Althea hanya ingin melupakan masa lalu.
Tapi takdir membawanya pada seorang Marco Dirgantara ,CEO Dirgantara Corp sekaligus mafia yang disegani di Eropa.
Kisah cinta mereka tidak biasa. Penuh luka ,rahasia dan bahaya.
Bab 5 - Perlakuan Yang Membuatku Bertahan
Sejak pagi, suasana kantor legal Dirgantara Corporation terasa berbeda.
Biasanya, para karyawan langsung sibuk di meja masing-masing. Tapi pagi ini, hampir semua mata tertuju pada Althea yang masuk membawa setumpuk berkas, wajahnya tenang, meski sorot matanya menunjukkan bahwa ia sadar dirinya sedang dibicarakan.
“Lihat deh, itu dia...” bisik seorang staf wanita di dekat mesin kopi.
“Katanya dia baru dua hari kerja tapi udah dipanggil khusus ke ruang CEO bahkan ikut rapat besar.”
“Gimana bisa? Padahal dia nggak punya latar apa-ap...”
“Anak magang aja nggak segitu cepatnya dapat akses ke ruangan itu, aneh banget.”
Althea berusaha tenang dan tidak menanggapi. Tapi dalam hati, ia bisa merasakan tekanan itu seperti dinding kaca yang retak. Sedikit lagi... bisa saja runtuh.
Langkahnya tak goyah, tapi jemarinya sedikit gemetar saat menaruh dokumen ke meja. Ia belum sepenuhnya terbiasa dengan lingkungan yang tajam ini ,dimana prestasi sering kali dibayangi prasangka, dan perempuan selalu diuji lebih keras.
Beberapa saat kemudian, Reno muncul dari balik koridor dan menghampirinya.
“Althea. Tuan Dirgantara minta kamu siapkan materi presentasi merger dengan grup Valerian. Dia mau kamu ikut ke ruang briefing pukul sepuluh.”
Althea tertegun. “Saya?”
“Iya. Langsung kamu,” jawab Reno, nada suaranya tegas tapi tidak ada aroma persaingan.
Ia menatap Althea sebentar sebelum berbalik. Ada sesuatu dalam tatapan pria itu ,campuran rasa heran, curiga, tapi juga rasa hormat yang perlahan muncul.
Dan itu membuat Althea semakin gelisah.
Ia kembali ke mejanya, membuka laptop dengan tangan yang berusaha tetap stabil. Di layar, data merger menyambutnya. Ada belasan dokumen hukum, diagram struktur, dan laporan singkat yang harus dikuasai dalam waktu kurang dari satu jam.
Tapi ia memilih untuk tidak panik.
Ia menyentuh liontin kecil di lehernya, hadiah dari ibunya sebelum wafat. Sebuah isyarat sederhana bahwa ia sudah melewati badai yang lebih besar dari sekadar tekanan di kantor.
Dan ia bersumpah dalam hati ,ia tidak akan kalah hari ini.
---
Pukul sepuluh tepat, ruang briefing utama dipenuhi para petinggi dari dua perusahaan besar. Para direktur mengenakan setelan formal, membawa aura kekuasaan dan tekanan masing-masing.
Tapi dari sekian banyak orang penting di situ ,hanya satu orang yang membuat Althea sulit bernapas.
Marco Dirgantara.
Lelaki itu duduk di tengah ruangan. Dasi abu gelapnya kontras dengan kemeja putih dan jam tangan logam yang memeluk pergelangan tangannya dengan sempurna. Matanya dingin ,dan menatap Althea sekilas saat ia masuk. Meski hanya sepersekian detik ,tapi cukup untuk membuat seluruh tubuhnya panas.
Althea duduk di sisi layar proyektor, dan mengatur data. Reno membisikkan beberapa hal, lalu memberi isyarat agar ia mulai.
Dan ia melakukannya dengan elegan dan tenang.
Suara Althea jelas, nada bicaranya terkontrol. Ia menjelaskan skema merger, proyeksi legal, dan potensi benturan pasal dengan sangat teliti. Tak ada satu pun yang bisa mengatakan dia ‘tidak pantas’ setelah mendengar penjelasan itu.
Termasuk Marco.
Sesi selesai. Para direksi Valerian memuji penyampaian Althea. Dan salah satu dari mereka ,pria bernama Tuan Robert ,bahkan sempat berkata sambil tertawa kecil..
“Karyawan barumu ini luar biasa, Tuan Marco. Bukan cuma pintar, tapi juga... menawan.”
Marco yang tadinya hanya menatap layar, kini mengangkat kepala pelan. Senyumnya keciln ,tapi ucapannya... tajam.
