Lucinda de Vries mengira acara wisudanya akan menjadi hari kebahagiaannya sebagai sarjana kedokteran akan tetapi semua berakhir bencana karena dia harus menggantikan kakak kandungnya sendiri yang melarikan diri dari acara pernikahannya.
Dan Lucinda harus mau menggantikan posisi kakak perempuannya itu sebagai pengantin pengganti.
Bagaimana kelanjutan pernikahan Lucinda de Vries nantinya, bahagiakah dia ataukah dia harus menderita ?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reny Rizky Aryati, SE., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 35 SIAPA YANG DATANG
Cepat-cepat Lucinda, Kevin dan Juwita keluar dari ruangan kamera pengawas.
Mereka bertiga menyelinap pergi menuju kembali ke kamar Kevin Jansen melalui jalur Lift, naik ke lantai tiga sebelum kehadiran mereka di ruangan kamera pengawas dipergoki oleh petugas keamanan di rumah ini.
Ketiganya bergerak cepat, tak terendus jejaknya bagaikan bayangan naik ke lantai tiga menuju kamar Kevin.
Kevin bergegas membuka pintu kamarnya, dia segera berjalan ke arah Sugeng yang tergeletak di lantai kamarnya.
Lucinda dan Juwita berjalan menyusulnya dari arah belakang.
"Cepat kita bawa dia sekarang sebelum penjaga keamanan di rumahku datang !"
"Ya, Kevin..."
"Bantu aku memapahnya !"
"Baik..."
Lucinda dan Juwita segera membantu Kevin untuk memapah Sugeng yang masih tak sadarkan diri.
Mereka bertiga melangkah menuju pintu keluar kamar Kevin dengan langkah tergesa-gesa.
Tiba di depan pintu kamar, mendadak saja Kevin goyah, tubuhnya limbung karena pandangan matanya mulai berkunang-kunang kembali.
Kevin menggelengkan kepalanya supaya dia tidak jatuh pingsan seperti tadi pagi, dia berusaha tetap tersadar meskipun itu terasa berat baginya.
"Duk... !"
Tanpa sengaja tubuh Kevin condong ke arah sisi pintu kamarnya kemudian dia ambruk jatuh pingsan.
"Kevin !"
Panggil Lucinda tersentak kaget ketika dia melihat Kevin jatuh pingsan, dengan paniknya Lucinda melepaskan pegangan tangannya dari Sugeng dan berlari menghampiri Kevin.
"Kevin ! Bangun, Kevin !"
Lucinda berusaha menyadarkan Kevin supaya dia bangun dari pingsannya namun sepertinya Kevin benar-benar tak sadarkan diri.
"Kevin... Sadarlah... Kevin... !"
Panggil Lucinda berupaya Kevin sadar kembali.
"Bagaimana ini, dokter ? Kita tidak bisa meninggalkan Kevin sendirian dalam keadaan seperti ini ?"
"Lalu apa yang harus kita lakukan sekarang ?"
"Entahlah, aku tidak tahu harus bagaimana lagi sekarang ???"
Lucinda sangat panik namun dia juga tidak dapat berbuat apa-apa untuk bertindak saat ini, di samping kondisi Kevin yang jatuh pingsan, sehingga mempersulit mereka untuk tetap melanjutkan rencana awal, dia juga harus segera menyembunyikan Sugeng jauh dari rumah ini.
Ekspresi Lucinda tampak cemas, gugup bahkan tegang.
Lucinda terombang-ambing dalam kebingungan antara dia harus menemani Kevin atau pilihan lainnya yaitu dia harus segera membawa Sugeng pergi dari rumah mewah ini.
Pikiran Lucinda bekerja cepat, dia langsung memutuskan suatu pilihan yang paling baik bagi semuanya.
Satu keputusan terbaik diambilnya yaitu Lucinda memutuskan mendahulukan membaringkan Kevin ke tempat tidurnya.
Lucinda dan Juwita bersama-sama bergegas meletakkan tubuh Kevin ke atas tempat pembaringan kemudian Juwita berkata.
"Kita pergi sekarang, dokter..."
"Ya, baik..."
"Apa kau yakin dengan keputusanmu ini ?"
"Yah, tentu saja, dokter..."
"Baiklah, kita pergi sekarang juga, Lucinda."
"Baik, dokter..."
Lucinda mengangguk cepat lalu berjalan menuju Sugeng yang masih tergeletak di lantai kamar mewah ini.
"Kita bawa dia bersama-sama !"
"Baik, dokter..."
Lucinda segera memapah tubuh Sugeng, dengan dibantu bersama-sama Juwita.
Mereka berdua berjalan beriringan keluar ruangan kamar mewah milik Kevin Jansen menuju Lift di dekat kamar.
"Agak cepatlah sebelum semua orang di rumah ini datang jika sampai mereka tahu hal ini maka kita tidak akan pernah berhasil menyelamatkan Kevin..."
"Ya, aku mengerti, Lucinda..."
"Ayo, cepatlah sedikit !"
