Siapa yang tidak menginginkan harta berlimpah. Segala keinginan dapat diraih dengan mudah. Tak heran banyak orang berfoya-foya dengan harta.
Berbeda dengan keluarga Cherika. Mereka menggunakan hartanya untuk menolong sesama dan keluarga.
Tapi tidak disangka, karena harta lah Cherika kehilangan harta keluarganya. Orang tuanya menghilang sejak mendapatkan kecelakaan. Hanya Cherika yang selamat.
Cherika kemudian tinggal bersama saudara ibunya. Dan tanpa sengaja, Cherika mendengar penyebab tentang kecelakaan orang tuanya.
Kabar apakah itu?
Ikuti jalan ceritanya !
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yenny Een, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35 Rencana Ravi
Setelah menyerang Nayyara, Nyai juga menyerang Dhika di kediaman orang tuanya. Dhika yang sedang asik duduk santai bersama Ravi di ruang tamu mendadak kejang, dari mulutnya keluar darah. Matanya melotot.
Dhika segera dilarikan ke rumah sakit. Hasil pemeriksaan, Dhika tidak mengalami sakit yang serius. Dhika hanya diberikan obat dan cukup rawat jalan.
Selama beberapa hari kondisi Dhika semakin lemah. Dhika tidak bisa bangun dari tempat tidur. Setiap kali Dhika menginjakkan kakinya ke lantai, seluruh kakinya terasa ditusuk beribu-ribu jarum.
Dhika juga tidak seperti biasanya. Pandangan matanya kosong. Dhika sering meracau, kadang marah-marah tidak jelas. Dhika juga sering mengamuk.
Ravi memanggil semua dokter yang ada di kota Zamrud. Hasil pemeriksaan mereka sama, Dhika tidak mengalami sakit yang parah. Mereka menganggap Dhika mengalami stres.
Ravi memang mengetahui, Dhika baru saja menceraikan Laudya. Rumah Dhika habis terbakar. Dhika sangat membenci Laudya. Tidak seperti sebelumnya, Dhika sangat tunduk pada Laudya. Apapun keinginan Laudya dituruti. Dhika lebih mencintai Laudya dibandingkan Cherika.
Ravi mulai curiga. Ravi memanggil asisten rumah tangganya yang kebetulan pasangan suami-istri. Ravi bertanya kepada mereka, apakah mereka mengenal 'orang pintar' yang bisa mengobati Dhika.
Mereka mulai mengingat-ingat. Dan mereka ingat seseorang. Malam itu juga, Mang Asep pergi ke rumah 'orang pintar' tersebut. Setelah 30 menit kemudian, Mang Asep datang bersama Pak Supri. Mereka masuk ke dalam kamar Dhika.
Pak Supri setelah meminta izin kepada Ravi, berdiri di samping Dhika. Pak Supri memperhatikan Dhika. Pak Supri dengan mata batinnya melihat ada sosok hitam besar sedang duduk di atas perut Dhika. Sosok itu terus melotot ke arah Dhika.
Pak Supri bertanya kepada sosok itu, apa salah Dhika sehingga dia menyiksa Dhika. Makhluk itu bilang, Dhika sudah menyakiti hati seseorang. Orang itu dalam keadaan sakit dan sangat memerlukan bantuan Dhika. Tapi Dhika dengan sengaja meninggalkannya. Orang itu ingin Dhika menderita dan mati secara perlahan.
Pak Supri memberitahu Ravi apa yang baru saja dia dengar. Pak Supri meminta maaf karena tidak bisa menolong lebih jauh. Orang yang mengirim santet ke Dhika ilmunya sangat kuat. Pak Supri tidak sanggup menghadapinya.
"Pak Supri, tolong. Apa Pak Supri kenal orang yang bisa mengobati Dhika?" tanya Ravi.
"Ada Pak. Nanti saya coba hubungi beliau. Semoga saja beliau bisa," kata Pak Supri.
Untuk sementara, Pak Supri hanya bisa menahan sosok itu agar tidak melakukan hal-hal yang membahayakan nyawa Dhika. Tapi Pak Supri tidak berani menjamin, sampai kapan kekuatan Pak Supri bisa menahannya. Pak Supri akan mencoba menghubungi orang yang bisa membantu Dhika.
Ravi mengantar Pak Supri ke depan pintu. Mang Asep pergi mengantar Pak Supri pulang ke rumahnya. Ravi kembali mengingat kata-kata dari Pak Supri. Dhika menyakiti hati seseorang.
Ravi menghubungi Laudya. Dengan cepat Laudya mengangkat teleponnya. Ravi menanyakan kabarnya. Laudya dengan susah payah menjawab telepon Ravi. Saat ini Laudya dalam keadaan sangat sakit.
Ravi kemudian mengubah panggilan suara menjadi panggilan video. Ravi kaget setelah melihat wajah Laudya. Wajahnya berwarna hitam hangus, melepuh dan mengelupas.
Pantesan Dhika menceraikannya, dia menjijikan, batin Ravi.
Laudya menangis, Laudya mengadu kepada Ravi. Dhika menceraikannya di saat Laudya mengalami berbagai macam musibah. Laudya tidak punya biaya untuk operasi.