“Kalau saya tak salah dengar, Anda sudah menikah dua kali, Tuan Robert..”
Tawa meledak ringan di ruangan ,tapi ada ketegangan yang menggantung di udara.
Althea menunduk pelan, merasa pipinya memanas. Dan entah kenapa... ia merasa dirinya sedang dimiliki.
---
Saat makan siang, rumor itu seketika meledak lebih cepat dari yang ia kira.
“Althea Safira ikut presentasi merger pagi ini.” “Katanya duduk di sebelah kanan CEO.”
“Pasti ada hubungan khusus.”
“Fix sih. Cewek kayak dia nggak mungkin dilirik kalau bukan karena sesuatu.”
Tapi yang paling mengejutkan adalah... saat ia kembali ke mejanya, Althea menemukan kopi hangat dalam cup putih elegan, dengan inisial M.D. tertulis di sisi cangkir. Dan di bawahnya, secarik memo:
"Untuk pagi yang panjang ,dan jangan pingsan sebelum aku selesai."
Althea membeku.
Tidak ada nama ,dan tak perlu ditebak.
Beberapa staf melihat ,bisik-bisik langsung memuncak. Ada yang bahkan memotret diam-diam dari jauh.
Althea langsung membawa kopi itu ke pantry, dan membuangnya ke wastafel. Tapi saat ia hendak kembali ke mejanya, seseorang menahan lengannya.
Monica.
“Kamu pikir kamu siapa?” bisiknya tajam. “Mau main aman ya, dekati CEO langsung? Mau lewatin sistem yang berlaku di sini ,Hah?”
Althea menatapnya lurus. “Saya bekerja ,tidak menjual diri.”
Monica mencibir. “Kalau kamu memang bekerja, buktikan. Tapi jangan harap orang kayak aku akan diam saja.”
“Silakan,” balas Althea tenang.
“Tapi kalau kamu menyerang saya tanpa alasan ,kamu akan jatuh duluan, karena saya tidak akan diam.”
Untuk pertama kalinya, seorang Monica terdiam. Lalu berjalan pergi dengan langkah geram.
---
Sore itu, sebelum pulang, Althea dipanggil ke lantai atas lagi.
Marco berdiri di depan jendela, seperti biasa. Punggungnya tegang, tangannya menyentuh bingkai kaca.
“Aku lihat kau membuang kopinya.”
Althea diam. “Saya tidak ingin jadi bahan gosip.”
Marco berbalik. Wajahnya serius. Ada sesuatu dalam sorot matanya ,bukan hanya kekecewaan, tapi luka yang terpendam.
“Kau takut?”
“Saya tidak suka dihakimi.”
“Selamat datang di dunia yang penuh penghakiman, Althea. Dunia tempat luka dijadikan lelucon.”
Marco melangkah mendekat. Kali ini lebih dekat dari sebelumnya. Hanya satu napas jauhnya.
“Kau tahu kenapa aku memberimu perlakuan khusus?”
Althea menatapnya. “Kenapa?”
“Karena kau tidak minta. Dan justru karena itu kau pantas.”
Napas Althea tertahan. Jantungnya seperti ingin meledak.
“Aku bukan pria baik. Tapi aku tidak suka melihat sesuatu yang bernilai diinjak.” lanjut Marco.
“Dan kau... terlalu berharga untuk dibiarkan tenggelam di kantor penuh tikus ini.”
Althea menunduk. “Saya tidak menginginkan perlakuan khusus.”
“Terlambat,” bisik Marco tepat di kuping Althea
“Karena aku sudah memilih. Dan aku tidak akan menarik kembali pilihanku.”
Hening sejenak.
“Besok ikut aku ke Routterdam ,ada rapat ekspansi. Aku butuh dukungan penuh dari divisi legal. Hanya kamu. Tidak yang lain!”
Althea menatapnya tak percaya. “Berdua saja?”
Marco mengangguk. “Siapkan laporan. Berangkat pukul tujuh. Aku akan kirim supir ke apartemenmu.”
Althea hendak membantah, tapi suara Marco kembali terdengar:
“Jangan terlalu keras melawan orang yang ingin melindungimu.”
---
Malam itu, Althea tidak bisa tidur.
Perlakuan khusus itu terasa manis ,tapi juga menakutkan.
Bukan karena Marco menatapnya seperti ingin memiliki.
Tapi karena diam-diam... ia mulai ingin dimiliki.
Dan untuk pertama kalinya dalam hidupnya, ia bertanya-tanya ,jika seseorang memperlakukannya seolah ia berharga... apakah salah jika ia ingin mempercayainya?
Kakak-kakak ,bantu vote like dan tinggalkan jejak yaa... Happy reading ♥️🥰