NovelToon NovelToon
Perempuan Kedua

Perempuan Kedua

Status: sedang berlangsung
Genre:Poligami
Popularitas:1.4k
Nilai: 5
Nama Author: Nadhira ohyver

Maya, seorang mualaf yang sedang mencari pegangan hidup dan mendambakan bimbingan, menemukan secercah harapan ketika sebuah tawaran mengejutkan datang: menikah sebagai istri kedua dari seorang pria yang terlihat paham akan ajarannya. Yang lebih mencengangkan, tawaran itu datang langsung dari istri pertama pria tersebut, yang membuatnya terkesima oleh "kebesaran hati" kakak madunya. Maya membayangkan sebuah kehidupan keluarga yang harmonis, penuh dukungan, dan kebersamaan.
Namun, begitu ia melangkah masuk ke dalam rumah tangga itu, realitas pahit mulai terkuak. Di balik fasad yang ditunjukkan, tersimpan dinamika rumit, rasa sakit, dan kekecewaan yang mendalam. Mimpi Maya akan kehidupan yang damai hancur berkeping-keping. Novel ini adalah kisah tentang harapan yang salah tempat, pengkhianatan emosional,Maya harus menghadapi kenyataan pahit bahwa hidup ini tidak semanis doanya, dan bimbingan yang ia harapkan justru berubah menjadi jerat penderitaan.

kisah ini diangkat dari kisah nyata.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nadhira ohyver, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 25 Kontraksi Penuh Derita di Malam Sunyi

Sampai di ruang rawat inapnya, Maya sempat tertidur lelap, sebuah jeda singkat sebelum badai tiba. Tapi beberapa menit kemudian, ia tersentak. Rasa sakit yang teramat sangat menghantam perutnya, menjalar ke seluruh tubuh. Wajahnya meringis, air mata mengalir deras, tangannya meremas kuat-kuat sprei rumah sakit yang dingin.

"Aauuww, sakit, Tante!" rintih Maya, suaranya pecah menahan siksaan.

Tante Maya yang tertidur pulas pun terbangun kaget. "Kamu kenapa, Maya?"

"Sakit banget, Tante, Maya nggak kuat," jawabnya sambil menangis tersedu-sedu.

"Sabar, Nak, memang rasanya sakit sekali kalau disuntik rangsangan begitu," hibur Tante Maya, penuh iba. "Sini, biar Tante urut-urut pinggul kamu."

Maya tidak lagi menjawab, tapi wajahnya terlihat sekali menahan sakit yang teramat, napasnya tersengal. Rasa sakitnya menghilang beberapa menit dan kemudian datang lagi, menghantam dengan gelombang rasa nyeri yang lebih kuat. Saat rasa sakitnya datang, Maya pasti menangis juga beristigfar, memohon kekuatan dari Sang Pencipta.

Di tengah malam yang mencekam itu, ponsel Tante Maya pun berdering. Sebuah nama muncul di layar: Riski. Tante langsung mengabari Riski bahwa Maya akan melahirkan, menjelaskan tindakan darurat yang disarankan oleh dokter tadi.

Setelah berbicara sejenak dengan Riski, Tante menyerahkan ponselnya ke Maya.

"Kamu baik-baik saja, May?" suara Riski terdengar khawatir, tapi jauh.

"Iya, aku baik-baik aja, Mas," jawab Maya, suaranya parau. "Setelah disuntik rasa sakitnya baru ada, dan datang-datangan."

"Sabar ya, besok saya langsung berangkat ke sana, nggak mungkin malam ini," kata Riski, penuh penyesalan. "Banyak berdoa semoga semuanya baik-baik aja."

Maya menjawab iya, obrolan di telepon pun terputus, menyisakan keheningan.

"Apa kata Riski, May?" tanya Tante penasaran.

"Mas Riski besok mau ke sini katanya, Tante."

"Syukurlah, alhamdulillah, memang sudah seharusnya begitu, kamu juga istrinya, anak yang ada di dalam perut kamu juga anaknya," ujar Tante Maya, lega.

"Iya, Tante," jawab Maya, meskipun di dalam hatinya, ia tahu perjuangan terberatnya, tanpa kehadiran suami di sisinya, baru saja dimulai.

...----------------...

