mendengar suara denting gelas kaca dan tawa kemenangan Paman Hari dan Tante Dina yang sedang merayakan keberhasilan mereka merampas dokumen-dokumen vital. Pengkhianatan dari darah daging sendiri ternyata jauh lebih menyakitkan daripada luka fisik yang ia terima.

Risa menghabiskan sisa harinya dalam kesunyian yang mencekam. Ia mencoba menggedor pintu, namun tidak ada yang menjawab. Ia mencoba memanjat jendela kecil di atas, namun jendela itu telah dipaku mati dengan papan kayu dari luar. Ia benar-benar terisolasi di rumahnya sendiri.

Malam mulai turun, dan suhu di paviliun menjadi sangat dingin. Perut Risa perih karena lapar, namun tidak ada satu pun orang yang membawakannya makanan. Tiba-tiba, suara langkah kaki berat terdengar mendekat ke arah pintu.

Pintu terbuka sedikit, hanya cukup untuk memasukkan sebuah nampan berisi nasi sisa dan segelas air yang tampak keruh.

"Makanlah, mumpung Doni belum datang untuk menemuimu besok," suara penjaga di luar terdengar mengejek.

Risa menatap makanan itu dengan rasa mual. Ia teringat kembali pada surat yang ia temukan di ruang kerja ayahnya sebelum Doni membekapnya. Surat sabotase rem itu pasti sudah dihancurkan oleh Paman Hari. Ia tidak lagi memiliki bukti fisik untuk menyeret Paman Hari ke meja hijau. Ia benar-benar sendirian, tanpa senjata, dan tanpa sekutu.

Ia menyadari satu hal yang mengerikan, Paman Hari sengaja mengisolasinya untuk mematahkan mentalnya. Penyitaan dokumen-dokumen itu bukan hanya soal uang, tapi untuk menghilangkan jejak sejarah bahwa Risa adalah pemilik sah dari semua kekayaan ini.

Di dalam kegelapan, Risa mengepalkan tangannya hingga kuku-kukunya melukai telapak tangannya sendiri. Rasa sakit itu ia gunakan untuk tetap sadar dan menjaga kobaran dendam di hatinya agar tidak padam.

"Aku tidak boleh mati di sini... aku harus hidup hanya untuk melihat kalian semua hancur," bisik Risa dalam kegelapan.

Risa belum tahu bahwa besok pagi, nerakanya akan semakin panas. Paman Hari tidak hanya ingin hartanya, ia ingin Risa menyerah secara total. Skenario berikutnya telah disiapkan: sekelompok penagih utang palsu yang kasar akan datang menyerbu paviliun, mengancam akan menyakiti Risa jika "hutang" ayahnya tidak dibayar.

Ini adalah jebakan psikologis agar Risa merasa bahwa satu-satunya cara untuk selamat adalah dengan menerima tawaran Doni untuk menikah kontrak. Jaring-jaring pengkhianatan ini semakin rapat, mengurung Risa dalam labirin penderitaan yang tak berujung di kehidupan pertamanya ini.

1
Andira Rahmawati
hadir thor.. kerenn ...walau jln ceritanya agsk rumit sih👍👍👍
Ayu Nur Indah Kusumastuti: bener banget kak, tapi mungkin ini gaya authornya kak
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!