Ravi memberitahu Laudya, saat ini Dhika sedang sakit. Penyakit Dhika sangat parah. Bahkan dokter terbaik pun tidak bisa menyembuhkannya. Dhika tidak bisa bergerak. Sudah beberapa hari Dhika tidak makan.
"Laudya, Papa sama sekali tidak tahu permasalahan rumah tangga kalian. Papa hanya ingin minta maaf atas kesalahan Dhika. Kamu tahu sendiri, dulu Dhika sangat sayang padamu. Sekarang, Dhika sakit. Papa yakin sakitnya Dhika karena tidak bisa jauh darimu."
Ravi sengaja merendahkan dirinya, berbohong kepada Laudya. Walaupun harus mengeluarkan biaya yang banyak untuk kesembuhan Dhika. Ravi yakin, Laudya lah yang mengirim santet untuk Ravi.
Dari balik telepon, Laudya dan Susi tersenyum puas saat Ravi mengarahkan kameranya kepada Dhika yang terbaring di atas tempat tidur dengan mata yang melotot dan pandangan kosong.
"Laudya, apa kamu kenal orang yang bisa mengobati Dhika? Berapapun akan Papa bayar asalkan Dhika sehat seperti semula."
"Ada Pa. Tapi orang itu hanya bisa bantu jarak jauh. Dan orang itu minta bayaran yang banyak," ujar Laudya dari balik telepon.
"Ok, asalkan Dhika sehat seperti semula. Papa langsung transfer ke rekening kamu. Kirim rekening. Papa tunggu ya," Ravi menutup teleponnya.
Ravi duduk di samping Dhika. Ravi memegang lengan Dhika. Laudya mengirim pesan kepada Ravi. Laudya mengirim nomor rekening.
Ravi dengan sabar duduk menunggu di samping Dhika. Seketika Ravi merasakan hawa panas di sekitarnya. Dhika kembali kejang-kejang. Dhika melayangkan pukulannya ke udara. Dhika bisa menggerakkan tubuhnya. Dhika bangun dari tempat tidur dan mengejar seseorang sampai ke depan pintu kamarnya.
"Dhika! Dhikaaaaaa!" Panggil Ravi.
"Pa! Papa liat gak? Ada orang yang mau nyakitin Dhika. Dia siapa!" Tunjuk Dhika.
"Sudah, sudah, biarkan. Yang penting kamu kembali sehat. Dhika, Papa tidak ingin kehilangan kamu."
Ravi kemudian mentransfer sejumlah uang kepada Laudya. Setelah Dhika tenang, Ravi menceritakan kecurigaannya kepada Laudya. Ravi meminta Dhika kembali kepada Laudya. Tentu saja Dhika menolaknya.
Ravi hanya minta Dhika untuk sementara saja. Ravi minta Dhika berpura-pura kembali kepada Laudya seperti sebelumnya. Dhika harus bersikap baik dan sayang. Ravi tidak ingin Dhika kembali diserang Laudya.
Sementara itu, Ravi akan mencari orang yang bisa mengusir sosok yang dikirim Laudya kepada Dhika. Walaupun sebenarnya Dhika tidak suka dengan rencana Ravi, demi kesembuhannya dan terbebas dari Laudya untuk selama-lamanya, Dhika mengikuti rencana Ravi.
Dhika mengirim pesan kepada Laudya. Dhika meminta maaf kepada Laudya. Di dalam pesan itu Dhika seolah-olah sangat menderita karena sudah meninggalkan Laudya. Dhika Ingin, Laudya mau menerimanya kembali. Dhika janji akan selalu di sisi Laudya. Dhika menerima apa adanya Laudya.
"Ciiiiih! Najis! Di mana harga diri Dhika, Paaaaa!" Dhika mengepalkan tangannya.
"Dhika! Ini untuk sementara. Kita harus menemukan dukun yang membantu Laudya. Dukun itu ilmunya sangat hebat. Papa yakin, kamu selama ini diguna-gunai Laudya. Tapi biar bagaimanapun, Papa juga sangat berterima kasih kepadanya. berkat dia, kamu sembuh."
"Sembuh? Emang aku sakit Pa?" Dhika mengernyitkan keningnya.
Ravi hanya memeluk Dhika dan menjelaskan. Dhika memiliki gangguan emosional yang sangat parah. Gangguan itu dia dapatkan setelah Ravi dan istrinya bercerai. Sejak itu, Dhika mengalami perubahan emosi.
Dhika sewaktu-waktu bisa meledak amarahnya, intens, tidak sesuai situasi disertai dengan kekerasan fisik. Amarah yang berlebihan, tidak terkendali dan menyebabkan penyesalan setelahnya.
Ravi secara rutin membawa Dhika ke psikiater. Dan Dhika berangsur-angsur bisa mengontrol emosinya sejak bersama dengan Laudya. Entah cara apa yang dipakainya, yang jelas sejak saat itu Dhika menjadi orang yang lebih baik.
Aku harus bisa meyakinkan Laudya bahwa Dhika masih mencintainya. Aku tidak mau, Dhika terluka. Aku harus menemukan dukun itu dan menghabisinya, batin Ravi.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...