Aluna seorang gadis manis yang terpaksa harus menerima perjodohan dengan pria pilihan keluarganya.Umurnya yang sudah memasuki 25 tahun dan masih lajang membuat keluarganya menjodohkannya.
Bukan harta bukan rupa yang membuat keluarganya menjodohkannya dengan Firman. Karena nyatanya Firman B aja dari segala sisi.
Menikah dengan pria tak dikenal dan HARUS tinggal seatap dengan ipar yang kelewat bar-bar.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ismi Sasmi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 19 KETEMU MANTAN
"Makan siang ini kalian mau makan apa ?" tanyaku pada Ika yangakan menaruh kue di etalase.
"Terserah Mbak aja."
"Gimana kalau ayam geprek ?" usulku.
"Boleh juga tuh, Mbak" jawab Ika antusias.
"Kamu tanya Fika gih, dia mau makan apa ? Kali aja pengen makan yang lain."
Ika bergegas ke belakang untuk menanyakan pada Fika.
"Katanya samain aja, Mbak." jawab Ika.
"Ya udah, Mbak pergi dulu. Titip toko ya !" pamitku pada Ika.
"Aman, Mbak ! Hati-hati dijalan ya, Mbak !" serunya.
Aku pun mengacungkan jempol dan di balas Ika dengan lambaian tangan.
Aku berkendara dengan kecepatan sedang. Sebelum membeli ayam geprek, terlebih dahulu aku singgah di masjid untuk shalat Dzuhur. Kami bertiga memang bergantian sholat di masjid terdekat.
setelah memarkirkan motor, aku pun segera berwudhu di tempat wudhu khusus wanita. aku pun menunaikan shalat Dzuhur dengan khusyuk tak lupa berdoa selesai shalat, semoga Allah selalu mempermudah jalanku.
Bergegas ku keluar mesjid untuk membelikan makan siang untuk kami bertiga. Kasihan mereka jika terlalu lama menunggu.
Ketika sedang asyik berkendara, ponselku bergetar menandakan notifikasi masuk. Aku pun menepi untuk mengeceknya. Siapa tahu penting. Ternyata pesan dari Fika.
"Mbak, nanti tolong sekalian beliin telur gulung ya !"
"Ok" balasku.
Setelah memasukan ponsel ke dalam tas, aku pun melanjutkan perjalanan.
Ketika sampai di kedai ayam geprek, aku pun segera menyebutkan pesananku. Sambil menunggu pesanan, aku duduk di kursi yang di sediakan. Kedai lumayan ramai jika waktu makan siang.
Ketika sedang memindai sekeliling, tak sengaja pandanganku bertubrukan dengan seseorang yang juga memandangku. Darahku berdesir. "Apakah itu dia ?"
Lekas ku putuskan pandangan menunduk pura-pura sibuk dengan ponsel.
Tak disangka dia berjalan ke arahku. Aku pun makin salting di buatnya. Aku berdehem guna meredam kegugupan yang melanda.
"Aluna ?" lembut suaranya membelai rungu.
Aku pun mendongak dan kembali bersitatap dengan pemilik mata elang itu. Lidahku rasanya keluar untuk sekedar bersuara "ya".
Selalu seperti itu. Aku selalu gugup jika berhadapan dengannya.
"Kamu Aluna, kan ?" ulangnya lagi.
"I...ya". Ucapku tergagap.
"Masih ingat sama aku gak ? Aku Billy."
Kedatangan pelayan yang mengantar pesananku memutus obrolan kami. Aku bersyukur di buatnya. Setelah membayar, aku pun berniat untuk segera pergi.
Tapi ternyata Billy mengekori langkahku ke parkiran.
"Luna, tunggu !" seru Billy.
Aku pun menghentikan langkah dan membalikkan badan menghadapnya.
"Ada apa ?" tanyaku bingung.
"Boleh minta nomor kamu gak ?" ujarnya cengengesan.
"Maaf aku lagi buru-buru". Ucapku tak menggubris pertanyaannya.
Lekasku hidupkan motor dan berlalu meninggalkannya yang hanya bisa mematung.
Jantungku benar-benar tak aman jika dekat dengannya.
Billy adalah mantan pacarku saat kelas 3 SMA, sekaligus cinta pertamaku.
Awalnya kami tak saling kenal.
Aku jurusan IPA, sementara dia IPS.
Tapi kejadian di perpustakaan saat istirahat itu, akhirnya membuat kami jadi dekat.
Saat istirahat, aku dan temanku (Sindi) hendak ke perpus untuk mengembalikan buku yang di pinjam. Setelah mengembalikan buku pada petugas perpustakaan, kami pun berkeliling rak buku untuk melihat-lihat.
"Sin, coba lihat buku ini deh ! Kayaknya ceritanya seru." ucapku sambil menarik tangan di belakangku tanpa menoleh.
"Kok tangannya beda ?" gumamku.
