Istri penurut diabaikan, berubah badas bikin cemburu.
Rayno, pria yang terkenal dingin menikahi gadis yang tak pernah ia cintai. Vexia.
Di balik sikap dinginnya, tersembunyi sumpah lama yang tak pernah ia langgar. Ia hanya akan mencintai gadis yang pernah menyelamatkan hidupnya.
Namun ketika seorang wanita bernama Bilqis mengaku sebagai gadis itu, hati Rayno justru menolak mencintainya.
Sementara Vexia perlahan sadar, cinta yang ia pertahankan mungkin hanyalah luka yang tertunda.
Ia, istri yang dulu lembut dan penurut, kini berubah menjadi wanita Badas. Berani, tajam, dan tak lagi menunduk pada siapa pun.
Entah mengapa, perubahan itu justru membuat Rayno tak bisa berpaling darinya.
Dan saat kebenaran yang mengguncang terungkap, akankah pernikahan mereka tetap bertahan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nana 17 Oktober, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
35. Membuktikan
Vexia berbalik, suaranya meninggi, matanya menantang.
“Jadi ini soal gengsi, ya? Tentang citra? Tentang ‘istri Rayno’ yang harus tampil sempurna di depan semua orang?”
Ia tertawa pendek, getir. “Aku ke sana buat traktir teman, bukan cari perhatian siapa pun!”
Rayno membanting setir sedikit ke kiri, mobil berhenti mendadak di tepi jalan.
Suara hujan memantul di kaca, menambah tebal ketegangan yang sudah hampir meledak.
Ia menatap Vexia tajam, suaranya nyaris bergetar menahan emosi.
“Tapi kau sadar nggak apa yang kulihat di sana?! Semua pria itu—”
“Cukup, Ray!” potong Vexia cepat, suaranya serak tapi kuat. “Kau bahkan nggak percaya sama aku! Selalu merasa bisa ngatur segalanya. Aku bukan boneka yang bisa kau seret ke mana pun sesukamu!”
Rayno terdiam. Napasnya berat, bahunya naik turun pelan.
Beberapa detik hening terasa seperti selamanya. Hanya suara hujan deras yang terdengar, seperti ikut memukul kaca bersama amarah yang tertahan di dada mereka.
Perlahan, Rayno menyandarkan tubuhnya ke kursi. Ia menutup mata sejenak, mencoba menahan sesuatu yang jauh lebih dalam dari sekadar marah.
Suara hatinya bergetar lirih:
“Aku cuma… takut, Vexia. Takut kehilanganmu. Bahkan saat aku marah pun, aku tetap takut.”
Ketika ia membuka mata, sorotnya tak lagi setajam tadi. Ada lelah, ada sesal, dan ada rindu yang diam-diam tumbuh namun ia sembunyikan.
Tanpa sepatah kata, ia kembali menyalakan mesin dan melajukan mobil perlahan menuju apartemen.
Perjalanan itu sunyi. Tapi bukan sunyi yang kosong.
Itu sunyi yang penuh kata-kata yang tak diucap. Penuh cinta yang terus tumbuh tapi terlalu keras kepala untuk diakui.
...💞 Area panas. Bocil harap menyingkir. 💞...
Saat mobil berhenti di basement apartemen, Rayno turun lebih dulu.
Ia membuka pintu untuk Vexia. Gerakan kecil, tapi cukup untuk membuat udara di antara mereka berubah.
Vexia menatapnya sebentar, ada jeda di sana, sebelum akhirnya ia keluar tanpa bicara.
Keduanya masuk ke apartemen dalam diam.
Hanya suara langkah mereka yang terdengar. Berat, tak seirama, seperti dua hati yang sama-sama menolak mengalah.
Vexia membuka pintu, hendak masuk ke kamarnya.
“Jangan keluar tanpa izinku,” suara Rayno terdengar berat di belakang, membuat Vexia menghentikan langkahnya. “Dan ganti pakaianmu. Aku gak mau kau keluar dengan pakaian seperti itu.”
Vexia menoleh perlahan, senyum sinis menyentuh bibirnya.
“Apa hakmu mengaturku?”
Rayno menatapnya tajam. “Aku suamimu.”
“Tapi bukan suami yang sesungguhnya, 'kan?” balas Vexia, suaranya pelan tapi menusuk.
Ia berbalik mendekat beberapa langkah, wajahnya kini nyaris sejajar dengan dada Rayno.
“Kita cuma formalitas. Nikah siri yang cuma keluarga tahu. Tak pernah ada malam, tak ada sentuhan. Kau bahkan tak pernah menatapku sebagai istri, Ray. Jadi kenapa tiba-tiba bersikap seperti suami yang cemburu?”
Rayno diam, rahangnya mengeras.
Vexia tersenyum miring.