Keesokan paginya, suasana di ruang rawat inap terasa mencekam. Detak monitor jantung bayi terdengar ritmis, namun ada nada panik tersirat di setiap bunyinya. Dokter kembali datang memeriksa kondisi Maya, wajahnya tegang. Tante Maya sigap berdiri, matanya memancarkan ketakutan, ikut memperhatikan setiap gerakan dokter yang kini terasa buru-buru.

Dokter memeriksa bagian bawah tubuh Maya dengan hati-hati, mencari tanda-tanda pembukaan jalan lahir yang tak kunjung muncul. Ia juga memeriksa detak jantung bayi di perut Maya menggunakan doppler khusus.

"Masih sering merasakan sakit, Bu Maya?" tanya dokter, nadanya serius, matanya menatap tajam monitor.

"Masih, Dok," jawab Maya lirih, tangannya meremas selimut.

"Baiklah," ucap dokter, menghela napas berat. "Tapi ini pembukaannya baru dua senti, Bu, sangat lambat. Dan yang lebih parah, cairan ketuban ibu hampir habis, kondisinya kering. Detak jantung bayi ibu juga lemah, ada tanda-tanda gawat janin (fetal distress)."

"Kita harus segera ambil tindakan, Bu. Terpaksa ibu harus dioperasi sesar," putus dokter. "Kalau tidak, akan sangat berbahaya untuk ibu dan juga bayinya. Masalahnya ketuban ibu sudah pecah lebih dulu, kita nggak bisa menunggu lagi. Kalaupun kita tambahkan dosis suntikan rangsangan, risikonya terlalu besar."

"Jadi bagaimana, Bu Maya?" tanya dokter, menatap Maya dan tantenya bergantian, menunggu keputusan yang harus segera diambil.

Maya terdiam, bingung, rasa takut mulai merayap di hatinya, membayangkan nyawa bayinya dalam bahaya. Tante Maya juga bingung, keputusan sebesar ini seharusnya ada Riski di samping Maya, tapi apa daya, Riski masih dalam perjalanan, berjam-jam jauhnya.

"Maaf, Dok," kata Tante Maya, mencoba mencari solusi di tengah kepanikan. "Apa harus suaminya yang menandatangani surat persetujuan untuk operasi?"

"Nggak mesti, Bu," jawab dokter, memahami situasi darurat ini. "Apalagi kalau suami sedang tidak di tempat dan kondisinya darurat medis, kita bisa tanyakan melalui telepon soal persetujuan, kemudian nanti Tante sebagai wali yang menandatangani informed consent di rumah sakit."

"Baiklah, Dok, biar saya telepon dulu suaminya," ujar Tante, lega karena ada jalan keluar. Dokter pun pamit undur diri untuk menyiapkan segala sesuatunya, meninggalkan ketegangan yang menggantung di ruangan itu.

"Biar Maya yang telepon, Tante," kata Maya, suaranya bergetar menahan air mata, ia harus kuat demi anaknya. Tante menyerahkan ponsel Maya ke Maya.

Di dalam hatinya, Maya berdoa Riski mau mengangkat teleponnya. Karena selama dirinya menikah dengan Riski, sejak teguran Ummu Fatimah malam itu, Maya tidak pernah menghubungi Riski duluan, sebuah aturan tak tertulis yang ia patuhi mati-matian. Maya ragu, tapi ia tidak bisa lagi menunggu, ini jauh lebih penting, menyangkut nyawa anaknya.

Maya menunggu teleponnya diangkat, jantungnya berdebar kencang, hatinya terus merapal kan doa keselamatan, setiap detiknya terasa bagai siksaan di ruang rawat inap yang dingin itu. Akhirnya, setelah beberapa dering panjang, suara Riski terdengar di ujung sana.

"Maaf, Mas, ini penting," ucap Maya, suaranya bergetar hebat, tercekat menahan tangis dan rasa sakit kontraksi yang mulai datang lagi.

"Iya, May, ada apa?" jawab Riski, nadanya terdengar cemas. "Saya sementara di perjalanan, mungkin siang baru akan sampai di sana. Saya khawatir sama kamu, jadi semalam setelah saya berunding dengan Umma Fatimah, kita bersiap-siap dan langsung berangkat."

