Di usianya yang beranjak remaja, pengkhiatan menjadi cobaan dalam terjalnya kehidupan. Luka masa lalu, mempertemukan mereka di perjalanan waktu. Kembali membangun rasa percaya, memupuk rasa cinta, hingga berakhir saling menjadi pengobat lara yang pernah tertera
"Pantaskah disebut cinta pertama, saat menjadi awal dari semua goresan luka?"
-Rissaliana Erlangga-
"Gue emang bukan cowo baik, tapi gue bakal berusaha jadi yang terbaik buat lo."
-Raka Pratama-
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Caramels_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 28
Mentari pagi menyapa lembut jendela kamar asrama Rissa, membangunkannya dari tidur nyenyak setelah perjalanan panjang ke negeri baru. Hari ini adalah awal dari segalanya—hari pertamanya sebagai mahasiswa di kampus impiannya di Turki.
Rissa menyingkap selimut dan bangkit dari tempat tidur, menghirup udara pagi yang segar. Matanya melirik ke arah ranjang di seberang, tempat teman sekamarnya, Zahra, masih terlelap.
"Zahra, bangun! Kita harus siap-siap ke kampus," Rissa mengguncang bahu gadis itu dengan lembut.
Zahra menggumam pelan, lalu membuka mata. "Oh… sudah pagi? Aku masih ingin tidur," rengeknya.
Rissa tertawa kecil. "Kalau kita telat di hari pertama, dosen bisa langsung mengingat kita dalam daftar mahasiswa bermasalah."
Zahra mengerang sebelum akhirnya bangkit. "Baiklah, baiklah. Aku mandi dulu."
Rissa berdiri di depan cermin, memastikan seragam orientasi mahasiswa barunya rapi. Kaos putih dengan logo kampus di dada kiri dan celana jeans biru membuatnya terlihat seperti mahasiswa sungguhan—tidak lagi seorang anak SMA yang baru saja meninggalkan rumah.
"Zahra, kamu sudah siap?" tanya Rissa sambil mengikat rambutnya menjadi kuncir kuda.
"Sebentar!" sahut Zahra dari kamar mandi. Gadis itu keluar beberapa menit kemudian dengan rambut dikuncir ke belakang dan wajah yang tampak lebih segar.
"Aku siap! Kakak tingkat yang menjemput kita akan datang sebentar lagi, kan?" Rissa mengangguk sambil melirik jam tangan
Tok tok tok...
Rissa membuka pintu lalu melihat Tata dan Putra berdiri dihadapannya untuk menjemput mereka pergi ke universitas barunya bersama-sama.
"Pagi, gadis-gadis! Siap untuk hari pertama?" tanyanya dengan senyum lebar.
Zahra menghela napas. "Entahlah, aku sedikit gugup. Bagaimana kalau ada ospek yang aneh-aneh?"
Tata dan Putra tertawa. "Tenang saja, orientasi di sini tidak sekeras itu. Lebih banyak pengenalan kampus dan kegiatan sosial. Tapi tetap ada tantangan kecil supaya kalian lebih mengenal lingkungan."
Mereka berempat berjalan bersama ke gedung utama kampus, di mana ratusan mahasiswa baru sudah berkumpul. Universitas tempat mereka belajar terkenal dengan arsitektur klasik yang menawan, perpaduan antara bangunan bergaya modern. Rissa masih merasa tak percaya bahwa ia benar-benar di sini, di tempat yang selama ini hanya ada dalam mimpinya.
Saat tiba disana, suasana begitu ramai. Mahasiswa dari berbagai negara berkumpul, beberapa tampak berbicara dengan teman lama, sementara Tata dan Putra pamit untuk melakukan tugas mereka sebagai panitia orientasi mahasiswa baru.
Kini tersisa Rissa dan Zahra, mereka berjalan melewati lorong yang dipenuhi mahasiswa. Tiba-tiba seorang cowok tinggi dengan rambut ikal kecokelatan menabrak Rissa hingga bukunya jatuh berserakan.
"Oh, maaf!" cowok itu buru-buru membungkuk untuk mengambil buku-buku yang terjatuh.
Rissa mengangkat wajahnya, bertemu dengan sepasang mata hazel yang menatapnya dengan penuh permintaan maaf.
"Tidak apa-apa," kata Rissa, tersenyum sopan.
Cowok itu mengulurkan tangan, memberikan buku Rissa. "Aku Bara, mahasiswa psikologi tahun pertama juga, dari Indonesia. Sepertinya kita satu jurusan?"
Rissa menerima bukunya dan mengangguk. "Wahh kita berdua juga sama dari Indonesia. Namaku Rissa. Ini Zahra, teman sekamarku."
Zahra melambai kecil. "Senang bertemu denganmu, Bara."
"Apakah kalian tinggal di asrama internasional?" Rissa mengangguk.
"Kebetulan aku juga tinggal disana, mungkin kita bisa menjadi teman setelah ini," ucap Bara.
"Tentu saja," jawab Rissa disertai anggukan dari Zahra.
...****************...
Seorang kakak tingkat perempuan dengan blazer kampus dan clipboard di tangan mendekati mereka.