“Atau jangan-jangan…” tatapannya turun pelan ke celana Rayno, menantang. “Kau sebenarnya tak mampu?”
Suasana langsung tegang. Udara di antara mereka terasa berat.
Rayno melangkah maju, membuat Vexia mundur selangkah.
“Apa yang kau bilang tadi?” suaranya rendah, nyaris seperti geraman.
Vexia menatapnya tak gentar, meski napasnya mulai bergetar. “Kau nggak mampu.”
Detik berikutnya, tanpa peringatan, Rayno mengangkat tubuh Vexia dan memanggulnya seperti karung beras.
“Rayno! Apa yang kau lakukan? Lepaskan!” teriak Vexia, terkejut dengan aksi cepat suaminya.
Rayno tidak menjawab. Ia terus melangkah menuju kamar utama tempat Vexia biasa tidur.
“Rayno! Turunkan aku!” Vexia menendang udara dan memukuli punggung Rayno, namun pria itu tetap diam.
“Akh!” pekik Vexia ketika tubuhnya dijatuhkan ke atas ranjang. Ia menatap Rayno dengan mata membulat, apalagi ketika pria itu mulai melepas kancing kemejanya satu per satu sambil menatapnya dengan mata menyala.
“A-apa yang kau lakukan?” tanyanya refleks, beringsut mundur ke kepala ranjang.
“Membuktikan perkataanmu,” jawab Rayno singkat, membuka kemejanya dan melemparkannya begitu saja.
Sesaat Vexia terpaku. Dada bidang dan perut berotot di depannya membuatnya kehilangan kata-kata. Bahkan lebih sempurna daripada milik para host yang ia sewa di klub malam tadi.
Rayno melangkah naik ke atas ranjang, mendekatinya perlahan.
"Jangan mendekat!" sergah Vexia beringsut mundur.
“Kenapa? Bukankah kau suka melihat dada bidang dan perut sixpack?” suaranya berat dan menekan. “Kau bahkan menyewa host hanya untuk memamerkan tubuh mereka.”
Vexia menelan ludah kasar, wajahnya memerah. Tubuhnya mendadak kaku. Ia biasa saja melihat tiga host yang disewanya tadi, tapi kini, saat melihat suaminya sendiri, jantungnya berdebar tak menentu.
Rayno tersenyum samar. Ia menunduk, mendekatkan bibirnya ke telinga Vexia.
“Kenapa? Malu?” bisiknya.
Vexia memejamkan mata. “Menjauh dariku!” serunya, mendorong dada Rayno sekuat tenaga hingga pria itu sedikit mundur, tapi tetap mengurung tubuhnya dengan kedua tangan.
Rayno tersenyum tipis, suaranya terdengar menggoda.
“Bukankah tadi kau meragukan kemampuanku? Lalu kenapa menyuruhku pergi saat aku ingin membuktikannya?”
Vexia menatapnya tajam. “Kau—”
Namun belum sempat ia melanjutkan, Rayno tiba-tiba menunduk dan mencium bibirnya.
Mata Vexia membulat, napasnya tertahan.
Ciuman itu lembut, tapi juga berbahaya. Seolah membuka pintu yang selama ini mereka kunci rapat-rapat.
Tubuh Vexia menegang, napasnya tercekat. Logika di kepalanya menjerit menyuruhnya menjauh, tapi tubuhnya justru membeku di tempat, lalu perlahan, pasrah. Ada sesuatu di dalam dirinya yang luluh, sesuatu yang selama ini ia sangka telah mati.
Rayno memperdalam ciumannya. Bukan dengan nafsu, melainkan dengan rindu yang terlalu lama dikurung.
Saat Vexia mulia kesulitan bernapas, ia menjauh sedikit, dadanya naik turun. Vexia menatapnya dengan napas tersengal, berusaha merebut udara di antara jarak yang nyaris tak ada.
Rayno mengangkat tangannya, menyibakkan helaian rambut yang menutupi wajah istrinya. Jemarinya berhenti di pipi Vexia, lembut tapi tegas, seolah takut momen itu akan pecah jika disentuh terlalu keras.
Tanpa kata, ia kembali mendekat. Bibirnya menemukan bibir Vexia sekali lagi.
Dan kali ini, Vexia tak lagi bisa menolak. Tangannya terangkat, mencengkeram lengan Rayno, mencari pegangan di tengah badai yang diciptakan oleh perasaan yang selama ini mereka tahan.
"Emhh..." Desahan lembut lolos dari bibir Vexia saat hidung dan bibir Rayno menyusuri lehernya. Suara yang bagi Rayno terdengar seperti nada yang selama ini hilang dari hidupnya.
Jarak di antara mereka menguap, berganti dengan debar yang berpacu tanpa arah. Setiap sentuhan terasa seperti cara lain untuk berbicara, cara yang hanya bisa dimengerti oleh hati mereka berdua.