Aku pun menoleh untuk memastikan. Ternyata bukan tangan Sindi yang ku tarik. Melainkan tangan seorang cowok yang aku tak tau siapa namanya. Sontak aku melepaskan tangannya dari cekalanku.
Dia pun tersenyum geli dengan tingkahku.
"Maaf". Ujarku sambil buru-buru pergi saking malunya.
Ternyata Sindi ada di rak sebelah. Sindi yang melihat tindakanku barusan sontak tertawa.
"Ihh kok ketawa sih ?" sungutku kesal.
"Lagian kamu main tarik tangan orang aja. Mana muka kamu merah gitu kayak kepiting rebus. Hayoo ngaku ! Naksir ya ?" ledek Sindi sambil menarik turunkan alisnya.
Aku yang kadung sebal akhirnya keluar perpus meninggalkan Sindi. Sindi yang merasa tertinggal, akhirnya mengerjarku dengan berlari.
"Luna...tunggu ! Elahhh.. Gitu aja ngambek". Keluhnya.
Kamu sih nyebelin".
"Iya maaf deh. Jangan marah ya !" bujuknya.
"Ya udah deh. Btw, kita ke kantin yuk ! Laper nih". Ajakku.
Kami pun melangkahkan kaki ke kantin sambil ngobrol ngalor ngidul. Suasana kantin saat istirahat sangat ramai. Kami pun harus sabar antri.
"Mau makan apa, Luna ?" tanya Sindi.
"Nasi kuning sama sambel goreng ati ampela kayaknya enak". Ujarku membayangkan.
Nasi kuning di kantin ini memang terkenal enak. Selain enak, harganya juga sangat cocok di kalangan pelajar. Tak jarang aku selalu kehabisan karena lebih dulu di serbu kelas lain yang duluan istirahat.
"Aku mie goreng aja deh". Ucap Sindi.
"Yakin makan mie aja ? Habis ini kita pelajaran kimia, disusul matematika lho ! Apa gak ngebul tuh kepala". Ucapku.
Bersyukurnya nasi kuningnya masih ada. Aku pun makan dengan lahap tanpa memperdulikan sekitar. Karena haus, aku pun minum es teh yang ada di sampingku. Tapi ternyata cowok di sebelahku tersenyum tertahan. Setelah ku perhatikan, ternyata dia cowok yang ku tarik di perpus tadi.
"Mampus.."batinku.
Meja di kantin ini memang di buat memanjang. Sehingga semuanya bisa berbaur.
Aku pun melanjutkan makan dengan malas.
"Sin, tukeran tempat duduk dong !" bisikku pelan.
"Ihh apaan sih. Udah cepetan habisin makannya ! Bentar lagi jam pelajaran lho. Emang kamu gak takut di marahin Bu Hera kalau telat masuk ?" ucap Sindi memperingatkan.
Mau tak mau akhirnya aku melanjutkan makanku dengan canggung. Ngapain juga nih cowok duduk di sampingku, pake minum es teh aku lagi ?
Selesai makan, aku pun meminum es teh ku tanpa sisa. Takutnya nanti dia ikutan minum lagi. Benar aja, tangannya bergerak ingin meraih gelas yang kosong. Aku pun tersenyum puas melihat wajah bingungnya.
"Luna, kok es kamu masih utuh ? Emang kamu gak haus ?" tanya Sindi sambil menunjuk es teh di sebelah kiriku.
"Lho...itu kan punya kamu." ucapku dengan perasaan mulai tak enak.
"Bukan. Ini punya kamu. Punya aku sudah habis". Jawabnya sambil menunjukkan gelasnya yang kosong.
Terdengar kekehan di sampingku. takut-takut ku tatap cowok di sampingku. Dia tersenyum meledek ke arahku.
Berarti es yang aku minum itu punya dia ? Ya Tuhan.......
Lagi-lagi aku melakukan tindakan bodoh padanya.
"Maaf aku gak tau kalau itu punya kamu. Aku pikir itu es teh aku. Sekali lagi maaf ya ! Aku benar-benar gak sengaja. Nanti aku yang bayar deh." ucapku dengan rasa bersalah.
"Gak usah, gak papa kok". Jawabnya menenangkan.
"Ehhh tapi kan..."
"Gak usah dipikirin. Cuma es teh doang. Ehh btw, kamu kan yang tadi narik tangan aku di perpus ?"
Astagaaa... kejadian ini aja udah bikin aku malu. Ehh dia malah ungkit kejadian di perpus. Makin gak punya muka aku di hadapan dia.
"Iya". Jawabku sebal.
"Nama kamu siapa ?"
"Emang kenapa pengen tau ?" tanyaku ketus.
"Orang cuma nanya nama doang, kok galak banget sih."
"Aluna". Jawabku singkat.
"Aku Billy. Boleh minta nomor kamu gak ?" ucapnya sambil tersenyum.
"Buat ?"
"Buat minta sumbangan. Ya buat temenan lah. Boleh gak ? Boleh dong ! Masak gak boleh sih ?" ucapnya dengan PD.
"Nih orang mau minta apa maksa sih". Batinku.