HOPE And PRAY

"Saya tahu, Anda bekerja untuk seseorang. Sebaiknya Anda ajak orang itu untuk bertemu dengan saya."

Pembicaraan via telepon itu terputus setelah mereka menyepakati waktu dan tempat untuk melakukan pertemuan itu.

Anak buah Anthony sudah menyelidiki tentang Ivy dan Maureen, siapa kerabatnya dan siapa saja yang pernah berhubungan dengan mereka. Sehingga Anthony tahu bahwa dalam waktu dekat, Harold pasti akan mencari tahu tentang kematian Ivy.

Harold dan Pieter menemui Daningga di ruang private sebuah restoran. Daningga bukanlah orang yang suka berbasa-basi.

"Sebelumnya saya minta Anda membaca berkas ini terlebih dahulu." Setelah memperkenalkan diri, Daningga menyodorkan sebuah map berwarna biru.

Kening Harold berkerut ketika membaca berkas itu, "Berikan saya alasan, kenapa saya harus menandatanganinya?"

"Berkas itu adalah kesepakatan antara Anda dengan tuan Anthony. Saya akan memberitahukan kejadian yang sebenarnya tentang nona Ivy, bila anda sudah menandatangani berkas itu," Daningga menyodorkan sebuah pena pada Harold.

"Apa jaminan untukku, bahwa kau tidak akan menipuku?" Harold meragukan ucapan Daningga.

"Reputasiku adalah jaminannya." Daningga adalah seorang advokat terbaik di negara itu.

Kesepakatan itu berisi bahwa Harold tidak akan mengusik Anthony dan keluarganya menyangkut tentang kematian Ivy.

Setelah Harold menandatangani berkas bermaterai dan rangkap dua itu, Daningga menceritakan kronologi kematian Ivy.

Daningga juga menunjukkan copy surat pernyataan damai dan pendonoran organ yang ditandatangani oleh Ivy. Dan memberitahu permintaan terkahir Ivy sebelum meninggal. Rupanya ini adalah sebuah kesalahan yang berakibat fatal dan di luar perkiraan Anthony.

Harold terpukul mendengar itu semua. Dia menyesali kejadian itu. "Andai aku yang ada di sana di saat Ivy sedang sekarat, tentu aku yang diminta untuk menikahi Maureen..." Harold tersentak dari pikirannya.

"Ya ... Maureen. Maureen, aku harus mendapatkannya." Harold berpikir bila ginjal Ivy ada di tubuh Maureen, maka dia bisa melihat Ivy masih hidup dalam bentuk Maureen. Tapi sayangnya Harold sudah terlanjur menandatangani kesepakatan itu dan dia tidak mungkin sanggup melawan Anthony dan keluarganya.

*

Sejak saat itu, Harold jadi terobsesi untuk melihat Maureen setiap hari. Karena tidak bisa memiliki, baginya hanya melihat Maureen dari jarak jauh sudahlah cukup. Hingga sebuah ide gila muncul di kepalanya ketika melihat perut Maureen yang tampak membesar.

"Aku akan menikahi anak perempuanmu, Maureen. Dalam darah anak itu ada Ivyku." Harold berharap semoga anak yang ada dalam kandungan Maureen berjenis kelamin perempuan.

Betapa senangnya Harold ketika tahu bahwa Maureen melahirkan bayi kembar laki-laki dan perempuan. Anthony memberi nama kedua bayinya : Gyverald Prado Garcia dan Gyverine Prada Garcia.

Harold berpikir, bahwa menjadikan anak perempuan Maureen sebagi istrinya bukanlah suatu pelanggaran pada kesepakatan itu.

"Aku akan membuat anak perempuanmu jatuh cinta padaku."

Saking terobsesinya, Harold sampai melupakan selisih umurnya yang sangat jauh dari Prada. Harold mengabaikan kenyataan bahwa Prada lebih pantas untuk menjadi anaknya. Harold segera menyusun rencana untuk menculik bayi perempuan itu.

*

Setelah penculikan baby Prada berhasil digagalkan, Anthony memperketat keamanan keluarganya. Dia tidak memberi celah sedikitpun pada Harold. Bahkan Anthony sampai merekayasa kematian Prada demi keamanannya.

"Maureen, kau harus melahirkan anak perempuan lagi untukku." Sementara Harold tetap setia menunggu kehamilan Maureen berikutnya. Sayangnya harapan Harold itu tidak pernah terjadi. Karena Maureen trauma untuk memiliki anak lagi, setelah kasus penculikan Prada.

