Setelah kematian Panca, kekasihnya tujuh tahun yang lalu. Andara mencoba menyibukkan diri untuk karirnya. Tidak ada ketertarikan untuk mengenal cinta.
Andara gadis muda yang cantik dan energik, dia berhasil menempati posisi manajer di sebuah perusahaan fashion. Usianya sudah memasuki 27 seharusnya memikirkan pernikahan. Akan tetapi belum ada lelaki yang bisa masuk ke hatinya.
Butuh waktu bagi Dara untuk membuka hati pada pria lain. Entahlah, ada magnet tersendiri membuat dia malas memikirkan pasangan.
Ervan Prasetya, pria matang yang punya jabatan bagus di perusahaan tempat kerja Andara. Mereka di pertemukan dalam sebuah kerja sama tim. bagaimana Tom dan Jerry mereka selalu bertengkar.
Tapi ternyata itu yang membuat Ervan makin penasaran dengan Dara.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Melisa ekprisa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 35
Dara baru saja sampai di rumah setelah di temani Rafael ke kantor polisi. Dia yakin ada keterlibatan Kinara dan keluarganya atas kematian Panca. Feeling itu begitu kuat setelah dia tahu kalau anak salah satu asisten rumah tangga Kinara kerja di perusahaan Oma nya.
Dara meminta kontak Hera, untuk mencari tahu soal ibunya Hera bernama Yanti. Dia bisa jadi saksi kunci tentang Kinara. Tatapan Dara ke arah dua wanita paruh baya sedang asyik mengobrol. Keduanya tampak akrab. Keyla sudah tertidur di pangkuan Oma nya.
"Assalamualaikum." sapa Dara di depan pintu.
Dua wanita paruh baya saling menoleh ke arah Dara dan Rafael. Pria itu membawa barang milik Dara. Mama Vira tersenyum melihat pemandangan indah di depan mata. Itulah mengapa dia sangat berharap Rafael jadi menantunya. Pria yang sangat baik untuk putrinya.
Dara menyalami mama Vira dan Tante Anita, beserta om Wido. Dia pun mendekat Keyla yang sudah tertidur di sofa ruang tamu.
"Biar aku yang gendong Keyla ke mobil." kata Rafael.
"Biar Keyla di sini saja, Fael. Kalau di gendong nanti malah kebangun Keyla nya. Mama dan Vira mau bicara sama kalian berdua." kata Anita.
Dara merasa kalau yang di bicarakan adalah soal perjodohan dia dan Rafael. Gadis itu hanya menganggukkan kepalanya. Mau protes tidak etis rasanya. Dia dan keluarga besar lainnya pun duduk di ruang tamu.
Bukan hanya itu saja, ada Pakde Feri dan bude Tina yang ikut bergabung bersama mamanya.
"Dara, Tante tahu mungkin bahasan ini sangat membosankan buat kamu. Mama kamu bilang, kalau kamu sering menolak Rafael. Tante paham, kamu masih berduka atas kematian tunangan kamu. Tapi satu hal yang harus kamu tahu. ini bukan harapan kami saja tapi kebahagiaan Keyla. Dia sangat sayang sama kamu, dia sangat berharap kalau kamu bisa jadi mamanya Keyla."
Dara hanya menundukkan kepala. Dia bingung harus mengatakan apa. Dia juga enggan mematahkan semangat orang yang berada di sekelilingnya. Tangan Rafael menggenggam erat jemari Dara. Mungkin di mata Dara, Rafael sangat berharap dia menerima pria yang duduk di sampingnya. Akan tetapi kenyataannya dia belum tenang sampai kasus kematian Panca ada titik terang.
"Maaf, saya tidak bisa menjadi mamanya Keyla." Dara membelai rambut Keyla dengan lembut.
Anak itu sangat manis. Dara bahkan sudah menganggapnya seperti anak kandungnya sendiri. Hanya saja, Dara tak ingin Keyla kehilangan memori akan ibu kandungnya.
Selain itu, bagaimana mungkin dia menikah dengan Rafael sementara tidak ada cinta diantara mereka?
"Jadi ... tolong!" Setelah diam beberapa saat, akhirnya Dara menoleh ke arah lawan bicara. Lalu, dengan nada tegas berkata, "Jangan paksa saya untuk menikah dengan Rafael!"
Entah bagaimana ceritanya, Keyla yang tadi tertidur kini sudah bangun. Gadis kecil itu berjalan ke arah dirinya.
"Tante tidak mau jadi mamanya, Keyla?"
Ucapan Keyla memecah kesunyian di ruang tamu kediaman Oma Dewi. Semua berpusat pada gadis cantik usia empat tahun.
"Maafkan, Tante, Key. Tante belum bisa jadi mama kamu. Tante masih ingin sendiri mengejar cita-cita." ucap Dara walaupun berat bicara seperti itu di depan anak kecil.
"Kalau Tante jadi mama Keyla janji nanti tidak nakal. Tidak bikin Tante marah-marah terus. Kalau papa saja sayang sama Keyla, sudah pasti papa juga sayang sama Tante." lanjut Keyla dengan nada manja.
