NovelToon NovelToon
HIGANBANA NO FUKUSHU

HIGANBANA NO FUKUSHU

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / CEO / Peran wanita dan peran pria sama-sama hebat / Dokter / Bullying dan Balas Dendam / Sugar daddy
Popularitas:190
Nilai: 5
Nama Author: IΠD

Setelah orang tuanya bunuh diri akibat penipuan kejam Agate, pemimpin mafia, hidup siswi SMA dan atlet kendo, Akari Otsuki, hancur. Merasa keadilan tak mungkin, Akari bersumpah membalas dendam. Ia mengambil Katana ayahnya dan meninggalkan shinai-nya. Akari mulai memburu setiap mafia dan yakuza di kota, mengupas jaringan kejahatan selapis demi selapis, demi menemukan Agate. Dendam ini adalah bunga Higanbana yang mematikan, menariknya menjauh dari dirinya yang dulu dan menuju kehancuran.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IΠD, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Protection and Speculation

Jauh dari hiruk pikuk jalanan Shirayuki dan markas kepolisian yang penuh rencana, Haruna menikmati hasil kejahatannya.

​Lokasi persembunyiannya adalah suatu motel yang megah dan mahal, yang terletak di area tersembunyi Distrik Senja, dekat dengan lokasi yang diidentifikasi oleh junior Indra.

​Di sana, Haruna tengah bersantai di ranjang besar, dengan tubuhnya ditutupi selimut sutra. Ponselnya terletak di sampingnya, penuh dengan laporan aktivitas AgateX.

​Ia menoleh ke arah pintu kamar mandi yang terbuka. Ia didatangi pria yang baru saja dari kamar mandi—sosok yang besar, berambut panjang pirang, mengenakan setelan serba hitam yang elegan dengan kalung emas singa yang tebal. Pria ini memancarkan aura kekuasaan dan kekayaan yang gelap.

​Haruna tersenyum sinis dan licik, sambil merangkul tubuh besar pria itu yang baru saja duduk di sampingnya.

​"Astaga, Sayang," desah Haruna. "Kau baru saja membersihkan diri dari kotoran hari ini, ya?"

​"Pekerjaan kotor harus dilakukan dengan bersih, Sayang," jawab pria itu dengan suara yang berat.

​Haruna memanggilnya sugar daddy, nada suaranya penuh manja dan kontrol.

​"Bisakah kau memberiku hadiah malam ini, Sugar Daddy? Aku baru saja kehilangan salah satu perekrut terbaikku di Distrik Selatan."

​Pria itu menyeringai, mengelus rambut Haruna.

​"Kau akan mendapatkan lebih dari sekadar hadiah, Haruna. Tapi aku akan pastikan gadis-gadis itu cepat diganti. AgateX tidak akan berhenti hanya karena satu dokter penipu dan satu perekrut lemah ditangkap."

Haruna, meskipun kehilangan dua pion penting, tetap percaya diri karena memiliki dukungan dari pria kuat ini.

​Haruna memuji pria tersebut dengan kata-kata manis, sambil meraba badannya yang kekar, memancarkan rasa kepemilikan.

​"Aku suka caramu bekerja, Sayang. Kau selalu efisien," puji Haruna. "Kau adalah Bos yang jauh lebih baik daripada Kapten Takeda yang pengecut itu."

​Haruna mulai menyinggung beberapa detektif swasta yang mulai mengejar AgateX kembali—merujuk pada Akari dan timnya yang bergerak di bayang-bayang.

​"Aku dengar detektif-detektif swasta itu semakin dekat. Mereka bahkan menculik Dokter Kevin! Aku khawatir mereka akan segera menemukan Distrik Senja."

​Namun, sugar daddy tersebut menenangkan Haruna dengan senyum penuh jaminan, meyakinkan wanita itu dengan kekuasaan dan koneksinya.

​"Tenang, Haruna. Semua yang kau lakukan aman. Aku adalah pilar AgateX di Shirayuki," katanya. "Aku akan melindungi dirimu dari setiap ancaman kecil, termasuk detektif jalanan dan gadis pendendam. Mereka tidak akan bisa menembus benteng ini."

​Ia membuang selimut itu ke lantai, menatap Haruna dengan tatapan penuh nafsu.

​Lalu Sugar Daddy merangkul Haruna dengan kuat, mengakhiri pembicaraan. Mereka pun melanjutkan sesi intim mereka di hotel tersebut, melupakan sejenak masalah kejahatan dan konsekuensi yang mengintai.

