NovelToon NovelToon
Misteri Obat Kuat di Dompet Suamiku

Misteri Obat Kuat di Dompet Suamiku

Status: sedang berlangsung
Genre:Pelakor jahat / Pelakor / Selingkuh
Popularitas:157
Nilai: 5
Nama Author: Caracaramel

Anton selalu pulang dengan senyum hangat, perhatian yang tak berubah, dan alasan pekerjaan yang terdengar sangat wajar. Terlalu wajar, hingga Nayla tak pernah merasa perlu meragukannya.

Namun ketika satu demi satu kejanggalan kecil muncul, Nayla mulai dihadapkan pada kenyataan pahit. Pengkhianatan tak selalu datang dari sikap yang dingin, melainkan dari kehangatan yang dijaga dengan terlalu rapi.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Caracaramel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 19

Nayla duduk di meja makan, menatap roti panggang yang tak disentuh. Aroma kopi yang biasanya menenangkan justru membuat dadanya semakin berat.

Ia mengaduk kopi itu, berulang-ulang, tanpa niat untuk meminumnya. Dea turun dari tangga sambil menguap besar.

“Ma, Papa belum pulang?” tanya Dea sambil mengusap matanya.

Nayla tersenyum kecil, sebuah senyum yang terasa dipaksa dari seluruh wajahnya.

“Papamu ada urusan kerja. Katanya di luar kota. Mungkin sebentar lagi pulang.”

Padahal, ponselnya sudah tidak berbunyi sejak malam. Tidak ada pesan dan kabar. Anton berjanji akan menghubungi kembali. Tapi yang ada, hanya sunyi yang menusuk sampai ke tulang.

“Dea berangkat sama Mama Vina aja, ya? Mama agak pusing,” kata Nayla akhirnya.

Dea mengangguk. “Iya, Mah.”

Begitu Dea pergi, rumah berubah sunyi lagi. Sunyi yang menegaskan betapa Nayla sedang sendirian menghadapi ketidakpastian. Dia berjalan ke kamarnya, duduk di ujung ranjang, memijat pelipis sambil menatap amplop putih yang ditemukan semalam.

Semalam ia terlalu terpukul untuk menyadarinya. Namun kini, tulisan kecil itu justru terasa seperti pukulan kedua.

“Check-in dilakukan oleh pemilik identitas langsung.”

Bukan teman dan bukan nitip. Anton berbohong.

Nayla memejamkan mata, menarik napas dalam, lalu mendesah panjang. Dia tidak tahu apa yang lebih menyakitkan antar kebohongan Anton atau kenyataan bahwa dirinya mulai tidak percaya pada lelaki yang dulu ia kenali dengan sangat baik.

Nayla meraih ponsel. Jempolnya bergerak lambat, mengetik pesan.

Nayla:

Mas, kapan pulang? Aku mau bicara.

Namun sebelum dia menekan kirim, layar ponsel menyala. Anton menelpon. Nayla langsung menjawab.

“Mas?”

Suara Anton terdengar normal. Bahkan terlalu normal untuk orang yang baru saja mengingkari janji. Tidak ada nada bersalah, ataupun pembahasan kenapa dia tidak menelpon tadi malam.

“Maaf, Mas nggak bisa pulang malam ini, Sayang. Mas baru kelar sekarang, mau istirahat dulu.”

Alasan itu lagi. Alasan yang semakin kesini terdengar semakin dingin.

Nayla menelan ludah. “Kerja di mana, Mas?”

“Mas kan udah bilang di luar kota Samarinda. Mas ke Balikpapan. Besok siang Mas pulang.”

Kebohongan yang diulang. Dengan suara yang terlalu stabil untuk dianggap jujur. Nayla jadi hafal alasan-alasan itu.

“Kamu bilang hari ini mau pulang. Nggak jadi, Mas?” tanya Nayla dengan Nada interogasi.

“Belum bisa, Sayang. Masih banyak yang harus Mas kerjakan.”

“Oh, ya sudah. Hati-hati, Mas. Jangan lupa makan.” ucap Nayla lirih..

“Oke sayang.”

Telepon ditutup. Tapi kali ini, Nayla tidak menangis. Justru, dia merasa benar-benar tenang. Berarti, kepastian bahwa firasatnya selama ini tidak salah. Ada sesuatu yang Anton sembunyikan.

****

Sore tiba. Dea pulang diantar Vina dan Lestari. Nayla berdiri di teras, tersenyum pada keduanya.

“Terima kasih sudah antar Dea, Bu Lestari,” ucap Nayla ramah, seperti biasa.

Lestari tersenyum hangat, senyum yang selama ini Nayla percaya penuh.

“Tidak apa-apa, Bu Nayla. Dea kan memang sering bareng Vina.”

Nayla menatap Lestari sesaat. Ada sesuatu di wajah wanita itu yang membuat dadanya berdesir aneh, bukan curiga, tapi lebih pada sesuatu yang sulit dijelaskan. Entah bagaimana, tatapan Lestari hari itu membuat Nayla merasa tidak nyaman.

Dan anehnya, parfum yang dipakai Lestari, mirip dengan parfum yang pernah menempel pada kemeja Anton.

Nayla memaksa tersenyum. “Maaf, saya masuk dulu ya, Bu.”

Setelah pintu tertutup, Nayla berdiri mematung. Bagaimana mungkin ia tidak pernah memperhatikan hal itu?