"Maaf, Key. Tante cuma mau berteman sama papa dan kamu. Tante sudah anggap kakak sama papa kamu. Tante sayang sama kamu."
"Enggak, Tante tidak sayang sama aku....hiks...hiks"
"Dara, kamu pikirkan lagi,Nak. Sikap kamu ini mengecewakan Keyla. Jangan terlalu keras hati, Nak." ucap Vira.
"Tidak apa-apa, Vira. Mungkin masih butuh waktu untuk Dara menerima anak yang bukan darah dagingnya. Jarang juga ada perempuan yang mau menerima status pria duda bawa anak." kata Anita lirih.
Vira menatap tajam kearah putrinya. Dia sudah tidak tahu harus berkata apa-apa. Sungguh hanya demi pria yang sudah meninggal dunia tujuh tahun yang lalu, putrinya rela menggadis bertahun-tahun.
"Mama bingung sama kamu, Dara. Kenapa harus bicara seperti itu sama mereka. Untuk kesekian kalinya kamu menolak orang sebaik mereka. Apa sih mau kamu? Nunggu Panca? berharap dia masih hidup?
"Sadar, Nak! Kamu itu sudah masuk 28 tahun. Sudah waktunya menikah. Tapi kamu malah menolak orang yang punya niat baik. Pakai bawa mamanya Keyla pula."
Feri melihat perdebatan ibu dan anak mencoba menengahi, tapi Tina menahan suaminya.
"Mas, sebaiknya kita tidak usah ikut campur." kata Tina sambil mengajak suaminya menjauhi kamar Vira.
"Aku merasa baik Vira maupun Dira sama sama menurun sifat mama. Padahal kamu ingatkan mereka pernah di posisi Dara. Bagaimana mama menentang Pandawa karena masa lalu kakaknya. Bagaimana mama memuja muji Panji. Getol mendekatkan Panji dan Vira. Dan ini yang aku lihat sama Dara." kata Feri.
"Tapi Dara tidak dekat dengan pria manapun, Mas. Jadi wajar kalau Vira berharap lebih pada Rafael." jawab Tina.
Dara memandang ke arah Rafael dan Keyla. Jujur dia tidak punya perasaan apapun sama pria itu. Akan tetapi dia melihat kekecewaan pada Keyla. Dia gamang.
Dara memejamkan mata sejenak. Bayangan seorang pria tersenyum nakal kepada-nya. Bayangan yang tidak pernah terpikirkan oleh Dara.
"Ya Allah kenapa dia masih saja menggangguku, baik fisik maupun jiwanya. Aku tidak mau yang dulu terulang lagi." batin Dara.
...*****...
"Dara tolong saya, sejak pulang kantor sampai sekarang Ervan belum pulang."
Pesan itu masuk di ponselnya. Pesan dari Rebecca perempuan yang tadi siang memaki dirinya. Sekarang dia tanpa bersalah meminta pertolongan.
"Maaf, Bu. Saya rasa ini sudah malam. Mama saya pasti tidak akan mengizinkan saya keluar. Jadi maaf sekali saya tidak bisa membantu." Dara membalas pesan dari Rebecca.
"Tidak apa, Dara. Saya minta maaf sudah merepotkan kamu. Besok pertunangan Ervan dengan Nara. Sampai sekarang dia belum pulang,
Saya takut jantungnya kumat. Sekali lagi saya minta maaf."
Dara menghela nafas panjang. Dia memilih masuk ke kamarnya. Suasana rumah sangat sepi. Padahal masih jam delapan malam. Dara menatap pintu tak jauh dari tempat dia berdiri. Kakinya melangkah pelan hingga menuju pintu kamar tersebut.
"Maafkan, aku, Ma." ucap nya lirih lalu berbalik menuju tangga rumah.
Dia merebahkan diri ke tempat tidur. Menatap langit-langit dinding kamarnya. Ucapan Becca kembali menari-nari di pikirannya.
"Jangankan 10 meter, satu meter saja rasanya tidak sanggup." suara itu kembali menari di pikirannya.
Baru saja dia hendak memejamkan mata. Dara di kejutkan ketukan pintu. Dia langsung beranjak dari tempat tidurnya.
"Kak Harry? Ada apa sih malam-malam begini." tanya Dara pada kakak sepupunya.
Harry menyerahkan kartu memory card. Dara mempertanyakan benda seperti itu.
"Ini video cctv kejadian tujuh tahun yang lalu. Video kecelakaan Panca. Kamu bisa jadikan bukti untuk buka kasus nya lagi."
"Terimakasih, Kak. Ya Allah semoga ada titik terang." kata Dara penuh rasa syukur.
"Kamu tenang saja ada temanku yang bisa bantu kamu menyelidiki kasus ini. Kasih tahu om Panji. Dia yang lebih berhak tahu tentang anaknya." kata Harry.
...****...
Yuk mampir ke karya temanku di jamin keren.
yuk mampir sudah up
apa salah nya di coba dulu.
kebanyakan readers juga gak suka klo alurnya muter2 dan bertele tele thor🙏🏻
semangat yaaa 🥰🥰