Bagaimana rasanya menjadi istri yang selalu kalah oleh masa lalu suami sendiri?
Raisha tak pernah menyangka, perempuan yang dulu diceritakan Rezky sebagai "teman lama”itu ternyata cinta pertamanya.
Awalnya, ia mencoba percaya. Tapi rasa percaya itu mulai rapuh saat Rezky mulai sering diam setiap kali nama Nadia disebut.
Lalu tatapan itu—hangat tapi salah arah—muncul lagi di antara mereka. Parahnya, ibu mertua malah mendukung.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Barra Ayazzio, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
23. Ultimatum Bu Aina
Keluarga Raisha sedang berkumpul di ruang keluarga setekah menikmati makan malam dengan suasana bahagia. Walaupun banyak hal yang menimpa Raisha akhir-akhir ini, namun bila sudah kembali ke keluarganya, hal itu semua seakan sirna. Kehangatan keluarganya menutup semua luka. Apalagi kalau Resty sudah cerita, dengan gaya dan celetukan-celetukannya membuat siapa saja akan tertawa.
"Resty, di rumah ini hanya kamu lho yang berani sama Wa Yuli. Yang lain, mana berani membantah perkataan Wa Yuli."
"Aku sebel soalnya. Kalau aku jadi Kak Icha, mana mau aku pinjemin uang. Mana pinjemnya lumayan besar. Belum tentu lho Kak, uangnya balik lagi."
"Hus, jangan suudzon lah."
"Habis, yang dia pinjem 2 minggu lalu juga kan belum dibayar. Belum yang jumlahnya kecil-kecil."
"Gak apa-apa Res, kalau kita ngasih pinjaman ke orang lain, terus orang tersebut belum bayar, Allah mencatat itu sebagai shadaqah."
"O ya?"
"Iya, kakak pernah dengar ustadz berkata seperti itu.*
"Tapi tetep Kak, kalau yang minjemnya modelan Wa Yuli, ih males ah."
"Iya sama aku juga gitu." Rico ikut nimbrung.
"Manusiawi, mama juga kadang kesel, ingat dengan semua perlakuan Wa Yuli kepada kita dulu. Tapi kalau kita memperlakukan Wa Yuli sekarang sama dengan yang Wa Yuli lakukan pada kita dulu, apa bedanya dong kita sama dia?*
"Berarti, Kak Icha punya hati seluas samudera itu karena punya sifat seperti mama." Pak Hartanto tersenyum bangga, sambil menatap istri dan putri sulungnya bergantian.
"Kalau aku dan Kak Rico, hatinya belum seluas samudera tapi masih seluas empang. Itu nurun sama Papa dong?" Resty nyeletuk yang diiringi tawa riuh dari yang lain.
"Kamu ada aja Res, hati seluas empang." Rico tertawa.
"Ya habis seluas apa dong hati kita? Seluas danau?"
Mereka terus berbncang-bincang. Kebersamaan dengan Raisha membuat mereka lupa waktu. Ada aja topik yang jadi bahan perbincangan mereka. Mereka akhirnya tidur setelah menyadari bahwa hari sudah hampir tengah malam.
*****
Menjelang dinihari Raisha keluar kamar, bermaksud ke dapur untuk mengambil minum karena dia merasa kehausan. Ternyata di dapur AQada Rico, yang juga melakukan hal yang sama, mengambil minum.
"Eh ternyata bukan cuma Kakak yang kahausan, kamu juga ya?"
"Iya ni Kak, haus. Bandung sekarang panas banget ya."
"Iya.* Raisha berkata sambil mengambil air putih.
"O ya Kak Icha, tadi aku liat adiknya Mas Rezky lagi check in di hotel?"
"Apa? Salah lihat kali ah. Lagian kamu ngapain juga ke hotel?"
"Aku kan nganter pesanannya customer, kebetulan dia lagi nginap di hotel. Pas aku nunggu di lobby, ada adiknya Mas Rezky dan seorang cewek cantik, dia mau check in kayaknya."
"Rizal emang lagi di Bandung sama calon istrinya itu, tapi gak tahu kalau dia nginep di hotel, nggak di rumah."
"Ceweknya cantik ya Kak, cuma itu nempel banget sama adiknya Mas Rezky, gelendotan, padahal kan belum merit."
