Safira di jebak oleh teman-teman yang merasa iri padanya, hingga ia hamil dan memiliki tiga anak sekaligus dari pria yang pernah menodainya.
Perjalanan sulit untuk membesarkan ke tiga anaknya seorang diri, membuatnya melupakan tentang rasa cinta. Sulit baginya untuk bisa mempercayai kaum lelaki, dan ia hanya menganggap laki-laki itu teman.
Sampai saat ayah dari ke tiga anaknya datang memohon ampun atas apa yang ia lakukan dulu, barulah Safira bisa menerima seseorang yang selalu mengatakan cinta untuknya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sun_flower95, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Eps 26
Devi terus memojokkan Safira.
"apa mereka anak-anak mu?" tanya Sarah.
"Ya mereka anak ku" jawab Safira.
"Siapa ayahnya? Apa mereka hasil dari hubungan gelap mu dengan pria lain?" tanya Devi dengan angkuh.
"Untuk apa bertanya tentang ayah mereka, bukankah kalian mengetahui dengan jelas siapa ayahnya?" tanya Safira.
"Apa maksudmu mereka hasil dari usaha kami mengerjai mu dulu?" tanya Devi dengan bangga dan wajah yang di buat terkejut.
"Mereka anak Arselo?" tanya Sarah pelan.
"Ya, mereka adalah anak dari laki-laki yang kalian bawa untuk menjebak ku" jawab Safira marah.
Berbeda dengan Devi, raut wajah Sarah terlihat terkejut dan sedih dia tidak menyangka jika apa yang sudah mereka lakukan dulu akan berbuntut panjang seperti ini.
Sedangkan Sofyan yang masih di sana sangat terkejut, ternyata tuannya sudah melakukan hal yang buruk sampai sejauh itu. Setelah mengetahui kenyataan itu, Sofyan pun memutuskan untuk pergi dari sana. Ia perlu menata hatinya kembali, karena ia sadar, rasa suka dan kagumnya pada Safira tidak akan sebanding jika di setara kan dengan Arselo.
Saat itu juga Sarah tiba-tiba saja dia bertekuk lutut di hadapan Safira.
"Fira, gue minta maaf. Gue gak nyangka kalo bakalan gini jadinya, gue pikir cukup nyakitin lo waktu itu. Gue gak berfikir kemungkinan lo bakal hamil sampai punya anak seperti ini. Dulu gue emang gak suka dan benci sama loe tapi bukan ini yang gue mau. Gue minta maaf sebesar-besarnya sama loe, gue nyesel Fir" ucap Sarah panjang lebar sambil menangis tersedu-sedu.
Devi yang melihat sikap Sarah seperti itu di buat panik.
"Sar, loe kenapa gini, ayo bangun" ucap Devi Devi merangkul bahunya untuk membantu Sarah agar berdiri lagi.
"Gak, gue gak mau bangun sebelum Safira maafin gue. Selama ini gue selalu di hantui rasa bersalah" ucap Sarah.
Devi yang kesal dengan sikap Sarah pun menarik paksa tubuh Sarah dan membawanya pergi dari restoran itu.
Safira yang melihat sikap Sarah kala itu hanya bisa terdiam, dia bingung harus bersikap seperti apa, dia masih butuh waktu untuk mencerna semuanya. Pertemuannya dengan Devi dan Sarah yang mendadak membuatnya bingung harus bagaimana.
Setelah melihat Devi dan Sarah pergi, Safira pun meminta maaf kepada semua pengunjung atas keributan yang baru saja terjadi, selepas itu Safira pun pergi ke ruangannya menyusul anak-anaknya dan Anisa, setelah sebelumnya meminta Sinta untuk membawakan minuman dan cemilan ke ruangannya.
"Tumben anak-anak mama minta pulang ke sini, ada apa sayang?" tanya Safira setelah berada di ruangannya bersama anak-anak yang terlihat sedih dan lesu.
Anak-anak masih diam tak ada yang mau menjawab pertanyaan Safira, akhirnya Safira pun bertanya pada Anisa.
"Ada kejadian apa di sekolah anak-anak, Nis?" tanya Safira.
"Mmm, anu bu-" ucap Anisa ragu.
"Ada apa?" tanya Safira penasaran dengan Anisa yang terlihat ragu untuk menjawab "Bicara lah" perintah Safira.
"Anak-anak sedih karena tadi guru menyuruh untuk menggambar sebuah keluarga bahagia, dan anak-anak pun antusias untuk menggambarkannya, tapi saat penilaian guru menanyakan kenapa gambar Dayyan, Raiyan dan Qirani berbeda karena gak ada ayahnya. Dan seketika teman-teman sekelasnya mengatai bahwa Dayyan, Raiyan dan Qirani tidak punya ayah, itu membuat anak-anak sedih dan malu" jawab Anisa menerangkan kejadian tadi di sekolah si kembar.