Setelah beberapa tahun berlalu, akhirnya Harold mengetahui bahwa Prada masih hidup dan sudah berumahtangga. Harold merasa tertipu dan bertekad menunggu kesempatan yang tepat untuk mendapatkan Prada kembali. Apalagi melihat baby Prada sudah menjelma menjadi seorang wanita yang cantik dan anggun.

Harold mengajak Beno bekerjasama untuk memisahkan Prada dari Sabda. Tapi ternyata Beno mengkhianatinya. Beno pun berniat memperistri Prada setelah Prada bercerai dari Sabda. Siapa yang tidak ingin menjadi menantu dari klan Garcia? Lagipula tidak ada ruginya punya istri secantik Prada.

FLASHBACK OFF

Kembali pada kejadian setelah baku tembak di villa milik klan Anthony.

Dua orang anak buah Blue yang menyamar sebagai dokter keluarga dan perawat, mengantarkan Beno ke rumah sakit. Membuat Beno semakin yakin bahwa klan Garcia ada di pihaknya.

Sambil menahan sakit, Beno menyeringai, "Sebentar lagi, aku akan menjadi bagian dari klan Garcia."

Tanpa sadar Beno meneteskan air liur, rasanya sudah tidak sabar mencumbui Prada yang sexy itu.

Red dan anak buahnya berganti posisi berjaga di villa itu. Sementara Blue dan anak buahnya segera berpindah ke rumah lain yang akan dijadikan tempat tinggal sementara untuk Sabda.

Sesuai perintah Prado, tidak semua anak buah Beno dan Harold dibunuh. Semua itu hanyalah skenario di depan Beno. Seperti juga Lucky, Black akan dimanfaatkan sebagai alat untuk membalas kejahatan Beno.

Pimpinan anak buah Harold yang bernama Sam juga diamankan. Karena bagaimana pun suatu hari nanti, pasti Mr. Anthony akan berhadapan langsung dengan Harold musuh lamanya. Bukan lagi pertempuran antar anak buah. Dan Prado yakin, Sam akan berguna bila saat itu tiba.

*

Prado sedang mempertimbangkan, tempat tinggal yang aman untuk Sabda.

"Sebenarnya tempat yang paling aman untuk bersebunyi adalah tempat yang paling berbahaya," gumam Prado.

Prinsip itulah yang dijalani Prado nantinya.

Setelah gagal memberikan kejutan di villa, Prado memerintahkan Brown untuk mengantar Sabda kembali ke rumahnya sendiri. Sejak dikosongkan beberapa waktu yang lalu, rumah itu sudah tidak lagi didatangi oleh para wartawan.

Rumah itu satu-satunya property yang berhasil dipertahankan dari tangan serakah Beno. Karena tanah itu adalah pemberian dari Mr. Anthony untuk Prada, sebelum menikah dengan Sabda. Meskipun rumah itu dibangun setelah mereka menikah, tapi secara hukum, pemilik tanah lebih berhak atas semua itu.

Pihak musuh berpikir bahwa Sabda tidak mungkin kembali ke sana, apalagi Prada dan anak-anaknya mengungsi ke rumah Prado. Selain untuk keamanan, tentu saja untuk menghindari kejaran para wartawan kepo.

Memasuki rumah itu sambil tersenyum, Sabda sudah membayangkan akan bertemu Prada.

"Prada, aku sangat merindukanmu. Where are you, honey?" Sabda menoleh ke kanan dan ke kiri mencari keberadaan istrinya.

Sampai akhirnya Sabda melangkah tergesa menuju kamar mereka, membuka pintu dan melenan rasa kecewa karena Prada tidak terlihat di sana.

"Maaf Tuan, Nyonya Prada dan anak-anak tidak tinggal di sini lagi." Brown buka suara ketika melihat Sabda berlari ke arah dapur.

Seketika sabda menghentikan langkah, tubuhnya tiba-tiba terasa lemas dan tidak bersemangat lagi. Saking bersemangatnya untuk bertemu Prada, Sabda mengabaikan kondisi rumahnya yang sejak tadi sepi, tidak seperti biasanya.

"Sebaiknya Tuan Sabda berisitirahat. Saya ada perlu sebentar." Brown mengangguk dan berlalu dari sana.

Brown harus melaporkan semua pada Prado, dan menyusun langkah selanjutnya. Setelah kejadian penyerangan di villa itu, Prado berpikir ulang tentang rencananya. Sepertinya Prado harus menunda mempertemukan Sabda dengan Prada ...