Dunia Kultivator adalah dunia yang sangat Kejam dan Keras. Dimana yang kuat akan berkuasa dan yang lemah akan ditindas. Tidak ada belas kasihan, siapapun kamu jika kamu lemah maka hanya ada satu kata untukmu yaitu "Mati".
Dunia yang dipenuhi dengan Keserakahan dan Keputusasaan. Dewa, Iblis, Siluman, Monster, Manusia, dan ras-ras lainnya, semuanya bergantung pada kekuatan. Jika kamu tidak ingin mati maka jadilah yang "Terkuat".
Dunia yang dihuni oleh para Predator yang siap memangsa Buruannya. Tidak ada tempat untuk kabur, apalagi bersembunyi. Jika kamu mati, maka itu sudah menjadi takdirmu karena kamu "Lemah".
Rayzen, salah satu pangeran dari kekaisaran Awan putih, terlahir dengan kekosongan bakat. Hal itu tentunya membuat Ia tidak bisa berkultivasi. Ia dicap sebagai seorang sampah yang tidak layak untuk hidup. Banyak dari saudara-saudaranya yang ingin membunuhnya.
Tetapi tanpa diketahui oleh siapapun, Reyzen ternyata memiliki keberuntungan yang membawanya menuju puncak "Kekuatan".
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RantauL, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 35. Pangeran Gau Ye dan Jendral Jing Hu
Disisi lain, Ray Zen menatap kerumunan itu tajam. “Jumlah mereka terlalu banyak untuk ukuran para bandit,” katanya penuh ketenangan. “Mereka bukan lagi bandit, melainkan pemberontak kekaisaran.”
Bai Hu memperhatikan formasi pasukan bandit yang mengelilingi alun-alun. “Benar pangeran, mereka sangat kuat dan terlatih, melebihi bandit-bandit biasa.”
“Ya, jumlah mereka sekitar lima ribu orang, dengan tingkat kultivasi antara ranah Epick *5 – Ekspert *5.” Han Yu ikut bicara, dengan sorot matanya yang mengarah ke kerumunan.
“Sementara untuk kelima orang berjubah merah itu, dua orang berada diranah Suci *4, dua orang berada diranah Agung *1, dan satu orang lagi berada diranah..,” ucapan Han Yu tertahan, ia terdiam sejenak menatap tajam kearah pria bertopeng tengkorak.
“Legend..,” lanjutnya sedikit ragu.
“Legend..?” kata para pengawal Ray Zen yang lain, terkejut dan saling memandang. Pantas saja bandit Serigala Darah terang-terangan merebut kota Dukee dari kekaisaran Awan Putih. Dengan pemimpin mereka yang berada diranah Legend, tentu mereka akan sangat sulit untuk di taklukan.
“Hemm, benar kakek Han.” Ray Zen membalikkan badannya, menghadap para pengawalnya. “Tapi pria itu bukanlah pemimpin dari para bandit ini. Untuk itu bersiaplah!,” katanya tanpa mempedulikan ekspresi bingung dari para pengawalnya.
“Begitu eksekusi dimulai, kita serang. Kita bebaskan para tawanan, dan kita rebut kembali kota ini. Hari ini Bandit Serigala Darah akan musnah dari kekaisaran Awan Putih.” lanjutnya tegas.
Bai Hu dan yang lainnya mengangguk setuju.
Kembali ke alun-alun kota, para bandit pengeksekusi tahanan telah bersiap di tempatnya. Masing-masing mereka membawa pedang besar, dengan ketajaman yang tidak di ragukan.
Pembunuhan massal sebentar lagi akan terjadi. Beberapa penduduk wanita mulai menjerit ketakutan, bahkan sebagian ada yang pingsan. Para penduduk ingin melawan, tetapi mereka sadar, bandit-bandit itu bukanlah tandingan mereka.
Jing Hu yang menyaksikan hal itu tersenyum dibalik topeng hitamnya. Ia mengangkat tangannya sebagai tanda bersiap untuk para pengeksekusi.
“Bunuh mereka…” teriaknya keras. Para pengeksekusi mengayunkan pedangnya, memotong leher para tahanan.
Craasshh!!