Mendengar cerita Anisa, seketika membuat hati Safira sakit dan jantungnya seakan di remas kuat, tanpa bisa di bendung air matanya mengalir perlahan.
Anak-anak pun memeluk erat tubuh Safira, mereka menangis sedih bersama.
"Maafkan mama, karena tidak bisa memberikan keluarga yang utuh untuk kalian sayang" ucap Safira sedih.
Anak-anak yang berada di pelukan Safira pun menggeleng.
"Tidak apa-apa mama, buat kami sudah ada mama pun tidak apa-apa. Mama adalah segalanya bagi kami. Kami sangat bersyukur atas itu" ucap Dayyan mewakili adik-adiknya.
Anisa yang melihat ibu dan anak-anak itu menangis, dia pun turut larut merasakan sedih. Dia memang tidak mengalaminya, tapi dia dapat merasakan sakit hati yang anak asuhnya alami tadi di sekolah.
Tepat mereka tengah menangis, sebuah ketukan di pintu terdengar, Anisa segera bangkit dari duduknya dan membukakan pintu untuk orang itu. Abizar nampak di balik pintu itu, Anisa segera menyuruhnya masuk.
"Silahkan masuk pa" ucap Anisa mempersilahkan Abizar masuk, sedangkan dirinya ke luar dari ruangan itu dengan menyisakan Safira, Abizar dan anak-anak.
Abizar yang melihat Safira tengah menangis bersama anak-anak pun segera menghampirinya dan menanyakan apa yang sudah terjadi.
"Kalian kenapa bersedih dan menangis seperti itu?" tanya Abizar setelah berada di dekat anak-anak.
Anak-anak yang mendengar suara Abizar pun langsung berbalik memeluk Abizar, hingga hampir saja ia terjungkal ke belakang.
Anak-anak masih bungkam sambil menangis, sementara Safira yang sudah lepas dari pelukan si kembar sedang berusaha menenangkan dirinya.
Abizar meraih bahu Safira untuk membantunya meredakan tangisannya, setengah jam kemudian barulah ruangan itu tenang kembali.
"Apa om boleh tahu alasan kalian menangis seperti tadi?" tanya Abizar pada si kembar tiga.
"Kami sedih teman-teman mengatai dan mengolok-olok kami karena tidak punya papa" jawab Raiyan setelah ia merasa tenang.
"Kenapa mereka bisa seperti itu? Kan selama ini kalian cukup akur dengan teman-teman kalian itu" tanya Abizar lagi.
"Tadi bu guru meminta kami semua menggambar sebuah keluarga dan kami hanya bisa menggambar mama, Abang Day, Abang Rai, Nini dan Qiran saja. Terus bu guru bertanya, kenapa kami tidak gambar papa, kami jawab belum pernah bertemu papa. Dan teman-teman langsung menyoraki kami gak punya papa" jawab Qirani masih tersedu-sedu.
"Sabar ya sayang, kalian boleh ko anggap om Abi seperti papa kalian" jawab Abizar menenangkan anak-anak. Raiyan dan Qirani memang tersenyum senang, Tapi tidak dengan Dayyan.
Sedangkan Safira dia tak bisa berkata apa-apa, dia bingung harus berkata apa.
"Boleh om?" tanya Qirani antusias.
"Tentu saja boleh" jawab Abizar.
"Tapi om-" Dayyan bersuara.
"Setahu Abang, yang namanya keluarga itu mama dan papa tinggal bersama dan satu rumah" sambungnya lagi.
Abizar yang mendengar pernyataan Dayyan pun tersenyum, agak sulit memberi pengertian pada anak-anak yang usianya masih lima tahun.
"Tidak harus selalu satu rumah sayang. Lihat om, aunty, Nin dan Aki itu satu keluarga tapi kami tidak tinggal bersama kan?" tanya Abizar memberi sedikit contoh yang menurutnya bisa di mengerti anak-anak.
"Tapi Abang gak bisa, om Abi dan mama kan tidak menikah jadi om Abi gak bisa jadi papa kami" ucap Dayyan lagi.
Abizar tersenyum untuk menghalau ke gugupan nya dia cukup bingung untuk menjawab perkataan Dayyan, ia pun langsung mengalihkan perhatiannya dengan mengajak anak-anak untuk jalan-jalan di mall terdekat. Dengan girang anak-anak itu menyetujuinya.