NovelToon NovelToon
Ketika Dunia Kita Berbeda

Ketika Dunia Kita Berbeda

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:2.9k
Nilai: 5
Nama Author: nangka123

Pertemuan Andre dan fanda terjadi tanpa di rencanakan,dia hati yang berbeda dunia perlahan saling mendekat.tapi semakin dekat, semakin banyak hal yang harus mereka hadapi.perbedaan, restu orang tua,dan rasa takut kehilangan.mampukah Andre dan fanda melewati ini?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nangka123, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bab 1

Raka, CEO muda yang terkenal dingin, menatap laporan yang baru saja ia terima. Matanya yang tajam menembus halaman-halaman dokumen, mencari celah sekecil apa pun untuk dijadikan alasan memperbaiki standar kerjanya.

“Siapa yang menyetujui laporan ini?” Suaranya terdengar marah.

Tak seorang pun menjawab.

“Sekali lagi. Siapa yang bertanggung jawab?”

Seorang manajer senior, Aditya Pratama, mengangkat tangan dengan gemetar.

“S-saya, Pak…”

Raka menatapnya tanpa ekspresi.

“Keluar.”

Ruangan mendadak hening. Jantung setiap orang berdebar, dan ketegangan semakin menjadi-jadi.

Saat semua mata tertuju pada pintu, terdengar langkah lembut, namun pasti. Nisa, sekretaris baru, masuk membawa map biru tebal, menunduk sopan. Hari pertamanya di kantor besar ini tidak dimulai dengan baik, ia sudah bisa merasakan aura ketegangan yang mengalir di setiap sudut ruangan.

“Permisi, Pak Raka… saya..”

“Kamu siapa?” Suara Raka tiba-tiba terdengar lebih tegas. Tatapannya menembus dari ujung meja ke arah Nisa.

“Sekretaris baru, Pak… Nisa,” jawabnya sambil menunduk, mencoba menampilkan sikap sopan.

Raka menatapnya beberapa detik. Senyumnya tipis.

“Lalu kenapa datang tanpa diminta?”

Nisa menelan ludah.

“Saya membawa dokumen rapat, Pak…”

Raka mengangguk pelan, tapi tatapannya tetap menusuk.

“Taruh di meja itu. Jangan sampai salah langkah.”

Nisa menggigit bibir, menahan gemetar saat menaruh map di meja yang sama dengan laptop Raka. Tangannya sedikit tremor, tapi ia mencoba tetap terlihat tenang.

Aditya yang duduk di dekatnya menepuk bahu Nisa dengan cepat.

“Santai saja, Nak. Ini cuma Raka. Dia memang keras, tapi…”

Raka menoleh cepat, tatapannya kembali tajam.

“Jangan bicara tanpa izin.”

Aditya tersenyum tipis dan menunduk. Nisa hanya bisa menarik napas pelan. Ia sadar, hari pertamanya akan penuh dengan ketegangan yang belum ia bayangkan sebelumnya.

Rapat dimulai. Raka membuka laptop dan menataplaptop nya

“Proyek Ardana Digital… terlambat satu hari. Siapa yang bertanggung jawab atas keterlambatan ini?”

“Pak… kami mencoba mengejar deadline, tapi ada masalah di sistem server,” jawab seorang manajer IT.

Raka mengangguk pelan, matanya menyapu seluruh tim.

“Masalah sistem bukan alasan. Saya ingin solusi, bukan alasan.”

Hening sejenak.

Nisa mencatat setiap kata, setiap nada suara Raka yang menusuk. Ia bisa merasakan ketegangan di ruangan itu.

“Siapa yang sudah menyiapkan laporan cadangan?” Raka bertanya lagi, suaranya hampir dingin seperti es.

Tak ada yang menjawab.

Raka menarik napas panjang dan menepuk meja.

“Baik. Saya ingin semuanya selesai sebelum jam makan siang. Tidak ada alasan lagi. Apakah jelas?”

Semua mengangguk tergesa, tapi ketegangan tetap terasa. Nisa mengamati setiap ekspresi, setiap gerak tubuh Raka. Ada sesuatu di matanya yang tidak bisa ia baca.

Raka menutup laptopnya.

“Kalau tidak ada hal lain, rapat selesai.”

Hening sejenak sebelum suara kursi bergeser dan langkah kaki terdengar di lantai ruang rapat. Nisa menunduk, menunggu giliran untuk meninggalkan ruangan. Tapi sebelum ia sempat melangkah, Raka menatapnya lagi.

“Kamu akan bekerja di sini, Nisa?” Suaranya tidak terdengar marah, hanya dingin dan penuh perhatian yang sulit dijelaskan.

“Iya, Pak,” jawab Nisa, berusaha tetap tenang.

Raka mengangguk singkat.

“Pastikan kamu tidak membuat kesalahan. Saya tidak mentolerir kecerobohan.”

Nisa hanya tersenyum tipis, tapi di dalam hatinya, ia merasa hari pertama ini akan menjadi awal dari sesuatu yang jauh lebih besar daripada sekadar pekerjaan.