"Gak usah dipikirin, yang penting kita gak ikut-ikutan punya kelakuan gitu."
"Iya lah, naudzubillahi mindzaalik."
"Udah ah, kakak ke kamar lagi, masih ngantuk ni."
*Iya Kak.*
Raisha masuk kamar yang memang itu khusus untuk dia kalau lagi pulang ke rumah ibunya. Apa yang dikatakan Rico barusan membuat dia makin yakin, kalau Rizal yang selalu dibanggakan ibu dan suaminya, memiliki kelakuan minus.
"Tapi sudahlah ah, gak mau memikirkan itu, ntar Mas Rezky ngamuk lagi. Dikiranya aku ini fitnah padahal memang kenyataannya seperti itu." Raisha berpikir seperti itu sambil menarik selimut sampai dadanya.
*****
Pagi itu Bu Aina sarapan hanya berdua dengan Rezky. Mereka sarapan roti bakar bikinan Bi Murni.
"Sepi banget ya di rumah tanpa ada suara anak kecil itu, coba kalau Kenzo dan Kenzie lagi di rumah, suasana itu jadi ceria. Kapan dong kamu ngasih ibu cucu? Dah dua tahun tapi belum punya anak. Pasti istrimu itu mandul Rez."
"Belum tentu juga Bu, kan belum diperiksa. Bisa jadi, Allah belum ngasih anak ke aku dan Icha, kerena memang waktunya belum tepat. Kita kan gak tahu rencana Allah."
"Pokoknya, ibu kasih kamu waktu sampai 6 bulan ke depan, kalau dalam waktu 6 bulan itu istrimu belum hamil juga, ceraikan dia, atau kamu cari istri lagi, madu dia."
"Ya gak bisa gitu, Bu. Itu gak adil buat aku dan Icha. Kita tunggu aja dulu Bu."
"Ya itu, ibu udah ngasih kesempatan nunggu 6 bulan, kalau sampai 6 bulan belum hamil juga, kamu harus menceraikan dia."
"Tapi Bu."
"Gak ada tapi-tapian, ibu sudah memutuskan seperti itu. Ibu mau rumah ini ramai dengan suara cucu."
"Kan sudah ada Kenzo dan Kenzie, terus kalau Rizal langsung punya anak, jadi kan cucu ibu nambah."
"Masalahnya mereka kan gak tinggal di sini, ke sini paling sebulan sekali, ya beda lah kalau anak itu dari kamu, setiap hari rumah ini akan ramai, gak seperti sekarang ini, sepi. Sudahlah, jangan banyak mikir. Istrimu gak mau dimadu ceraikan, kalau mau dimadu, ya gak masalah, gak usah diceraikan."
"Mana ada wanita yang mau dimadu, Bu."
"Kalau gitu, artinya dia mundur."
Rezky diam tak bicara lagi, ia terlihat bingung. Di satu sisi dia mencintai Raisha, tapi di sisi lain, perkataan ibunya adalah sebuah ultimatum yang mau tidak mau harus dia lakukan.
*****
"Assalamualaikum, selamat pagi semuanya!"
"Wa'alikumsalam."
"Eh Bang Edgar, kok pagi-pagi sekali sudah di sini? Ada yang bisa kami bantu?" Rico yang sedang memanaskan mobil heran, karena suami sepupunya itu sudah ada di depannya, padahal kemarin baru saja dari sana.
"Nggak, mampir aja, kebetulan lewat barusan. Ichanya masih di sini?" Dia berkata, kepalanya nengok sana sini.
"Ada, lagi di dalam, bantuin ibu packing pesanan kue yang harus diantarkan hari ini. Masuk aja kalau mau ketemu Kak Icha."
"Ok deh."
"Assalamualaikum." Bang Edgar langsung masuk, dia menghampiri Raisha yang sedang sibuk ikut packing bersama Bu Ratna dan Pak Hartanto."
"Wa'alaikum salam." Semua menoleh ke sumber suara.
"Eh ada Bang Edgar. Tumben pagi-pagi dah di sini?" Bu Ratna yang bertanya.
"Iya, barusan lewat, sekalian aja mampir, mau mengucapkan terimakasih atas pinjaman modalnya."