Berunding dengan Umma Fatimah. Lagi-lagi nama itu muncul, bahkan di momen genting yang mempertaruhkan nyawa. Namun, Maya menepis pikiran itu, fokus pada yang lebih penting: bayinya.

"Gimana, May?" kejar Riski, suaranya penuh kekhawatiran yang samar.

"Aku harus dioperasi sesar, Mas," jelas Maya, mencoba setenang mungkin di tengah rasa sakitnya. "Karena setelah disuntik pun pembukaannya nggak maju-maju, cairan ketuban pun hampir kering, detak jantung bayi juga mulai lemah, Mas."

Riski menghela napasnya, napas berat yang terdengar jelas oleh Maya, penuh dilema.

"Kalau memang harus, nggak ada pilihan lain, lakukan itu, May," ucap Riski, suaranya kini terdengar pasrah dan tegas. "Saya nggak mau kalian berdua kenapa-kenapa. Maaf ya di saat seperti ini saya nggak ada di sana untuk mendampingi kamu, May. Qadarullah, waktu melahirkan kamu lebih cepat. Padahal sebelumnya saya berniat seminggu lagi sebelum waktunya saya akan ke sana, menemani kamu, May."

"Nggak papa, Mas, aku ngerti," jawab Maya, air mata mulai menetes deras, membasahi pipi. Ia mencoba menguatkan Riski, meskipun dirinya yang paling membutuhkan kekuatan. "Nggak ada yang tahu akan seperti ini, qadarullah. Lagian aku nggak sendirian, Mas, ada Tante di sini, Mas nggak perlu khawatir."

"Iya sayang, Mas akan berdoa semoga operasi kamu lancar, tunggu Mas ya," kata Riski, kata 'sayang' itu terasa menenangkan, sebuah sentuhan kasih yang langka.

"Iya, Mas." Obrolan di telepon pun terputus, meninggalkan keheningan di kamar rawat, hanya menyisakan tangisan pilu Maya dan suara isak Tante.

Tante yang melihat hal tersebut pun ikut meneteskan air mata, hatinya terenyuh melihat keteguhan dan pengorbanan Maya. Ia benar-benar kagum terhadap kesabaran Maya dan juga ketegarannya. Maya memang berbeda dari kebanyakan istri kedua lainnya. Di saat istri kedua mengambil alih suami, bertindak seolah-olah dirinyalah yang berhak memiliki suami, berbeda dengan Maya, Maya benar-benar terlihat seperti tahu diri, tahu akan posisinya.

Di dalam hatinya Tante berkata, "Riski, kamu beruntung dapat istri kedua seperti Maya. Coba dapat modelan yang lain, dia pasti nggak akan bikin kamu setenang sekarang, selalu memahami kamu, meskipun dirinya juga sakit, nggak banyak menuntut, dan menerima saja berapapun dan apa pun yang kamu berikan, Riski."

Bersambung...

1
Arin
Kalau udah kayak gini mending kabur...... pergi. Daripada nambah ngenes
Eve_Lyn: setelah ini masih banyak lagi kisah maya yang bikin pembaca jadi gedeg wkwkwk
total 1 replies
Arin
Kalau rumah tangga dari awal sudah begini..... Apa yang di harapkan. Berumah tangga jadi kedua dan cuma jadi bayang-bayang. Cuma dibutuhkan saat suami butuh pelayanan batin baru baik......
Eve_Lyn: hehehe....banyak kak kisah-kisah istri yang demikian...cuma gak terekspos aja kan,,,kalo kita menilainya dari sudut pandang kita sendiri, ya kita bakalan bilang dia bego,bodoh, tolol, dan lain-lain hehehe...intinya gak bisa menyamaratakan semua hal dari sudut pandang kita aja sih gtu hehehe...awal juga aku ngerasa gtu,,, tapi setelah memahami lebih dalam, dalam melihat dari sudut pandang yang berbeda, kita jadi bisa sedikit lebih memahami, walawpn kenyataannya berbanding dengan emosinya kita...hihihihi...makasih yaa,kakak setia loh baca novelku yang ini hehehehe
total 1 replies
kasychan04-(≡^∇^≡)
MasyaAllah
kasychan04-(≡^∇^≡)
mampir
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!