Tiba-tiba, ledakan cahaya merah keemasan menyelimuti panggung eksekusi. Angin panas menyapu alun-alun, menghentikan pedang-pedang yang hampir menebas leher para tawanan. Para pengeksekusi terpental ke belakang, terbakar sebagian tubuhnya.
Dari atap bangunan-bangunan sekitar alun-alun, Ray Zen dan para pengawalnya melompat turun bagaikan petir dari langit.
“Sekarang!” seru Ray Zen lantang.
Bersama teriakan Ray Zen, lima pengawalnya langsung menyebar, masuk ke dalam medan pertempuran dengan kekuatan masing-masing.
Han Yu, mengangkat tangannya ke langit. Sihir api yang membara turun seperti meteor, menghancurkan barisan depan bandit. Ia mengubah udara menjadi neraka, membakar tubuh para bandit yang mencoba menghindar.
Trile, melesat di antara bayang-bayang. Sepasang belati miliknya menari dengan cepat. Dalam hitungan detik, puluhan bandit roboh tanpa sempat berteriak.
Tiger, dengan tangan kosong, menyerang seperti harimau liar. Ia menghancurkan formasi musuh dengan pukulan dan tendangan keras, melempar tubuh para bandit seperti daun diterpa badai.
Bear dengan tubuh besarnya, mengayunkan gada kayu miliknya. Sekali ayun, tiga hingga lima bandit langsung terpental dan tak bergerak lagi.
Sementara itu, Ray Zen berdiri di tengah-tengah para tawanan dan penduduk kota, tepat di atas panggung. Kedua tangannya terangkat, dan cahaya putih keemasan menyebar dari tubuhnya, mengalir ke setiap tahanan.
“Tenanglah… Aku akan memulihkan kalian semua. Hari ini kalian tidak akan mati!” ujarnya tenang.
Tubuh-tubuh yang tadinya lemas dan sekarat mulai kembali segar. Luka-luka mulai tertutup oleh cahaya penyembuh Ray Zen. Bahkan Panglima Lei Duan membuka matanya dan memandang Ray Zen dengan haru.
Hal itu bukan tanpa alasan, selama ini di Istana Kekaisaran, Lei Duan mengenal Ray Zen sebagai seorang sampah, yang tidak bisa berkultivasi. Tak jarang pula ia ikut merendahkan Ray Zen bersama dengan orang-orang kekaisaran lainnya. Akan tetapi melihat Ray Zen yang datang menyelamatkannya hari ini, ia salah besar. Ternyata Ray Zen bukanlah seorang sampah melainkan jenius kekaisaran.
Di sisi lain alun-alun, Bai Hu maju menghadang Jing Hu dan keempat pria berjubah merah lainya.
“Hari ini kalian semua akan mati,” ujar Bai Hu.
Jing Hu tertawa keras. “Kau pikir siapa dirimu? Aku sudah membunuh banyak orang sepertimu.”
Tanpa aba-aba, mereka saling menyerang. Benturan antara kekuatan Bai Hu yang bersih dan tegas dengan gaya brutal dan licik Jing Hu mengguncang udara. Mereka bertarung di atas atap panggung, tinju dan pedang beradu dengan kecepatan tinggi.
Hingga akhirnya—dengan pedang di tangannya, Bai Hu berhasil melepas topeng Jing Hu hingga, terjatuh dilantai, dan pecah berkeping-keping.
Wajah Jing Hu terungkap.
Bai Hu terpaku. “Kau… Kau masih hidup?”
“Lama tidak bertemu Bai Hu.” Ucap Jing Hu dengan senyuman licik diwajahnya. “Aku tidak menyangka jika kau masih mengingatku.”
“Bajingan sepertimu memang pantas untuk mati.” ucap Bai Hu dingin, Tubuhnya diselimuti energi yang begitu besar. Aura di sekeliling mereka berubah menjadi lebih mencekam dengan tekanan yang hebat. Para bandit yang berada didekat pertarungan mereka, hanya bisa berlutut merasakan tekanan energi yang di keluarkan Bai Hu.
Jing Hu mundur satu langkah, mencoba menstabilkan dirinya agar tidak terpengaruh dengan energi yang Bai Hu keluarkan. Dengan energi miliknya, tekanan energi Bai Hu berhasil ia tekan.
