Tidak ada pernikahan yang sulit selama suami berada di pihakmu. Namun, Rheina tidak merasakan kemudahan itu. Adnan yang diperjuangkannya mati-matian agar mendapat restu dari kedua orang tuanya justru menghancurkan semua. Setelah pernikahan sikap Adnan berubah total. Ia bahkan tidak mampu membela Rheina di depan mamanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nofi Hayati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mengambil Hati Mami
Adnan merasa tidak enak hati melihat maminya yang terus marah-marah sejak awal datang. Laki-laki tersebut takut Rheina terbangun, dan mendengar semua ucapan maminya. Wanita yang menjadi belahan jiwanya itu pasti akan sangat terluka mendengar kata-kata pedas dari mulut wanita yang sudah melahirkannya ini.
"Mami dari awal datang udah langsung marah-marah. Sebenarnya, Mami tadi ke sini mau ngapain?" tanya Adnan. Biasanya setiap mau datang, maminya pasti memberi kabar terlebih dahulu, baru kali ini beliau datang tanpa pemberitahuan.
"Memangnya, kalau Mami ke sini harus ada alasannya." Suara Desti masih terdengar ketus.
"Nggak mungkin tujuan Mami ke sini buat marah-marah aja, 'kan?" tanya Adnan lagi. Ia semakin merasa tidak nyaman melihat maminya, yang sedikit pun masih belum menurunkan nada suaranya.
"Mami kangen sama kamu. Terus, Mami rencananya juga mau bawa Rheina pergi belanja keperluan bayi. Namun, mood Mami langsung hilang, saat lihat kamu menjemur pakaian," jawabnya mulai melunak. Adnan menarik napas lega saat mendengar nada suara maminya sudah tidak setinggi tadi lagi.
"Nah, kalau Mami nggak marah-marah kayak gini. Terlihat makin cantik." Adnan terdengar membujuk mami. Setelah itu, terdengar ibu dan anak itu asyik ngobrol santai sambil sesekali tertawa senang. Sedangkan Rheina yang pura-pura tidur, tetap tidak berani keluar sampai mami Adnan pulang.
--
Rheina duduk di sebelah Adnan. Mertuanya sudah pulang beberapa jam yang lalu. Ia ingin membahas tentang kedatangan ibu mertuanya pagi tadi.
"Sayang, aku sedih banget dengarin omongan Mami tadi." Rheina membuka percakapan. Hatinya sangat luka mendengar semua ucapan ibu mertuanya tadi.
"Sudahlah! Nggak usah dipikirkan. Ini, 'kan, rumah tangga kita. Kita yang jalani, bukan mami," ucap Adnan menenangkan istrinya.
"Gimana kalau kita cari asisten rumah tangga lagi, biar kamu nggak usah mengerjakan pekerjaan rumah," usul Rheina. Ia sangat memahami, kalau mami Adnan berbuat seperti itu karena tidak ingin anak laki-laki yang sangat ia sayangi harus melakukan pekerjaan yang tidak seharusnya ia lakukan.
"Kalau aku terserah kamu aja, Sayang! Senyamannya kamu aja, asal kamu nggak kecapekan, aku pasti ikut," ujar Adnan sambil membelai lembut kepala Rheina.
"Kalau gitu, besok kita ke penyalur asisten rumah tangga, ya. Mudah-mudahan dapat yang cocok," ujar Rheina pelan. Sebenarnya, ia tidak ingin memiliki asisten rumah tangga lagi. Namun, dia tidak memiliki pilihan lain karena kondisi kesehatannya tidak memungkinkan.
Adnan mengiyakan ucapan istrinya, lalu mengajak Rheina keluar rumah, untuk menikmati udara sore di taman komplek. Ia paham sekali perasaan istrinya saat ini, ia pasti sangat tertekan akibat ucapan maminya tadi siang.
--
Waktu terus berlalu, sejak kejadian saat itu, mami Adnan semakin sering datang ke rumah putranya, secara mendadak. Namun, sejak ada asisten rumah tangga yang membantu semua pekerjaan Rheina, beliau sudah tidak pernah marah-marah lagi. Sifatnya sudah kembali seperti semula. Ia sudah bisa kembali bercanda dan ngobrol seru dengan Rheina. Ternyata, salah satu hal yang membuat wanita yang tampilannya selalu glamor itu marah, memang melihat anak kesayangannya, melakukan pekerjaan rumah tangga.
"Rheina, kita belanja, yuk! Mami ingin beli perlengkapan bayi, buat anak kalian," ujar mami Adnan yang baru saja sampai di rumah mereka.
Walaupun usianya sudah kepala lima, Desti setiap pergi ke mana-mana selalu nyetir sendiri. Ia tidak suka menggunakan jasa seorang supir karena menurutnya itu hanya menghalangi kebebasannya. Biasanya, kalau ia arisan dengan teman-temannya bisa menghabiskan waktu berjam-jam, kasihan kalau ia memakai jasa supir, pasti supirnya bakalan sangat bosan sekali menunggunya.