​Haruna dan salah satu petinggi AgateX kini sedang menikmati momen intim, merasa aman di motel mewah itu. Sementara itu, Indra baru saja mendapatkan lokasi persis mereka.

Malam telah larut, dan saat Haruna sedang menikmati kemewahan, tim pembalas dendam sedang menyusun rencana.

​Di rumah Akari, suasananya tenang. Akari sudah mematikan lampu dan sudah tidur lebih awal di kamarnya, memulihkan diri dari pertarungan singkatnya melawan bodyguard AgateX.

​Sementara itu, Indra dan Araya berdiskusi di ruang tamu dengan suara pelan. Araya melihat ke arah tangga, memastikan Akari tidak terganggu.

​Indra memberikan dokumen yang ia dapatkan dari juniornya kepada Araya di atas meja—sebuah dossier lengkap mengenai aktivitas Haruna, lokasi persis kondominium, dan rute pelarian di Distrik Senja.

​"Lokasinya di Distrik Senja, area Pelabuhan Hachiro," jelas Indra. "Dia ada di kondominium mewah yang sangat tersembunyi. Junior saya memastikan tidak ada orangnya yang akan mengganggu kita."

​Indra kemudian menjelaskan spekulasinya, mengaitkan informasi dari Kevin dengan pengamatan juniornya.

​"Kevin bilang Haruna bekerja di berbagai divisi. Ini bukan hanya tentang organ. Dia berpikir jika Haruna dekat dengan beberapa petinggi AgateX, dan salah satunya adalah Bos yang mengurus bidang yang lebih kotor—Perdagangan manusia dan Prostitusi."

​Indra lanjut menjelaskan informasi yang ia dapatkan tentang orang yang ditemui Haruna.

​"Junior saya mengkonfirmasi orang ini. Dia dikenal di jalanan sebagai pria yang mengendalikan perdagangan gelap di area pelabuhan. Dia adalah tangan kanan salah satu Boss tertinggi."

​"Dia adalah peringkat petinggi AgateX ke-empat. Nama panggilannya di kalangan bawah adalah Eric."

​Araya mengangguk, mencatat nama Eric. Intelijen ini, digabungkan dengan pengakuan Kevin dan daftar polisi korup, memberikan gambaran yang lengkap.

​"Eric. Sugar Daddy Haruna," gumam Araya. "Jika kita menangkap Eric dan Haruna bersama-sama, kita akan membongkar setengah dari rantai komando mereka."

​Araya dan Indra lanjut berdiskusi, mulai memetakan serangan mereka yang akan datang.

Araya, yang sangat mengenal Indra, menyadari adanya perubahan kecil dalam nada bicara Indra saat membahas Eric dan perencanaan.

​Araya terheran kenapa Indra berbicara sopan sekali menggunakan kata 'Saya', alih-alih bahasa kasual yang biasa mereka gunakan.

​"Sejak kapan kau memanggilku 'Araya' dan bukan 'Sayang'?" goda Araya, mencoba menguji Indra. "Dan sejak kapan kau menggunakan kata 'Saya' saat menjelaskan spekulasi, bukannya 'Aku'? Apakah ini formalitas militer lamamu yang muncul lagi?"

​Indra seketika tersentak. Indra seketika tersadar dan mengubah gaya bicaranya kembali menjadi dirinya yang biasa, sedikit kaku namun dominan.

​"Lupakan saja, Araya," desis Indra. "Mungkin karena aku sudah lama tidak tidur. Kita harus fokus."

​Indra kemudian mengajukan permintaan serius yang merupakan inti dari rencana ini.

​"Aku minta kau menyerahkan Haruna kepada Akari," pinta Indra, tatapannya tegas.

​Araya tahu maksud 'menyerahkan' ini. Itu berarti membiarkan Akari memberikan hukuman pribadinya, jauh dari proses hukum.

​Araya bertanya apa alasannya, meskipun ia sudah tahu jawabannya.

​"Alasan apa? Haruna adalah otak yang membunuh orang tua Akari, mengacaukan hidup gadis itu, dan sekarang mengancam akan menculiknya. Dia pantas mendapatkan lebih dari sekadar penjara."

​"Dia butuh penutupan, Araya. Dan dia sudah cukup berlatih untuk memberikannya."

Araya menatap Indra dengan serius. Sebagai Kepala Detektif, ia tidak bisa begitu saja menyetujui pembalasan dendam pribadi, meskipun ia bersimpati.