"Kalian mahasiswa baru jurusan psikologi?" tanyanya ramah menggunakan bahasa Inggris.
"Iya, kak," jawab Rissa sopan.
Kakak tingkat itu tersenyum. "Saya Hira, mentor kelompok kalian untuk masa orientasi. Silakan bergabung dengan teman-teman di sana." Ia menunjuk ke arah sekelompok mahasiswa baru yang duduk melingkar di halaman kampus.
Rissa, Zahra, dan Bara berjalan mendekati kelompok itu dan bergabung. Beberapa mahasiswa baru tampak canggung, tetapi sebagian lainnya sudah mulai berbicara satu sama lain.
"Oke, semuanya, selamat datang di Universitas Istanbul!" suara Hira menggema di udara. "Sebelum kita mulai kegiatan, kita akan melakukan sesi perkenalan."
Satu per satu mahasiswa memperkenalkan diri. Saat giliran Rissa tiba, ia menarik napas dalam.
"Halo, semuanya! Nama saya Rissa, dari Indonesia. Saya memilih psikologi karena tertarik dengan cara manusia berpikir dan berperilaku."
Beberapa mahasiswa mengangguk, sementara Hira tersenyum. "Wah, jauh sekali dari Indonesia ke Turki. Selamat datang, Rissa!"
Setelah sesi perkenalan, Hira menjelaskan jadwal orientasi. Hari ini mereka akan mengikuti tour kampus, mengenal organisasi mahasiswa, dan menyelesaikan tantangan kecil untuk menguji kerja sama tim.
"Baiklah, kita mulai dari tour kampus!" seru Hira.
Rombongan mahasiswa baru berjalan mengikuti mentor mereka. Risa merasa kagum melihat berbagai fasilitas yang tersedia—perpustakaan megah, ruang kelas modern, taman yang asri, serta gedung fakultas psikologi yang tampak kokoh dan elegan.
Saat mereka tiba di depan auditorium, Hira berhenti.
"Sekarang kita akan membagi kalian menjadi beberapa tim kecil untuk menyelesaikan tantangan orientasi," jelasnya.
"Kalian harus menyelesaikan teka-teki kampus yang akan membantu kalian lebih mengenal lingkungan ini."
Risa, Zahra, Bara, dan dua mahasiswa lainnya—Arda dari Turki dan Layla dari Mesir—ditempatkan dalam satu tim.
Hira menyerahkan sebuah amplop kepada setiap kelompok. Rissa membuka miliknya dan membaca petunjuk di dalamnya.
"Cari tempat di mana mahasiswa menghabiskan malam-malam panjang untuk mengerjakan tugas. Di sana, temukan petunjuk berikutnya."
"Perpustakaan!" seru Layla.
Mereka segera berlari menuju perpustakaan utama. Begitu sampai, mereka mencari petunjuk yang dimaksud. Zahra menemukan secarik kertas kecil di antara rak buku.
"Di tempat ini, teori berubah menjadi praktik. Temukan seorang dosen dan tanyakan satu fakta menarik tentang fakultas kalian."
"Pasti laboratorium psikologi!" kata Arda.
Mereka segera menuju laboratorium, tempat seorang dosen tampak sedang berbicara dengan sekelompok mahasiswa senior. Rissa mendekat dan dengan sopan bertanya,
"Profesor, kami mendapatkan tugas orientasi mahasiswa, bisakah Anda memberi kami satu fakta menarik tentang fakultas psikologi di kampus ini?"
Profesor tersenyum. "Tahukah kalian bahwa fakultas kita adalah yang pertama di Turki yang memiliki program riset neuropsikologi?"
"Wow, keren!" kata Bara.
Dosen itu menyerahkan petunjuk terakhir.
"Temui kembali mentor kalian di halaman kampus dan ceritakan pengalaman kalian."
Mereka bergegas kembali ke halaman, di mana Hira sudah menunggu.
"Bagaimana? Kalian belajar sesuatu?" tanyanya.
"Iya! Fakultas kita punya program riset neuropsikologi pertama di Turki!" jawab Rissa antusias.
Hira tersenyum puas. "Bagus! Itu tujuan dari tantangan ini—membantu kalian mengenal kampus lebih dalam sambil bersenang-senang."
Setelah tantangan selesai, hari pertama orientasi ditutup dengan sesi tanya jawab dan refleksi pengalaman. Saat matahari mulai terbenam, Rissa berjalan kembali ke asrama dengan Zahra dan Bara, merasa puas dengan hari yang menyenangkan.
Begitu sampai di kamar, ia merebahkan diri di kasur dan mengeluarkan ponselnya.
Sebuah pesan dari Raka muncul:
"Hari pertama kuliahmu gimana, Sayang?"
Rissa tersenyum, lalu mulai mengetik jawabannya. "Luar biasa banget! Aku bakal cerita semuanya nanti. Kangen kamu deh."
Ia mengirim pesan itu, lalu menatap langit malam melalui jendela.
Hari ini hanyalah awal dari perjalanannya di negeri baru. Masih banyak petualangan yang menantinya, tetapi untuk saat ini, ia bersyukur telah memulai dengan baik.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...