Dean Willis Granger cucu dari pemilik Rumah Sakit ternama Gr.Hospital. Menjadi cucu laki - laki satu - satunya dan belum menikah, membuat pria itu menerima beban tuntutan dan harus menerima akan perjodohan yang telah di atur sang kakek.
"ck ini sudah zaman modern tidak perlu perjodohan atau semacamnya" tolaknya dengan santai seraya memakai jas nya.
"Tidak, besok acara makan malam. Tidak ada penolakan Dean" ketusnya yang berlalu meninggalkan cucunya yang mematung.
***
Pertemuan dengan keluarga Ashton nyatanya merubah sudut pandang Dean. Gadis Nakal yang dia temui tempo lalu di sebuah bar nyatanya adalah calon adik iparnya. Sifatnya bertolak belakang dari saat pertama kali bertemu.
"Naomi, masih ingat denganku?" Kedua alisnya terangkat dan memberikan seringainya.
"S-siapa? Mau apa memgikutiku hah? Kau ini calon suami kak Grace!" memberikan ultmatum.
"Aku tidak berselera tidur dengan pria yang usianya lebih tua dariku" ejek Dean menirukan kalimat yang pernah diucapkan Naomi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon jeonfe, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Awasi Cucuku
"Huh" wanita itu menghela nafasnya tatkala mendapati banyak pasien yang mendaftar di meja administrasi. Tugasnya kali ini cukup melelahkan karena jumlah pendaftar meningkat seiring berjalannya waktu.
"Minumlah dulu" sebuah uluran tangan dengan sebotol air mineral terlihat di depannya. Grace menengadah melihat siapa orang baik yang memberikan sesuatu yang sangat dia butuhkan sekarang.
Dokter Zayn tersenyum dan mengangkat kedua alisnya. Grace dengan senang hati mengambil air botol mineral tersebut dan tersenyum. "Terima kasih" ucapnya yang langsung membuka botol air mineral tersebut dan meneguknya.
"Hmm.. kamu sangat terlihat lelah hari ini" ucap dokter Zayn menebak - nebak. Dia terkekeh melihat Grace yabg terlihat penuh keringat bercucuran di keningnya.
"Ya , ini melebihi hari - hari biasanya. Melayani para penduduk dan menenangkan anak - anak yang menangis karena takut jarum suntik. Pengalaman baru yang aku sukai. Hmm walau melelahkan" sahutnya menanggapi dan ikut menertawakan dirinya sendiri.
Dokter Zayn menanggapi dengan seksama setiap kalimat yang dia dengar dari mulut Grace. Bagi Grace yang notabenya seorang manager pasti terasa mendapat challange baru akan ini. Sedangkan baginya ini bukan hal baru, mengingat pengalamannya di tahun - tahun sebelumnya.
"Kamu sudah memakai hati untuk pekerjaan ini. Itulah kenapa kamu menyukai ini" tutur dokter Zayn dengan senyum hangatnya.
Jas putih yang sudah terlihat tak lagi putih bersih, melainkan sudah berwarna sedikir cream akibat debu dan cuaca yang tak menentu. Bekerja di lapangan dengan bertemu banyaknya masyarakat pedalaman yang membutuhkan pemeriksaan fasilitas kesehatan.
"Hmm.. aku merasa bangga bagi para dokter - dokter dan perawat disini. Aku yakin jam tidur kalian tidak pernah baik" ucap Grace menebak.
Beberapa hari yang lalu saat hujan cukup deras ada panggilan darurat untuk mengunjungi rumah seorang pasien, seorang ibu hamil yang yang mengalami pendarah*an. Walau bukan dokter kandungan, namun dia cukup lihai untuk menangani itu.
Tidak jarang Grace mengetahui jika para staff medis hanya tidur dua sampai tiga jam. Beristirahat lebih sedikit dari staff lainnya. Tatapan bangganya seolah bersinar dan memberikan pengakuan untuk kinerja pria yang duduk di sampingnya.
"Ha ha, jam tidur hanya pelengkap. Tapi aku menghargai pekerjaan ini karena ini pilihanku" ucap dokter Zayn memberikan pengakuannya.