Bagaimana mungkin semua ini terlihat begitu biasa, padahal semakin hari semakin janggal?

****

Malamnya, ia makan malam bersama Dea. Tapi Nayla tidak bisa makan banyak.

Setiap suap terasa pahit. Setelah makan, ia kembali ke kamar, mondar-mandir sambil menatap ponsel.

Anton tidak menelepon. Tidak mengirim pesan. Nayla benar-benar hilang kesabaran. Dia menelpon suaminya, namun kali ini langsung diangkat.

“Halo, Sayang?” jawab Anton dengan tenang.

“Mas, kamu lagi apa? Kenapa nggak ada hubungi aku sama sekali?” tanya Nayla menatap kosong dinding di hadapannya.

“Maaf ya, Sayang. Aku sibuk banget di sini. Banyak investor yang mau nanam saham di perusahaan kita. Jadi, aku nggak bisa lewatkan begitu saja. Tapi, aku janji, kalau nanti udah selesai semua, aku bakal langsung pulang.” ujar Anton berusaha untuk menenangkan istrinya.

Nayla menghela napas panjang. Semua kalimat penenang itu sudah tidak mampu lagi membuatnya tenang. Dia merasa hambar ketika Anton memanggilnya sayang. Nayla hanya ingin mengakhiri kekhawatirannya, karena dia yakin Anton bukan sedang bekerja.

“Lekas pulang ya, Mas. Ada yang mau aku bicarain ke kamu,” ujar Nayla datar.

“Mau bahas tentang yang kemarin lagi, Nay? Kan aku udah bilang…”

“Bukan.” potong Nayla. “Ada hal yang lain yang mau aku bicarain ke kamu.”

Anton terdiam lama. Hanya keheningan yang ada di jeda itu. Sementara Nayla, masih dengan pikirannya yang ramai.

“Ya sudah ya, Mas. Aku tutup dulu teleponnya.”

Nayla mematikan telepon sepihak. Dia meletakkan ponselnya di atas ranjang. Tak ada telepon ulang dari Anton untuk menanyakan alasan mengapa istrinya begitu.

Nayla melangkahkan kakinya ke meja rias. Lama dia pandangi pantulan dirinya di cermin. Terlihat seorang perempuan dengan nasib menyedihkan di sana. Air matanya mengalir deras, ketika dia ingat bagaimana Anton meminta Nayla pada kedua orangtuanya. Anton berjanji akan membahagiakan Nayla sampai akhir. Namun, semuanya hanya kebohongan yang disusun rapi oleh Anton entah sudah berapa lama.

“Kalau Mas bohong…,” ucap Nayla pada bayangannya di cermin, “Aku yang bakal cari tau kebenarannya sendiri.”

Nayla menyeka air matanya dengan kasar. Dia tidak mau menjatuhkan air mata untuk laki-laki seperti suaminya. Kepercayaannya sudah runtuh.

Tok! Tok! Pintu diketuk pelan dari luar, diikuti dengan suara Dea yang lembut memanggil Nayla.

“Ma, Dea boleh masuk?” tanya gadis itu dengan hati-hati.

“Iya. Masuk sayang,” jawab Nayla dengan nada ceria yang dipaksakan.

Pintu terbuka. Dea masuk pelan-pelan, kemudian menutup pintu. Dia melihat Nayla sedang duduk di tepi ranjang sambil tersenyum. Meski dia tersenyum, matanya tidak menunjukkan hal yang sama.

“Ada apa, Sayang? Sini duduk.”  tanya Nayla sambil menyuruh Dea duduk di dekatnya.

Dea melangkah mendekati Nayla, duduk di samping ibunya. “Ma, dari kemarin Dea lihat Mama murung terus. Ada apa, Ma? Mama cerita sama Dea, jangan dipendam sendiri.” 

“Mama murung? Masa, sih? Mama ngerasa biasa aja. Kamu salah lihat mungkin,” ujar Nayla sambil tertawa.

Dea tahu, tawa itu tidak nyata. Ibunya hanya ingin terlihat tegar sendirian. Tapi, dia bukan anak kecil lagi yang bisa dibohongi.

“Papa ya, Ma?” tanya Dea yang membuat tawa Nayla terhenti.

“Ha? Kok tiba-tiba Papa? Nggak ah, Mama fine, Dea. Mama nggak ada murung. Kamu kenapa deh mikirnya Mama murung,” ujar Nayla berusaha meyakinkan. 

Dea lama memandang wajah Nayla, kemudian memeluk ibunya itu. Nayla terdiam. Dia ingin menangis di dalam pelukan putrinya, namun tidak boleh. Dea tidak boleh tahu masalah kedua orangtuanya.

“Kalau ada apa-apa, Mama nggak boleh pendam sendirian. Ada Dea, Mama bisa cerita apa aja ke Dea.” kata gadis itu di balik punggung Nayla.

“Iya, Mama bakal cerita kalau ada apa-apa. Makasih, ya.” ucap Nayla.

Dea pamit kembali ke kamarnya. Sebelum pintu dia tutup, dia melongokan sedikit kepalanya. 

“Love you, Ma.”

“Love you too.”

Setelah itu, barulah pintu benar-benar ditutup. Nayla kembali sendiri di kamarnya. Dia bersyukur masih ada Dea di sisinya.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!