Tubuh Vexia bergetar. Napasnya kian cepat.
Helai demi helai benang yang menempel di tubuh, satu per satu melayang dan teronggok di lantai.
"R-ray... ahh..." Xia meremas rambut Rayno. Wajah pria itu tenggelam di dadanya.
Ia menggigit bibirnya saat Rayno mendesak masuk, kukunya menancap di punggung pria itu meninggalkan cakaran di sana. Namun hanya desahan berat yang keluar dari bibir Rayno.
"Xia... Ughh..."
"Ahh...S-sakit... Ray..."
"T-tahan... sebentar... Sayang..."
Vexia menggigit bahunya saat rasa sakit itu mendera begitu hebat. Setitik air bening menetes dari sudut matanya. Mahkota yang selama ini ia jaga akhirnya diambil oleh pria yang sejak pertama kali berjumpa telah mencuri hatinya, meski sempat membuatnya kecewa.
"Xia..."
Rayno memeluknya erat, seolah ingin memastikan bahwa perempuan di hadapannya benar-benar nyata, bukan bayangan dari rindu yang terlalu lama ia simpan.
Dalam diam, Vexia menahan air matanya. Ada haru, ada getir, dan di antara semua itu, ada cinta yang tak lagi bisa disangkal.
Ia menutup mata, jantungnya berpacu tak karuan. Bibirnya bergetar ketika udara di antara mereka pecah oleh desah napas yang sama. Hangat, berat, dan penuh perasaan yang tak bisa diingkari.
"R-ray...hah..hahhh..."
"Xia...ughh..."
Rayno memejamkan matanya sejenak, bergerak semakin cepat membuat tubuh Vexia terombang-ambing dengan desah napas memburu. Ranjang berdecit mengikuti iramanya gerakan Rayno.
"Xia... ahh...ughhhh...."
"R-ray... Ahhh...."
Tubuh mereka memegang saat sesuatu terasa meledak di dalam tubuh mereka.
"Xia..."
Rayno memeluk erat Vexia merasakan gelombang kenikmatan yang baru pertama kali ia dapatkan.
Napas Vexia tersengal dalam dekapannya. Tubuhnya akhirnya lunglai setelah di dera badai yang diciptakan suaminya.
Ketika akhirnya keheningan mengambil alih, napas mereka masih bersahutan, berat dan tak beraturan.
Rayno menatapnya lama, lalu menunduk memberi kecupan di keningnya. Lembut, dalam, dan penuh makna.
Vexia menutup mata, membiarkan dirinya larut dalam dekap yang terasa seperti rumah setelah perjalanan yang terlalu panjang.
Rayno merebahkan tubuh di sampingnya, menarik selimut menutupi tubuh mereka. Matanya terpejam, mencoba menenangkan napas yang masih tersengal, sementara peluh membasahi kulitnya. Untuk pertama kalinya setelah sekian lama, tubuhnya terasa benar-benar rileks. Tenang.
Namun ketenangan itu pecah oleh suara Vexia.
“Kenapa kau melakukan ini…” bisik Vexia lirih, nyaris tak terdengar.
...🌸❤️🌸...
.
To be continued
Langsung semangat empat lima bercocok tanam. Siapa tahu besuk tamunya tidak datang 😄 - yang datang kehidupan baru - bisa jadi kan Vexia hamil.
Dani telah menyelidiki - sindikat mereka cukup besar.
Ternyata pria yang melecehkan Vexia waktu di villa itulah si pencuri berlian.
Dikhawatirkan mereka balas dendam.
Penjagaan Vexia diperketat.
Kakek Gumilang khawatir dengan keselamatan Vexia.
Pasangan duo rubah betina tak ada habisnya mencari masalah.
Rango berebut berlian mahal sama Vexia, Bilqis berebut batu giok harga fantastis sama Rayno.
Si ulat bulu ngerencanain apalagi sih? Duo rusuh ga ada kapok2nya
Berakhir menyerah dengan tubuh babak belur.
Para staf yang sehari-hari diruangan yang sama tidak tahu Vexia yang sebenarnya.
Rango yang sekelas mafia saja heran siapa Vexia. Dilindungi banyak penjaga, bahkan bisa memimpin mereka.
Rayno marah karena khawatir keselamatan Vexia - kecupan singkat mendarat di bibir Rayno.
Vexia tak mau membahas lebih lanjut. Alamat tidur terpisah kalau Rayno masih membahas.
Marahnya Rayno wajar - ketakutan seorang suami ketika istrinya terancam nyawanya.
padahal kemarin dah hampir koit😆😆😆.. mau aja disuruh² ma si Bilqis..
KLO nanti ketahuan ketakutan lagi 😆😆😆