"Hmm.. ya benar. Kita berpegang teguh pada tanggung jawab." Ucap Grace mengakui itu juga.
"Ngomong - ngomong bagaimana dengan kabar adikmu? Aku rasa tidak perlu ada yang dikhawatirkan lagi. Aku tidak pernah melihatmu menangis semenjak itu" ucap dokter Zayn dengan kekehannya.
Grace merasa malu, saat kabar yang dia dapati dari Perancis membuat dirinya down. Kehadiran ayah kandung Naomi ke Perancis membuatnya sempat berfikir - fikir yang tidak - tidak. Apalagi posisi dia yang terpantau jauh dengan adiknya. Tidak bisa memeluknya dan menenangkannya.
"Hmm dia baik - baik saja. Dia tidak kemana - mana. Aku sempat takut dia akan dibawa oleh ayah kandungnya. Setiap hari aku sering mendengar celotehan dari dia yang cerewet hehe. Dia nampaknya cukup bahagia dengan kekasihnya" ucap Grace dengan pandangan kosong ke arah depannya. Menatap langit malam yang bertabur di langit.
"Kekasih?" Kedua alis dokter Zayn terangkat. Dia cukup terkejut mendengar berita baru itu.
"Iya, dia punya kekasih. Aku tidak perlu khawatir karena aku tahu siapa orangnya" ucap Grace menatap dokter Zayn dengan senyumnya.
"Presdir?" Kata yang pelan terucap namun masih terdengar oleh Grace. Grace segera membalikan badannya berhadapan dengan dokter Zayn. Dia nampak terkejut dan meminta penjelasan akan tebakan yang tepat sasaran itu.
"Hei tidak perlu menatapku seperti itu. Mudah mengenali itu semua. Terlebih melihat gerak - gerik presdir yang sangat jauh dari biasanya" ucap dokter memberikan pembelaan.
Dia mulai menceritakan kecurigaan pertama akan hubungan yang berbeda antara Dean dan Naomi, terlebih pertama kali mereka bertemu ketika mengobati Naomi yang mengalami cidera. Dia bisa melihat kekhawatira Dean di balik omelannya saat itu.
***
"dikunci" ucap Enrico saat mencoba membuka knop pintu ruangan kerjanya. Lampunya masih menyala yang menandakan seharusnya ada orang. Dia melihat ke arah pintu yang terdapat kaca di bagian atasnya.
*DEG*
Pria itu perlahan melepaskan cengkraman tangannya di pintu. Dia mencoba menyadarkan akan apa yang dia lihat.
Dia memundurkan langkahnya dan melihat papan tulisan yang tertempel di dinding samping pintu masuk. Dia tidak salah membaca jika di sana tertulis "Staff Divisi V Room".
"Tidak salah, aku sudah belasan tahun disini. Ini ruanganku bukan ruangan presdir" gumamnya lagi yang masih belum sepenuhnya mencerna dengan baik.
Enrico melihat kembali ke arah dalam. Melihat Dean yang memeluk Naomi dari belakang dan memberikan kecupan di pipi Naomi. Gadis yang nampak diam saja seperti sudah terbiasa akan itu.
"Naomi dan Presdir? Oh no no. Aduh. Ini sungguhan ? Bukankah dengan manager Grace ?" Ucapnya kelimpungan sendiri dan pada akhirnya meninggalkan area tersebut dan kembali ke area parkir. Mencari jawaban di sela - sela kebingungan yang dia dapati.
Sudah hampir setengah jam Enrico duduk di kursi tunggu. Dia tidak bisa masuk begitu saja ke ruangan atau mengetuk pintu. Itu akan menjadi sebuah masalah.
Dering ponselnya membangunkan lamunannya. Nama sang istri yang menelfon dipastikan sudah menunggu lama untuk di jemput. Mau tidak mau dia harus bisa membawa kunci mobil itu.
"Ish aku akan menelfon Naomi saja" finalnya.