​"Apa maksud penjelasanmu bahwa dia 'butuh penutupan', Indra?" tanya Araya, menekan Indra untuk memberikan pembenaran yang lebih kuat. "Kau tahu, aku tidak bisa membiarkan pembunuhan di luar prosedur hukum."

​Lalu Indra menjelaskan apa yang ia simak dari ekspresi Akari saat menjalankan misi, yang tidak dilihat oleh Araya.

​"Aku tahu kau melihat Akari sebagai anak didik, tapi aku melihatnya lebih dalam," jelas Indra. "Aku diam-diam memperhatikan ekspresi dan gerak-gerik Akari setiap hari, Araya. Setiap dia berlatih, setiap dia berbicara tentang orang tuanya."

​Indra berhenti sejenak untuk menekankan poinnya.

​"Akari tidak menginginkan penjara untuk Haruna. Dia ingin Haruna merasakan penderitaan yang sama persis yang ia rasakan. Jika kita mengirim Haruna ke penjara, dendam itu tidak akan pernah hilang. Itu akan merusaknya seumur hidup, bahkan setelah dia lulus kuliah."

​"Satu-satunya cara agar Akari bisa kembali ke kehidupan normal, kembali ke kuliahnya, dan tersenyum lagi adalah jika dia sendiri yang mengakhiri mimpi buruk Haruna. Biarkan dia membersihkan jiwanya sendiri. Itu adalah alasan yang kuharapkan kau mengerti."

Araya mendengarkan penjelasan Indra dengan kepala tertunduk. Ia tahu Indra benar secara emosional, tetapi salah secara legal.

​Araya menghela napas sambil memegang keningnya, mengakui bahwa ia tahu perdebatan seperti ini akan terjadi. Ini selalu menjadi titik konflik utama di antara mereka—hukum versus keadilan.

​"Aku mengerti tentang 'penutupan', Indra," kata Araya. "Tapi kau meminta Kepala Detektif menyerahkan seorang tersangka kunci kepada warga sipil untuk dieksekusi di luar hukum."

​Araya mulai bertanya kepada Indra kenapa ia harus mempercayakan Haruna dieksekusi di tangan Akari.

​"Aku butuh alasan yang sangat, sangat kuat. Alasan yang bisa kuberikan pada diriku sendiri untuk tidur nyenyak setelah membiarkanmu melakukan ini," desak Araya.

​Araya menatap Indra, mencari alasan yang kuat agar ia bisa menyerahkan Haruna ke Akari.

​"Beri aku jaminan, Indra. Jaminan bahwa Akari tidak akan menghancurkan dirinya sendiri. Jaminan bahwa ini akan menjadi akhirnya, bukan awal dari kegelapan barunya."

​Indra membalas tatapan Araya dengan keyakinan yang dingin.

​"Alasannya adalah aku yang akan menemaninya. Aku akan menjadi bayangannya. Jika Akari melangkah terlalu jauh, aku yang akan menghentikannya. Aku tidak akan membiarkan Haruna menghancurkan jiwa gadis itu dua kali."

​"Kau mempercayai Akari karena dia dilatih olehku, Araya. Sekarang, percayai aku karena aku tidak akan pernah membiarkan muridku menjadi pembunuh berdarah dingin. Aku akan pastikan ini hanya terjadi sekali, dan itu akan menjadi akhir dari Higanbana."

Meskipun Indra dan Araya berpikir mereka berbicara dengan suara pelan, Akari yang memiliki indra tajam hasil latihannya, mendengar semuanya.

​Akari menguping dari lantai dua, ia duduk di belakang pintu kamarnya, menempelkan telinganya ke kayu. Ia tidak bisa mendengar setiap kata dengan jelas, tetapi nada bicara dan topik Haruna dan eksekusi cukup untuk membuatnya diam dan mendengarkan.

​Mendengar perdebatan Indra dan Araya tentang apakah ia harus diizinkan untuk membalas dendam, rasanya seperti perdebatan dua orang tua yang berdiskusi tentang anak mereka.

​Ia mendengar kekhawatiran Araya, yang mewakili hukum dan norma, dan ia mendengar pembelaan dingin Indra, yang menawarkan dirinya sebagai jaminan dan pelindung.

​Akari mengepalkan tangannya. Ia menghargai perdebatan mereka. Mereka bukan hanya memberinya pelatihan, tetapi juga memberinya hak untuk menentukan nasibnya—sesuatu yang telah direnggut darinya ketika AgateX membunuh orang tuanya. Ia tahu, apa pun keputusannya, ia akan mematuhi batas yang telah ditetapkan Indra.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!