"Oh itu, yang minjemin Icha." Bu Ratna menunjuk Icha yang lagi menghitung box kue orderan customers."
"Cha, Bang Edgar ngucapin terima kasih ya atas pinjaman modalnya. Semoga dapat segera dikembalikan. Kamu baik banget, padahal aku tahu, ibu mertuaku suka semena-mena kepada keluarga kalian."
"Iya sama-sama. Ya namanya juga keluarga, kita harus saling tolong menolong." Raisha menjawab tanpa melihat ke arah Bang Edgar.
"Cha, ternyata kamu baik banget. Kamu cantik luar dalam. Sayang ya, aku tidak mengenal kamu lebih dulu, malah mengenal Tina duluan. Dia cantik sih, tapi mulutnya itu ya Allah, bikin aku gak betah di rumah. Ya gitu 11-12 sama mertuaku."
"Jangan gitu lah, gak baik menjelekkan istri dan ibu mertua di depan kami. Bagaimanapun mereka adalah keluargaku juga. Kamu harusnya bersyukur, ibu mertuamu itu baik banget, selalu mau mengusahakan apapun yang kamu inginkan. Berkali-kali pinjem ke sini, itu untuk modal usaha kamu." Pak Hartanto bicara sambil menatap Bang Edgar.
"Lah gak semuanya untuk aku, Mang. Kadang buat dia dan Tina belanja juga." Bang Edgar menjawab sambil mencomot kue yang ada di atas meja.
"O ya Cha, dari kemarin kamu belum ke mana-mana ya? Ikut Bang Edgar yuk, kulineran sekitar Gasibu. Hari Minggu gini, rame banget lho."
"Gak usah Bang, kita juga mau jalan-jalan sekeluarga."
"Wah asyiiikkk, boleh Bang Edgar gabung?"
"Lho, tadi kan bilangnya mau ke Gasibu? Kok jadi malah mau gabung?"
"Ke Gasibu bisa kapan-kapan, kalau ikutan jalan-jalan sama selebgram kan jarang-jarang. O ya, biar Bang Edgar aja nanti yang nyupir. Gimana? Ide bagus kan?"
"Gak usah, Papa aja yang nyetir. Lagian kita mau mampir-mampir juga belanja ini itu untuk keperluan cafe, jadi sepertinya akan lama." Raisha menjawab tak suka.
"Gak apa-apa lama juga, sampai malam juga gak masalah. Yang penting bisa sama-sama dengan selebgram." Katanya menatap Raisha tak berkedip.
"Maaf ya Bang, Bang Edgar sudah punya anak dan istri, harusnya lebih banyak membersamai mereka, bukan malah ikut jalan-jalan dengan kami. Jangan bikin kami ada di posisi gak enak. Nanti Wa Yuli akan marah kalau dia tahu Bang Edgar jalan-jalan bareng kami." Tetiba Resty nongol, dia berkata tegas sama Bang Edgar.
"Eh Resty, pinter banget kamu ngomongnya. Tapi tenang aja, Res. Wa Yuli gak akan marah sama kalian, paling kalaupun marah nanti sama Bang Edgar."
"Tapi Bang..."
"Sudahlah jangan banyak bicara tapi-tapian, yang penting kita happy."
"Ih mau happy gimana , kalau orang lain ikut nimbrung." Resty berkata, wajahnya ditekuk, dia keluar menghampiri Rico.
"Kak, masa Bang Edgar mau ikut jalan-jalan bareng kita?"
"Kata siapa?"
"Tuh dia yang ngomong."
"Lagian, darimana dia tahu kalau kita mau jalan-jalan?"
"Dia ngajak Kak Icha jalan-jalan ke Gasibu, Kak Icha nolak dengan alasan mau jalan-jalan sekeluarga, eeehhh malah mau ikut."
"Rico, nanti aku aja yang nyetir ya, biar kalian nyantai menikmati perjalanan."
"Biasanya yang nyetir papa kok, bukan aku."
"Iya Mang Tanto juga gak usah nyetir, biar dia juga menikmati perjalanan. Biar aku yang nyetir, nanti yang duduk disamping aku kakakmu. Ok?"
"Apa?" Rico dan Resty bertanya kompak.