Lucinda segera membawa masuk Sugeng ke dalam Lift untuk turun ke lantai utama rumah ini.
"Ayo, cepat, dokter ! Kita tidak punya banyak waktu sekarang !"
"Ya, Lucinda..."
"Jangan sampai orang lain melihat kita !"
"Aku mengerti..."
Lucinda dan Juwita hampir sampai di pintu depan rumah.
Tiba-tiba suara pegangan pintu rumah berderit pelan, seseorang membuka pintu dari arah depan.
Lucinda terkesiap dingin lalu terdiam begitu pula Juwita yang sama-sama terpaku diam.
"Ada yang datang..."
Lucinda dan Juwita saling melempar pandangan dan sama-sama tertegun.
"Kita tidak punya kesempatan kembali ke kamar lantas apa yang harus kita lakukan sekarang ?"
"Kita sembunyi sekarang..."
"Tapi dimana ?"
Lucinda mengedarkan pandangannya ke arah sekitar ruangan utama rumah ini.
Hampir tidak ada ruang kosong di sekitar ruangan ini, mau tak mau Lucinda harus berpikir keras.
"Lihat disana, Lucinda !"
Juwita menunjuk ke arah sebuah lemari berukuran besar di samping ruangan utama ini.
"Kita sembunyikan Sugeng di dalam lemari itu, pasti ukurannya akan sangat muat jika kita masukkan dia disana..."
"Baiklah, kita masukkan dia di lemari itu lalu kita sendiri bagaimana, dokter ?"
"Aku akan masuk ke dalam lemari bersama Sugeng dan kamu tetap disini, berpura-puralah kau akan pergi ke taman diuar rumah, Lucinda..."
"Hmmm, begitu, ya, baiklah, aku mengerti..."
Lucinda mengikuti saran Juwita untuk menyembunyikan Sugeng di dalam lemari berukuran besar di samping ruangan utama ini kemudian dia dan Juwita pergi ke lemari itu dengan terburu-buru.
"Cepat masukkan dia, sebelum orang di depan sana masuk kesini, Lucinda... !"
Bisik Juwita sembari menahan tubuh Sugeng supaya tetap berdiri.
"Ya, baiklah, aku akan membuka pintu lemari ini, dokter..."
Lucinda bergegas cepat membuka pintu lemari berukuran besar yang ada di depannya kemudian dia membantu Juwita memasukkan Sugeng ke dalam lemari.
"Aku akan bersembunyi di dalam lemari ini sampai keadaan aman, cobalah tetap tenang dan jangan pernah memperlihatkan dirimu gugup, Lucinda..."
"Ya, aku mengerti..."
''Kalau begitu aku sembunyi sekarang, berhati-hatilah, Lucinda !"
"Baik, dokter..."
Juwita ikut melangkah masuk ke dalam lemari berukuran besar setelah dia menyembunyikan tubuh Sugeng yang pingsan di dalam lemari.
Perlahan-lahan pintu lemari tertutup rapat bersamaan masuknya Juwita dan Sugeng di dalam lemari besar.
"BLAM... !"
Suasana berubah hening seketika, tinggal Lucinda berada sendirian di luar lemari sembari berdiri was-was menghadap ke arah depan.
Terdengar suara langkah kaki mendekat masuk ke dalam ruangan utama.
Lucinda semakin meningkatkan kewaspadaannya sembari terus berjaga-jaga di dekat pintu lemari besar.
Seluruh pancaindranya menengang kuat seolah-olah dia merasakan ketakutan yang teramat besar.
"Tap... ! Tap... ! Tap... !"
Suara langkah kaki dari arah ruangan depan berjalan semakin mendekat, Lucinda masih berdiri diam di samping lemari berukuran besar.
Lucinda bertindak cepat sembari mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan utama ini.
Pandangan matanya tertuju lurus pada perabotan kursi tamu di sebelah kanannya.
Lucinda langsung memiliki suatu ide untuk duduk di kursi tamu, menyamarkan maksud kehadirannya di ruangan utama.
"Sebaiknya aku duduk disana, dan bersikap seolah-olah semua terjadi sewajarnya..."
Lucinda bergegas cepat sembari berjalan ke arah kursi tamu lalu dia duduk disana dan bersikap normal.
"Kursi yang cukup nyaman buat di duduki..."
Ucapnya seraya bersandar pada bahu kursi tamu.
"Aku akan mencoba tenang..."
Lucinda menarik nafas pelan-pelan sembari menata suasana hatinya yang terasa gundah gulana.
Namun, tatapan Lucinda terus tertuju pada bagian depan ruangan tamu ini, menunggu siapa yang datang sembari berharap-harap cemas.
Suara langkah kaki dari arah depan ruangan utama semakin bertambah keras, terdengar menggema. Dan Lucinda bertambah was-was mengetahui akan kedatangan orang yang tak diketahui itu seraya terus-menerus memperhatikan ke arah lemari besar.
Dimana Juwita dan Sugeng sedang berada di dalam lemari itu, bersembunyi dari orang yang akan datang ke rumah ini.