Namaku Melody Bimantara, umurku baru dua puluh dua tahun, tapi sudah menjadi Manager sebuah hotel bintang lima milik keluarga.
Yang membuat aku sedih dan hampa adalah tuntutan orang tua yang memaksa aku mencari lelaki yang bisa dinikahi.
Kemana aku harus mencari laki-laki yang baik, setia dan mencintaiku? sedangkan para lelaki akan mundur jika aku bilang mereka harus "nyentana"..
Tolonglah aku apa yang harus aku perbuat??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayumi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BEBAS DARI PENCULIK
Penculikan dan penyekapan ini membuat ku lebih waspada berbicara. Aku tidak tahu siapa dalangnya. Setelah membuka mata, aku kaget karena tidak mengenal ruangan ini, apalagi ada empat orang laki-,laki tegap yang wajahnya tertutup masker, siaga menjagaku.
Menyadari kalau aku diculik, pertama yang aku lakukan adalah mengamuk dan memaki mereka. Aku berteriak arogan. Setelah salah satu dari mereka menampar dan mengancam untuk memperkaos, aku langsung diam.
"Disini kau tidak ubahnya seperti tikus g0t yang kehujanan, bulumu pun tidak bisa menghangatkan tubuhmu. Tidak ada yang melindungimu, d4sar anak manja."
"Kalian siapa, untuk apa kalian menyandra ku. Kalian salah sasaran karena aku anak yang terbuang."
"Diam mulutmu, nikmati hidupmu yang menghitung hari!" bentaknya.
Aku terhenyak. Untung borgolku sudah di lepas, sehingga aku bebas bergerak, tidak terlalu tersiksa. Seandainya saat ini aku marah dan mengamuk, pasti mereka akan menghabisiku.
Salah satu dari mereka sudah menampar dan menendangku. Aku akan mengingat kejadian ini dan orang ini. Sekarang aku harus lebih bersabar, dan menunggu kelanjutan dari penculikan ini.
Aku ingin tahu siapa dalang penculikan ini. Julianti, Bryan, Papa atau Arunakha. Semua punya andil. Aku beringsut ke pojok duduk bersandar di tembok.
"Ya Tuhan, lindungilah diriku dari penculik ini. Semoga ada yang membebaskanku." doaku dalam hati. Bayangan buruk terus melintas di otakku.
Aku tidak tahu ini sudah pukul berapa, masih gelap dan dingin. Disini tidak ada lampu atau memang sengaja dimatiin. Aku tidak menyangka kalau aku disandera tepatnya mereka ingin tebusan. Seperti di film...
Rasanya ingin segera pagi supaya aku tahu sedang berada dimana. Walaupun mereka berempat memakai masker, aku pasti bisa mengenalnya.
Semoga Sri tidak ikut di culik, supaya dia bisa pulang dan membawa tas dan kedua hapeku. Kebetulan kedua hape ku iphone, terkunci otomatis. Ada dompet isi black card, aman, tidak bisa dipake.
Aahhh...
Perasaanku betul-betul tidak enak. Kamar ini seperti ruangan tidak terpakai, bau apek dan pengap. Kamar sempit dan tidak ada bed, ada tikar butut tanpa bantal. Aku duduk dipojok memeluk dengkul.
Mata ini tidak bisa dipejamkan lagi, pintu dikunci dari luar, jendela tidak ada untung ruangan terasa dingin. Aku terus berdoa dalam hati supaya cepat bebas.
Aku merasa yang berbuat begini orang dekat, firasatku mengatakan begitu. Apa maksudnya, aku tidak mengerti. Ntahlah, jika aku mati sekarang tidak apa-apa, mama juga sudah meninggal dan papa lebih berpihak kepada Julianti.
Arrgghhh....
Aku menarik nafas dalam membuangnya kasar. Detak jantungku sampai terdengar jelas, saking heningnya. Ntah jam berapa ini. Lama kelamaan mataku mulai berat dan mengantuk.
***
"Bangun! dasar keb0!!"
Tendangan kaki di bokongku membuat aku berteriak. Aku kaget dan membuka mata. Dua orang laki-laki berada di kiri kananku membawa pistol dan dua orang lagi berada di depan.
Rupanya mereka mau membuat vidio pemerasan. Dua orang yang berada di depan merekam saat rambutku dij4mb4k dan ditodongkan pistol.
"Kau tebus atau putrimu aku bunuh." teriak mereka.
"Kau jangan menyakiti putriku!"
"Biar aku mati paa, jangan ditebus. Yang penting papa sehat, aku ingin menyusul mama."
"Berapa kalian minta tebusan?" terdengar suara papa sengau. Papa menangis.
"Pah, jangan menangis.Tenang pah..bayar saja. Aku tidak ingin papah dan Melody sakit. Uang bisa dicari."
Julianti menangis, aku mendengar suara Bryan yang marah kepada p*nculik.