***
*tok tok tok*
"Naomi mama boleh masuk?" Tanya Lucy di depan pintu kamar Naomi. Dua hari ini dia bisa berdekatan dengan putrinya.
"Boleh mah sebentar" ucapnya menjawab dari dalam. Naomi yang sedang berbaring seraya berbalas pesan dengan kekasihnya langsung beranjak dan membuka pintu kamar.
"Boleh mama menginap di sini? Mama sangat rindu anak - anak mama" ucap Lucy dengan tulus.
"Tentu bolehh dong ma. Aku juga rindu dan sudah lama tidak tidur bersama mama" ucap Naomi penuh kegirangan. Dia menyambut dengan baik kedatangan Lucy ke kamarnya.
Naomi menarik lengan ibunya dan mendudukan di ranjangnya. Dia memeluk sang ibu cukup erat seperti anak kecil.
"Ha ha sejak kapan Naomi sebesar ini" ucap Lucy seraya mengelus surai Naomi. Dia cukup tertawa dan dikejutkan dengan putri bungsunya yang sudah besar.
"Bagaimana pekerjaanmu hari ini? Apakah lelah?" Tanyanya mengajak berbicara santai.
"Hmm.. lumayan lelah. Tapi aku menyelesaikan dengan baik" jawabnya dengan suara yang terdengar pelan.
"Baguslah. Mama percaya Naomi bisa menyelesaikan dengan baik" ucap Lucy mengapresiasi akan apa yang dilakukan putrinya.
"Ya tentu dong ma, hehe. Aku akan berusaha" jawabnya lagi. Pelukannya penuh dengan keheningan. Kantuknya kini mulai datang. Naomi memejamkan matanya sejenak.
"Naomi kapan - kapan mama dan papa boleh menginap ke apartement Naomi ?" Pertanyaan yang timbul tiba - tiba seketika membangunkan Naomi.
"Apa ma?" Tanyanya sekali lagi memastikan pendengarannya baik.
"Kapan - kapan mama dan papa mau berkunjung ke sana dan menginap. Boleh kan? Selama ini mama belum mengetahui apartement Naomi." Ucap Lucy pada putrinya.
"Eh iya. B-boleh. Tapi apartementnya cukup berantakan" sahut Naomi yang merasa ragu akan jawabannya sendiri.
"Tidak apa - apa biar mama bantu bereskan. Apa nama apartementnya? Mama belum tahu loh" ucap lagi Lucy menanyakan.
"Ah hehe iya ma Residence Charles Floquet" jawabnya ragu dan semakin pelan dari sebelumnya.
"Residence?" Jedanya yang cukup terkejut mendengar nama apartement putrinya. Itu termasuk kawasan elite dengan harga yang cukup tinggi.
"A-aku tinggal di sana karena ada temanku yang pindah tapi kontrak apartementnya masih ada. Aku hanya bayar semampuku saja" ucapnya langsung. Menyanggah prasangka buruk.
"Ah begitu ya. Temanmu baik sekali Naomi" sahut Lucy yang akhirnya memahami karangan cerita dari Naomi.
"Iya ma , dia sangat baik. Mama ingin mengucapkan terima kasih mama padanya" ucap Lucy memberikan opininya.
"Nanti kalau dia datang ke sini aku beri tahu. Sekarang dia ada di Australia" ucap Naomi mengarang bebas.
***
William meletakkan teh secara perlahan, dia masih memikirkan tentang ucapan dari Natasha. "Hmm.. Juan" panggilnya pada asistennya yang berdiri di belakangnya.
"Iya tuan" pria itu menghampiri tuannya.
"Selidiki tentang cucuku Dean. Kemana saja dia pergi dan dengan siapa dia di apartementnya!" Perintahnya pada Juan.
"Baik tuan. Sebelumnya saya minta maaf, saya mendapat kabar jika besok tuan Dean akan mengadakan pertemuan di California" ucapnya setelah mendapat informasi dari pihak Rumah sakit pagi tadi.
"ck.. anak itu selalu tidak memberitahuku" kesalnya karena sampai sekarang Dean belum berkunjung ke mansionnya.
thor