Suka cerita tentang toko utama wanita yang tidak mudah ditindas? Di sinilah lapaknya!
Renata Carissa, seorang putri dari Panglima TNI yang berprofesi sebagai Psikiater. Memiliki kehidupan yang sempurna dengan memiliki suami yang begitu mencintainya dan anak laki-laki yang sangat tampan.
Sepeninggal suami tercintanya, Renata pun meninggal karena mengalami sakit keras.
"Aku berharap bisa bertanya kepadanya, mengapa aku tidak pernah tahu?"
"Apakah aku bisa bertemu dengan Jefra-ku lagi?"
Itulah harapan terakhir Renata.
Bukannya ke akhirat dan bertemu dengan suami tercintanya. Namun, Renata justru secara misterius berubah menjadi tokoh antagonis yang berperan menjadi pelakor. Nasib tokoh yang menyedihkan, hidup dalam penderitaan, dan berakhir bunuh diri.
Ya, dia masuk ke dalam novel!
Tidak ingin nasibnya berakhir tragis, Renata memutuskan untuk mengubah alur cerita yang sudah tertulis itu.
Dan takdir mempertemukannya kembali dengan Jefra, suaminya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Elwi Chloe, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Terlena Dengan Senyumannya
Betapa keterlaluan sekali perbuatan Sanaya yang menjebak Angel.
"Memangnya apa yang kamu dapatkan setelah melakukan itu?" tanya Renata mencoba tidak menghiraukan keinginannya untuk mencakar wajah milik Sanaya.
Sanaya lebih mendekat pada Renata, lalu berbisik, "Karena itulah Alvaro menganggap kamu murahan dan pada akhirnya memilih menikah denganku."
Perasaan marah dan kesal hinggap di hati Renata. Sungguh dia tidak menduga jika Sanaya telah melakukan hal yang sangat buruk untuk bisa merebut Alvaro dari Angel.
Licik sekali.
"Hebat," Renata tersenyum miring, "Tuhan sudah memberimu satu wajah, dan kamu justru membuat satu lagi untuk dirimu sendiri. Selama ini kamu sungguh sudah berhasil menipu semua orang dengan wajah polos milikmu itu. Ayo kita lihat mau sampai kapan kamu bisa bersembunyi tangan."
"Kamu ingin mencoba melawanku?" wajah Sanaya mengeras, "Gadis bodoh sepertimu memangnya bisa apa?"
"Kamu terlalu meremehkan aku, Sanaya."
Kedua gadis itu saling menatap tajam, tatapan yang bermakna permusuhan.
**
Hari berganti malam.
Kini Renata sedang berdiri di balkon kamar, bibirnya tertarik membentuk senyum tatkala melihat bulan yang merajai malam bersama keindahan bintang-bintang yang berkelap-kelip. Pemandangan yang mengingatkannya dengan kenangan masa lalu yang begitu manis dengan Jefra-nya.
Memang seperti itu, Renata memang selalu teringat suaminya jika sedang menatap langit malam.
Dialihkan tatapannya pada cincin yang melingkar manis di jarinya, lalu mengusap permata batu safir pada cincin itu.
"Aku masih belum tahu bagaimana bisa cincin ini bisa tiba-tiba berada di genggamanku."
Kemudian Renata teringat kembali dengan percakapannya dengan Sanaya. Sudah dipastikan jika pelaku dari sabotase mobil dan penyebab dirinya tiba-tiba mengalami reaksi alergi adalah Sanaya. Wanita itu benar-benar ingin membunuhnya.
Sepertinya Renata memang harus menyelesaikan masalah Angel yang ternyata berpusat pada Sanaya. Ya, wanita itu adalah masalah yang harus dihadapi Renata saat ini.
Renata memang telah merekam percakapannya dengan Sanaya tadi, tapi itu belum cukup membongkar semua kejahatan Sanaya. Dirinya membutuhkan lebih banyak bukti. Renata harus mencari bukti-bukti itu.
Drett
Bunyi yang menunjukan adanya pesan masuk pada ponselnya menyadarkan Renata dari lamunannya. Lalu Renata melihat siapa gerangan yang telah mengirimnya pesan.
[ */* 21.50 ] Jefra Tjong : Tdk mnrima surt izn utk tdk krj bsk.
Renata mengigit pipi bagian dalam, entah dia harus kesal atau merasa senang karena mendapatkan pesan dari Tuan J. Terlebih lagi cara pria itu mengetik pesan pun mirip dengan Jefra-nya, benar-benar terkesan tidak niat untuk mengirim pesan padanya.
"Sayangnya, dia tidak mengingat aku," Renata tersenyum hambar.
Ada rasa sesak seperti gelembung-gelembung asam yang memenuhi ruang-ruang di dada Renata. Apa yang lebih sakit daripada dilupakan seseorang yang paling dicintai?
