Queen Li tumbuh dalam kekacauan—dikejar rentenir, hidup dari perkelahian, dan dikenal sebagai gadis barbar yang tidak takut siapa pun. Tapi di balik keberaniannya, tersimpan rahasia masa kecil yang bisa menghancurkan segalanya.
Jason Shu, CEO dingin yang menyelesaikan masalah dengan kekerasan, diam-diam telah mengawasinya sejak lama. Ia satu-satunya yang tahu sisi rapuh Queen… dan lelaki yang paling ingin memilikinya.
Ketika rahasia itu terungkap, hidup Queen terancam.
Dan hanya Jason yang berdiri di sisinya—siap menghancurkan dunia demi gadis barbar tersebut.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon linda huang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22
Keesokan harinya.
Queen mendatangi penjara tempat ibunya ditahan.
Zoanna mengenakan seragam narapidana. Kedua tangannya diborgol. Rambutnya kusut, wajahnya pucat, tak lagi menyisakan jejak kemewahan masa lalu.
Queen memasuki ruangan kunjungan itu dengan langkah tenang. Ia duduk di seberang Zoanna, tatapannya dingin tanpa emosi.
“Queen… akhirnya kau datang,” suara Zoanna bergetar. “Tolong bantu Mama keluar dari sini. Mama tidak tahan menderita. Di dalam sangat panas, makanannya seadanya. Tolong beri mereka uang agar Mama bisa makan enak. Mama juga tidak ingin tidur bercampur dengan mereka.”
Queen menatapnya tajam.
“Seorang pembunuh masih ingin hidup enak?” tanyanya dingin. “Apakah kau merasa layak?”
“Bagaimanapun juga aku ibu kandungmu,” bantah Zoanna. “Di dunia ini satu-satunya keluargamu hanyalah aku.”
“Aku tidak punya hubungan apa pun denganmu, Zoanna Mu,” jawab Queen tegas. “Jangan berharap kau akan mendapatkan perlakuan istimewa dariku.”
“Apakah kau tega melihat Mamamu seperti ini?” tangis Zoanna pecah.
“Kenapa kau tidak bertanya pada dirimu sendiri,” suara Queen meninggi, “apa yang telah kau lakukan pada Papa saat aku baru berusia dua belas tahun?”
Queen mengepalkan tangannya.
“Zoanna Mu, apa pun alasanmu, kau tetap bersalah. Apakah kau tahu hukuman untuk pembunuhan adalah hukuman mati? Hidupmu hanya tinggal menghitung hari, tapi kau masih saja tidak mau mengakui kesalahan.”
“Hukuman mati?” Zoanna panik. “Tidak! Aku tidak mau! Aku tidak rela!”
“Kalau begitu kenapa kau tega membunuh Papa?” Queen menatapnya tajam. “Apakah kau tahu Papa lebih memperhatikanku daripada dirimu? Kau adalah seorang ibu, tapi kau tidak pernah peduli pada suami dan anakmu. Dan sekarang kau masih berani memintaku membelikanmu makanan enak?”
“Aku yang melahirkanmu!” teriak Zoanna. “Papamu sama sekali tidak pernah ada untuk kita! Dia lebih mementingkan bisnis daripada keluarganya!”
Queen tersenyum sinis.
“Kalau kau istri yang baik, kau tidak akan membunuhnya,” ucapnya dingin. “Kalau memang tidak cinta, kenapa tidak memilih berpisah saja?”
Ruangan itu mendadak sunyi.
Zoanna terdiam, sementara Queen bangkit dari kursinya—tanpa sedikit pun menoleh kembali.
Pintu ruang kunjungan tertutup perlahan.
Bunyi logamnya menggema seperti palu hakim yang menjatuhkan vonis akhir.
Zoanna masih duduk kaku. Tangannya gemetar, napasnya memburu. Tatapannya kosong menatap kursi di seberangnya—kursi tempat Queen tadi duduk.
“Queen…” bisiknya lirih.
Tidak ada jawaban.
Untuk pertama kalinya sejak ditahan, Zoanna merasakan sesuatu yang jauh lebih menyakitkan daripada dinginnya sel penjara—penolakan dari darah dagingnya sendiri.
“Kenapa… kenapa kau begitu kejam padaku?” gumamnya, suaranya pecah. “Aku melakukan semua itu demi kita…”
Air mata jatuh satu per satu. Namun tak ada tangan yang mengusapnya, tak ada pelukan penghibur.
Kenangan lama menyerbu tanpa ampun.
Wajah Lin Fan yang dingin.
Nada suaranya yang selalu tenang namun berjarak.
Perhatian yang lebih banyak tercurah pada bisnis—bukan padanya sebagai istri.
“Aku hanya ingin diperhatikan…” Zoanna tertawa kecil, nyaris histeris. “Apakah itu salah?”
Tawanya berubah menjadi isakan keras.
Penjaga penjara menatapnya dengan waspada.
“Bangun!” bentak salah satu dari mereka. “Waktu kunjungan sudah habis!”
Zoanna berdiri dengan langkah limbung. Borgol di pergelangan tangannya terasa semakin berat, seolah menyeretnya ke dasar jurang tanpa cahaya.
Saat melewati lorong sel, Zoanna tiba-tiba berhenti.
“Jika aku mati…” katanya pelan, matanya kosong menatap depan,
“Queen akan menyesal… dia pasti akan menyesal…”
Penjaga mendorongnya kasar.
“Jalan!”
Zoanna tersenyum tipis—senyum yang retak, tak lagi waras.
Di dalam sel sempit itu, Zoanna terduduk di sudut ruangan, memeluk lututnya sendiri.
“Lin Fan…” bisiknya.
“Kalau kau tidak pernah mengabaikanku… semua ini tidak akan terjadi…”
***
Queen melangkah keluar dari gerbang penjara tanpa menoleh sedikit pun. Sinar matahari terasa menyilaukan, kontras dengan udara pengap yang barusan ia tinggalkan.
Langkahnya terhenti.
Dadanya sesak, napasnya terasa berat.
Jason yang berdiri di sampingnya langsung menyadarinya. Tanpa berkata apa pun, ia melepas jasnya dan menyampirkannya ke pundak Queen.
“Tidak perlu memaksakan diri,” ucapnya pelan.
Queen mengepalkan tangannya.
“Aku tidak apa-apa.”
“Aku tidak menyangka…” Queen akhirnya bersuara, matanya menatap lurus ke depan. “Dia sama sekali tidak merasa bersalah. Bahkan di detik terakhir pun, dia masih menyalahkan Papa.”
Jason menarik napas panjang.
“Zoanna sudah lama terjebak dalam kebenciannya sendiri. Penjara tidak membuatnya menyesal."
"Keluargaku yang seharusnya sempurna, dihancurkan begitu saja olehnya," kata Queen.
hai teman teman .... ayo ramaikan karya ini dgn follow tiap hari dan juga like, komen dan jangan ketinggalan beri hadiah yaaaaaaa
sungguh, kalian gak bakalan menyesal, membaca karya ini.
bagus banget👍👍👍👍
top markotop pokoknya
hapus donh🤭🤭
kau jangan pernah meragukan dia, queen
👍👍👌 Jason lindungi terus Queen jangan biarkan orang2 jahat mengincar Queen
.
ayoooooo tambah up nya.
jangan bikin reader setiamu ini penasaran menunggu kelanjutan ceritanya
ayo thor, up yg banyak dan kalau bisa up nya pagi, siang, sore dan malam😅❤️❤️❤️❤️❤️❤️💪💪💪💪💪🙏🙏🙏🙏🙏
kereeeeennn.......💪
di tunggu update nya....💪