"Kalian jangan main-main, sampai calon istriku terluka, aku akan bvnvh kalian!"
"Kami juga tidak main-main. Siapkan dana empat miliar. Ingat, jangan lapor polisi, kalau kalian sampai lapor polisi, nyawa gadis ini tebusannya."
"Tapi aku tidak punya uang empat miliar, kalau satu miliar ada." ucap Ajik Bimantara dengan suara bergetar. Aku seketika kasihan dengan papa, apalagi Julianti ikut nangis, prasangka buruk terhadap mereka berdua sirna.
"Paa..jangan aku ditebus. Aku tidak peduli dengan kem4tian!!" teriakku lagi.
"Plaakkk...Plaakkk..."
Aku berteriak kesakitan saat mereka menampar pipiku. Aku benar-benar di bikin marah. Jika nanti aku terbebas, aku mau menyewa agent rahasia, siapa yang menampar diriku. Aku akan balas.
"Kur4ng 4jar beraninya kau men4mpar calon ìstri ku!!
Aku mendengar papa sesenggukan. Mereka mengira hotel dan semua harta itu milik papa. Mereka tidak tahu kalau semuanya atas namaku. Uang semua aku masukan ke saham dan investasi obligasi.
Terjadi tawar menawar dan akhirnya papa menyanggupi tiga miliar. Aku dengar Bryan akan meminjamkan uangnya dua miliar.
Sudah disepakati kalau nanti malam Bryan dan Julianti membawa uangnya dan menjemputku.
Kembali gugur kecurigaanku, sekarang tinggal satu orang yang aku curiga yaitu Arunakha. Dia paling tepat menjadi.dalam pemer4san ini.
Arunakha butuh uang karena dipecat jadi suplier dia juga sakit hati karena aku mau menikah dengan Bryan. Jika Arunakha yang punya niat jahat ini aku maklum dan tidak ingin melaporkan ke kantor polisi.
Setelah terjadi kesepakatan, ke empat p*nculik itu mematikan kamera, mereka meninggalkan aku sendiri.
Tubuhku, aku hempaskan ke pojok ruangan. Tidak ada keinginan untuk mandi atau sekedar cuci muka.
Kadang terlintas di benakku membongkar pemerasan ini. Aku merasa aneh dan cara mereka berempat memeras papa tidak seperti di film, seperti orang yang baru belajar.
Kecurigaanku kepada papa sirna. Aku mulai berprasangka buruk kepada suami ku, Arunakha. Bisa saja dia membuat ide gil4 ini bersama ke empat temannya.
"Braakkk.."
Pintu di tendang dari luar, aku kaget dan meloncat berdiri. Kantukku seketika lenyap ketika melihat Julianti berada di ruanganku.
"Melody..Melody...hiks...hiks..."
Julianti menangis histeris ketika dit0dong oleh penc*lik itu. Dia memanggil namaku berulang kali. Nyawaku rasanya belum menyatu, belum sadar sepenuhnya.
"Melody tolonglah, aku sudah memberi tiga miliar lunas kenapa masih ditodong?"
"Ada apa ini, kalian kenapa?" aku bertanya seperti orang b0doh, aneh sekali aku heran, kenapa Julianti di tod0ng.
"Serahkan atau aku tembak!!" teriak lelaki itu memandang aku.
"Melody aku mohon cincin, anting, jam tolong serahkan padanya, kalau tidak aku mau dibunuh.
Tidak berpikir panjang aku copot anting, cincin berlian dan jam rolex pemberian papa menyerahkan kepada laki-laki itu.
"Terimaksih Melody, aku bersyukur kau tidak terluka. Kita meminjam uang dua miliar kepada Bryan dan papa satu miliar supaya bisa menebusmu."
"Kita harus lapor polisi."
"Aku sudah dapat konsultasi dengan pak polisi tapi tidak ada hasil yang bagus. Orang yang kita lawan Mafia bukan oknum abal-abal. Mereka kalah tapi seumur hidup keluarga di teror. Mendingan kasi uang tapi kita bahagia seumur hidup.
"Tadi jam dan perhiasan berlianku senilai tiga miliar berarti mereka dapat enam miliar."
"Uang bisa dicari tapi kalau kamu disiksa, mat4mu dic0ngkel atau kamu diperkaos, lebih menderita lagi."
"Aku ingin merayakan kebebasanmu dengan anak yatim. Tidak ada yang membuat aku bahagia selain bisa menyelamatkanmu walau papa sakit."
"Apa papa sakit?"
"Sudah ditangani dokter. Papa mendengar masalah sedikit langsung jantungnya kumat.
****
telinga salah mendengar...
tapi kalau hati takkan salah....
segera bertanya pada hatimu Mel....... jngan sampai ada udang di balik tepunggggg
onel dapatt dari mana si munarohhh iniii??
aduhhhhh kasiannn itu yang tak bisa tumpah
. tapi udaaa penuhhh di otak