Di dunia ini Renata dan Jefra bagai orang asing, kenyataan jika mereka sedang menjauh, bukan bersatu. Takdir terasa begitu jahat karena membuat mereka menjadi menjauh tanpa alasan.
"Hidup bahagia bersama Jefra? Apa aku bisa?" Renata seolah berbicara pada langit malam.
**
Esoknya, waktu berlalu seperti es yang mencair.
Udara terasa dingin juga kering, dan langit masih sedikit agak gelap karena masih terlalu pagi. Terlihat pohon Gingko dan pohon Maple yang berubah warna daunnya menjadi kuning dan merah, dan jatuh berguguran.
Di sebuah gedung apartemen yang menjulang tinggi.
Cklek
Renata membuka pintu apartemen tempat Tuan J tinggal. Dia memang sudah memiliki akses untuk memasuki apartemen itu. Lalu Renata membuka mantel yang digunakannya dan menggantungnya. Kemudian mulai melangkah untuk menuju kamar si pemilik apartemen.
Knock... Knock...
Dua ketukan pintu untuk membangunkan Jefra Tjong, tapi tidak kunjung mendapat jawaban. Lalu Renata berinisiatif untuk membuka pintu kamar yang ternyata tidak dikunci, mengintip ke dalam kamar yang gelap dan begitu suram. Renata sampai merinding dibuatnya.
"Tuan J?" Renata mencoba memanggil nama pria itu.
Ini aneh, biasanya hanya dengan ketukan Tuan J akan langsung bangun.
Apa pria itu pingsan? Sepertinya Renata harus masuk ke dalam untuk mengecek keadaan Tuan J.
Lalu Renata masuk lebih dalam ke dalam kamar. Di dalam kamar yang gelap, Renata masih bisa melihat pria tampan yang sedang terlelap di atas ranjang. Dari napas yang teratur menunjukkan jika Tuan J tidak pingsan.
Bikin khawatir saja.
Tidak mau terbawa perasaan karena terus menatap wajah pria itu, Renata beralih untuk membuka tirai jendela untuk menghilangkan suasana kamar yang suram.
Dari jendela kamar apartemen yang berada di lantai sebelas, bisa terlihat sinar matahari yang tersebar membentuk spektrum cahaya tampak memancar secara horizontal pada garis cakrawala.
Arunika atau matahari terbit, di mana langit mulai terang.
Tuan J mengeryit ketika merasakan kehangatan seberkas cahaya. Kelopak matanya terbuka, menampakkan bola mata kelam yang seakan dapat menenggelamkan apapun.
Tatapan pria itu tertuju pada Renata. Gadis itu menggunakan kemeja putih polos lengan panjang berbahan chiffon ditambah dengan mini skirt dari bahan yang tebal dengan motif kotak-kotak, berdiri tegak di dekat jendela sembari menatap langit yang berwarna kekuning-kuningan.
Renata menengok ketika merasakan tatapan Tuan J, lalu tersenyum manis, "Akhirnya bangun juga."
Tuan J tertegun karena terlena dengan senyumnya. Bahkan fajar yang memajang dari ufuk timur tidak mampu menyaingi kecantikan gadis itu.
Namun, entah kenapa ada rasa yang begitu menyesakkan hinggap di hati pria itu.
Tuan J segera mengenyahkan perasaan anehnya itu dan langsung bangkit terduduk, diusapnya wajah tampan miliknya agak kasar.
Renata bertolak pinggang, "Ciri orang malas, sangat susah untuk dibangunkan."
"Tutup mulutmu, sana keluar dari kamarku," usir Tuan J disertai dengan isyarat tangan mengibas ke arah pintu kamar.
"Bukannya berterima kasih sudah dibangunkan," gerutu Renata.
"Itu kan memang tugasmu."
"Ck," Renata berdecak kesal menanggapi perkataan Tuan J.
Kemudian Renata menurut untuk melangkah keluar. Namun, tiba-tiba alisnya mengerut ketika menatap sebuah obat yang tergeletak di atas meja sebelah ranjang.
Langkah Renata berhenti ketika hendak membuka pintu, lalu berbalik untuk melihat Tuan J yang ternyata sedang melihatnya.
"Pergilah ke tempat-tempat hijau seperti taman, air terjun dan lain sebagainya. Itu mampu menurunkan stress hormonal dalam tubuh dan mampu mengurangi kecemasan."
Setelah mengatakan itu Renata menghilang di balik pintu.
Sedangkan Tuan termangu karena mendengar perkataan Renata, lalu tatapannya beralih pada obat yang berada di meja.
Benzodiazepine, merupakan obat sedatif yang digunakan untuk membantu menenangkan pikiran dan melemaskan otot-otot. Tentu saja Tuan J tidak menggunakan obat itu untuk tujuan rekreasi. Namun, untuk menangani gangguan kecemasan dan insomnia yang selalu dirasakannya.
"Dia tahu? Bagaimana bisa?" Tuan J bertanya-tanya.
_To Be Continued_