"Iya, Mi. Rheina siap-siap dulu, ya," sahut wanita dua puluh lima tahun tersebut. Sebenarnya ia tidak begitu suka pergi belanja dengan mami Adnan karena jika beliau sedang belanja, selalu suka lupa waktu. Terkadang barang-barang yang tidak penting pun bisa dibelinya hanya karena alasan suka.
"Adnan ikut, ya, Mi," pinta Adnan. Laki-laki itu sangat paham kalau istrinya tidak begitu suka berbelanja. Biasanya, kalau pergi berbelanja, istrinya selalu membuat list barang-barang yang akan dia beli, kemudian setelah semua barang dibelinya, ia pasti akan langsung pulang ke rumah.
"Nggak usah, Adnan! kamu ngurusin toko, aja. Biar Mbak Herlin yang ikut kami," ujar Desti.
"It's women day out, Sayang. Kamu nggak usah ikut, ya. Biar kami aja," ujar Rheina sambil tersenyum. Adnan tahu, istrinya itu pasti sedang berusaha mengambil hati maminya agar wanita yang telah melahirkannya bisa bahagia, walaupun ia harus melakukan hal yang tidak ia sukai.
Adnan sangat kagum melihat ketulusan Rheina dalam menyayangi maminya.
"Nah! Betul itu. Kamu nggak usah ikut. Mbak Herlin, siap-siap, ya. Ikut belanja bareng kami," ujar Yanti.
"Baik, Bu," jawab Mbak Herlin patuh.
Mbak Herlin adalah asisten rumah tangga mereka yang baru. Usianya belum begitu tua, masih sekitar tiga puluhan. Janda tanpa anak karena saat Mbak Herlin kerja jadi TKW di Hongkong, suaminya malah selingkuh. Tidak terima dikhianati, ia menggugat cerai suaminya itu. Mbak Herlin adalah asisten rumah tangga yang berpengalaman. Kerjanya cukup bagus, sehingga Rheina tidak perlu mengajarinya lagi.
--
Mereka menghabiskan waktu seharian untuk berbelanja. Desti membelikan banyak barang-barang untuk cucu dari anak lelaki satu-satunya. Ia tidak membiarkan Rheina mengeluarkan uang sepeser pun. Ia juga membelikan menantunya tersebut beberapa pakaian dan tas bermerek.
Rheina benar-benar merasa lelah. Sebenarnya sejak tadi, perutnya sudah merasa sakit, tetapi ia berusaha menahannya agar mood mertuanya tidak berubah. Rheina merasa sangat lega, saat mertuanya mengajak pulang, setelah selesai belanja semua hal yang ia inginkan. Sesampai di mobil, rasa kram di perutnya semakin menyerang. Rheina berusaha kuat untuk menahannya. Walaupun AC mobil tersebut sangat dingin, tetapi keringat Rheina keluar membasahi seluruh tubuhnya karena menahan sakit. Namun, sekuat apa pun ia menahan, tetapi rasa sakit itu semakin menyerang perutnya. Sesampai di rumah, Mbak Herlin yang melihat wajah majikannya itu pucat menahan sakit langsung memapah majikannya itu ke kamar, dan seperti yang ia pikir sebelumnya, Desti kembali sinis melihat Rheina.
"Hamil kok gitu amat, sih?" Rheina dapat mendengar dengan jelas suara mertuanya dari dalam kamar. Hatinya kembali terluka mendengar ucapan mertuanya itu.
"Saya ambilin minum dulu, ya, Mbak," tawar Mbak Herlin.
Rheina mengangguk sambil terus memegang perutnya.
"Sekalian bawain obat saya di dalam laci, ya, Mbak." ujarnya pelan.
Mbak Herlin berjalan ke dapur, Rheina mendengar suara mami Adnan mengatakan sesuatu ke Mbak Herlin. Ia berharap mertuanya itu memiliki sedikit rasa simpati atas sakit yang ia rasakan saat ini.
"Nyonya kamu masih sakit?" tanya Desti ketus. Rheina kembali harus kecewa mendengar nada suara Desti.
"Masih, Bu. Saya ke dapur dulu, mau ngambil minum," ujar Mbak Herlin.
"Ya gitu, kalau sudah kumat manjanya, pasti langsung beralasan kram perut. Untung sudah ada kamu. Kalau nggak, pasti Adnan udah direpotin lagi sama dia," ujar Desti tanpa perasaan.
Rheina menangis mendengar ucapan mertuanya itu. Sakit perut yang ia rasakan saat ini, tidak seberapa dibanding dengan sakit hatinya mendengar ucapan Desti. Ia tidak menyangka mertuanya setega itu menuduhnya pura-pura sakit.
"Bilangin sama Rheina, saya pulang, ya," ujar Desti lagi. Wanita tersebut pergi meninggalkan rumah, tanpa berniat sedikit pun menjenguknya ke dalam kamar.
Segampang itu mertuanya berubah, tadi wanita tersebut sangat baik kepadanya. Mereka berbelanja dan bersenang-senang seharian. Ia bahkan menghadiahkan banyak barang untuk Rheina. Namun saat mengetahui menantunya itu sakit, sifat Desti langsung berubah jutek.