Nisa melangkah keluar dari ruang rapat dengan napas sedikit tertahan. Tangannya masih menggenggam map biru yang terasa terlalu berat untuk hari pertamanya.

“Tenang saja, Nak,” bisik Maya Salsabila.

“Hari pertama memang begitu. Nanti kamu akan terbiasa.”

Nisa tersenyum tipis.

“Aku harap begitu…”

Lift terbuka, dan mereka turun bersama. Nisa mencoba menenangkan diri, tapi pikirannya terus kembali pada tatapan Raka. Matanya tajam, dingin, tapi ada sesuatu yang sulit dijelaskan.

Setelah menyelesaikan beberapa administrasi ringan, Nisa kembali ke meja kerjanya. Laptop sudah menyala, email masuk bertubi-tubi. Ia mulai membaca satu persatu, tapi perasaan tidak nyaman tetap menggelayuti hatinya.

Tiba-tiba, terdengar suara dari belakang.

“Nisa, sebentar.”

Ia menoleh. Raka berdiri di ambang pintu, tangannya memegang secangkir kopi. Pandangannya menusuk, tapi bukan dengan kemarahan seperti di rapat. Lebih seperti… evaluasi, penuh pengamatan.

“Pak Raka?”

Raka melangkah mendekat.

“Bisa kau duduk sebentar?”

Nisa menelan ludah dan mengangguk. Ia mengikuti langkah Raka menuju sofa kecil di pojok ruangannya, jauh dari mata karyawan lain.

“Bagus. Duduklah.” Suara Raka rendah, hampir seperti peringatan.

Nisa duduk, jari-jarinya bermain di pinggir map biru.

“Ada yang bisa saya bantu, Pak?”

Raka menatapnya lama.

“Hari ini baru hari pertamamu, tapi aku ingin tahu… bagaimana kamu menghadapi tekanan?”

Nisa mengangkat alis, sedikit terkejut. “Maaf, Pak? Maksudnya…”

“Di perusahaan ini, kesalahan sekecil apa pun bisa merusak reputasi. Aku ingin melihat apakah kamu bisa tetap tenang ketika segalanya tidak berjalan sesuai rencana.”

Nisa menarik napas pelan.

“Saya akan berusaha, Pak. Saya tidak ingin membuat kesalahan.”

Raka mengangguk, menatap jendela sejenak, seolah menimbang sesuatu.

“Baik. Tapi ada satu hal yang harus kau tahu…”

Nisa menatapnya, penasaran dan sedikit tegang.

“Apa itu, Pak?”

Raka mencondongkan tubuh, suaranya turun menjadi hampir bisikan.

“Di luar pekerjaan, aku… tidak seperti yang kau lihat di sini. Aku punya sisi lain, yang tidak pernah aku tunjukkan pada siapapun.”

Nisa menelan ludah.

“Sisi lain, Pak?”

Raka mengalihkan pandangan, matanya jauh, memandang gedung-gedung tinggi Jakarta dari balik kaca.

“Aku menulis. Dengan nama lain. Di dunia maya. Aku… mungkin lebih manusiawi di sana daripada di dunia nyata.”

Nisa diam, hatinya berdetak lebih cepat. Sesuatu tentang kata-kata itu terasa hangat tapi misterius.

“Menulis, Pak?”

Raka menatapnya sebentar, lalu menunduk.

“Aku tidak ingin siapapun tahu, Tapi kau tampak… berbeda. Mungkin kau bisa mengerti.”

Nisa menatap matanya, tapi tidak bisa menebak apa yang sebenarnya ia maksud. Ia hanya mengangguk perlahan.

“Baik, Pak.”

Raka mengangguk tipis.

“Bagus. Sekarang kembali ke meja kerjamu. Aku ingin melihat laporan yang lebih lengkap untuk proyek Ardana Digital. Jangan sampai terlambat lagi.”

Nisa berdiri, menahan perasaan campur aduk. Ada rasa takut, tapi juga penasaran. Siapa sebenarnya Raka di balik topeng dinginnya?

Di sela-sela kerja, Nisa membuka laptop untuk mengecek email pribadi. Tanpa sengaja, ia membuka salah satu forum menulis populer, dan tampak postingan baru dari penulis anonim Zul:

“Kadang kita harus menjadi orang lain agar bisa merasakan kehidupan yang sebenarnya.”

Jantung Nisa berdebar. Kata-kata itu terasa akrab, seperti membaca diary pribadi. Ia tersenyum tipis, tidak sadar bahwa tulisan itu ditulis oleh orang yang sama dengan Raka, yang ia temui hari ini di kantor.

1
Nurqaireen Zayani
Menarik perhatian.
nangka123: trimakasih 🙏
total 1 replies
pine
Jangan berhenti menulis, thor! Suka banget sama style kamu!
nangka123: siap kak🙏
total 1 replies
Rena Ryuuguu
Ceritanya sangat menghibur, thor. Ayo terus berkarya!
nangka123: siap kakk,,🙏
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!