“Kau terlalu percaya diri. Lihatlah ke atas,” ucapnya sambil melihat keatas langit. “Hari ini kalian semua akan mati di tangannya.”
Bai Hu menoleh keatas, matanya melotot tajam. Sosok yang ia lihat benar-benar membuatnya mematung seketika. “Pa.., Pa.., Pangeran Gau Ye..?” ucapnya terbata-bata dan langsung terbang kearah Ray Zen.
Saat pertempuran mulai berpihak kepada Ray Zen, tiba-tiba langit berubah kelam. Awan-awan hitam menggulung turun, dan petir merah menyambar ke tengah alun-alun.
Dari atas langit, muncul seorang pria paruh baya, berusia sekitar 40 tahun, berjubah merah dengan garis-garis hitam. Pria itu merupakan pemimpin sejati bandit Serigala Darah. Ia turun perlahan, berdiri di atas pusaran angin. Di belakangnya, lima orang berjubah merah darah lain berdiri membentuk formasi menyerupai segel.
Di saat yang sama, pasukan cadangan sebanyak 5000 orang bandit muncul dari dalam rumah-rumah penduduk, memenuhi jalan-jalan dan mengepung alun-alun sepenuhnya.
Pria paruh baya itu menatap Ray Zen dari kejauhan. Suaranya menggema bagai guntur.
“Ray Zen… Pangeran Kekaisaran Awan Putih. Akhirnya kau datang juga. Tapi terlambat. Kota ini kini milikku. Kau tidak akan bisa merebutnya dari tanganku.”
“Berhati-hatilah pangeran.” ucap Bai Hu yang telah berada didekat Ray Zen.
“Kau mengenal mereka paman?” tanya Ray Zen penasaran.
Bai Hu mengangguk, “Pria itu bernama Gau Ye, pangeran. Ia adalah putra bungsu dari kaisar Rou Ye, kaisar Kekaisaran Awan Putih sebelumnya. Sementara pria yang tadi bertarung denganku bernama Jing Hu. Dia adalah manusia biadab yang rela memusnahkan klannya sendiri hanya untuk mendapatkan jabatan jendral. Aku tidak menyangka jika mereka berdua masih hidup. Karena setahuku, mereka telah di bunuh oleh Jendral Gan Che.”
Ray Zen berpikir sejenak. “Hmm, menarik.” gumamnya singkat, lalu maju beberapa langkah. Ia menaikkan volume suaranya, berbicara kepada Gau Ye yang berada diatasnya. “Kau terlalu percaya diri pak tua.”
Gau Ye tertawa keras, di ikuti oleh kelima orang berjubah di belakangnya. “Kau pikir siapa dirimu bocah bodoh? Bahkan ayahmu saja belum tentu bisa mengalahkanku.., Bunuh bocah keparat itu!” perintahnya kepada seluruh bandit. Kelima orang berjubah merah segera melesat dengan cepat kearah Ray Zen, di ikuti dengan ribuan bandit lainnya.
Melihat itu, Ray Zen mengayunkan tangannya, membuat tiga orang pasukan bayangan dengan aura mengerikan muncul di depannya. Pasukan bayangan itu adalah Gung Bou dan kedua rekan pembunuhnya.
Dengan kekuatan yang telah meningkat, mereka bertiga menyambut para bandit berjubah merah itu.
Pertempuran besar pun terjadi. Ray Zen dan para pengawalnya di bantu oleh para tahanan yang telah pulih sepenuhnya bertarung melawan kekuatan ribuan bandit, sepuluh orang petarung elit berjubah merah, dan pemimpin bandit dengan kekuatan ranah Legend, yang belum mengeluarkan kekuatannya.
Langit bergemuruh. Di tengah pertempuran yang semakin kacau, tanah alun-alun Dukee bergetar keras. Teriakan, dentingan senjata, dan ledakan energi terdengar dari segala penjuru kota.
Sementara itu, para penduduk kota tetap berdiri tenang di tempatnya menyaksikan pertempuran mengerikan itu. Mereka tetap aman karena berada didalam kubah pelindung yang dibuat oleh Ray Zen.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
q suka ceritanya
🤣😜😜🤣😜
sungguh tidak ada ide yang lain😜😜😜